Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Konsesi Tambang Muhammadiyah dan Kesalehan Ekologis

29 Juli 2024   08:34 Diperbarui: 29 Juli 2024   08:42 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : PNAS Created with Datawrapper

Sebagai Ormas keagamaan terbesar di Indonesia (kedua setelah NU), masyarakat berbaharp, Muhammadiyah sebagai sebagai the last resort, menolak konsesi tambang yang diobral pemerintah ke ormas-ormas keagamaan. Publik berharap, Muhammadiyah memiliki moral ekologis yang tinggi untuk menolak konsesi tambang.

Tapi harapan publik jauh panggang dari api, Muhammadiyah akhirnya, menerima konsesi tambang---yang menjadi polemik saat ini. Muhammadiyah akhirnya terpapar penyakit Belanda (dutch disease) dan FOMO (fear of missing out), ikut main tambang. Bisnis yang sama sekali jauh dari ruh amal usaha muhammadiyah (AUM)

Padahal publik berharap, Muhammadiyah tetap di jalurnya saat ini, melakukan investasi human capital dalam landscape social entrepreneur; untuk menciptakan sumber daya pembangunan yang mumpuni. Menghasilkan kader-kader intelek dan religious. Bukan sebaliknya, ikut bermain di tambang yang bukan pakem dakwah Muhammadiyah.

Harus diakui, memang selama ini diskursus soal environmental ethics, jauh dari perbincangan elit Muhammadiyah. Oleh karenanya, pertimbangan majelis tarjih muhammadiyah dalam mempertimbangkan menerima konsesi izin tambang, seakan menutup mata pada data-data deforestasi, konflik sumber daya serta konflik sosial ekonomi di sekitar wilayah tambang.

Misalnya, bila kita lihat berbagai riset, menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat deforestasi tinggi akibat bisnis tambang. Sejatinya, pertimbangan majelis tarjih Muhammadiyah terhadap konsesi tambang, memiliki sense yang kuat pada data-data deforestasi, kerusakan tata ekologis dan sosial akibat tambang dalam landscape fiqih ekologi. 

Sumber : PNAS Created with Datawrapper
Sumber : PNAS Created with Datawrapper

Dasar dari fiqih ekologi Muhammadiyah adalah pada beberapa aspek. Pertama, Hifdz al-Nafs, melindungi jiwa manusia dari bahaya akibat kerusakan lingkungan, seperti polusi dan bencana alam. Kedua, Hifdz al-Din, melindungi agama dengan menjaga kelestarian alam sebagai tempat manusia beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Ketiga, Hifdz al-Aql: melindungi akal manusia dari dampak negatif kerusakan lingkungan, seperti penyakit akibat polusi.

Keempat, Hifdz al-Nasl, melindungi keturunan dengan menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang. Kelima, Hifdz al-Mal, melindungi harta benda dengan cara memanfaatkan sumber daya alam secara bijak dan berkelanjutan. Inilah pilar sebagai Maqasid al-Shari'ah yang seharusnya membingkai perspektif ekologi majelis tarjih Muhammadiyah dalam memutuskan; menerima konsesi izin tambang dari pemerintah.

Sebagai civil society, publik justru berharap, Muhammadiyah idealnya berperan kritis terhadap berbagai konflik sosial dan dampak ekologis dalam bisnis tambang. Muhammadiyah idealnya melakukan dakwa advokatif, untuk membela hak masyarakat yang selama ini terzalimi secara struktural akibat kebijakan ekonomi ekstraktif yang acap kali tak adil dan bias fiqih ekologi.

Konflik sosial dan deforestasi akibat kegiatan tambang dari tahun 2014-2023 (Hasil observasi dari berbagai sumber)
Konflik sosial dan deforestasi akibat kegiatan tambang dari tahun 2014-2023 (Hasil observasi dari berbagai sumber)

Deviasi nilai yang tajam antara keputusan Muhammadiyah menerima IUP tambang dan realitas sosial, ekonomi dan ekologis akibat tambang, seakan-akan mempertanyakan kesalehan ekologis Muhammadiyah

Pembaruan wawasan Al Islam dan Kemuhammadiyahan

Akhirnya saya bersepakat, kurikulum formalistik Muhammadiyah yang cenderung pada purifikasi ajaran tauhid, sudah saatnya diperbaharui. Sudah tak cocok dengan perkembangan zaman. Ajaran-ajaran tauhid Muhammadiyah sudah saatnya mengalami pembaruan agar lebih kosmopolit. Dari teosentris menjadi antroposentris dan ekosentris.

Ajaran-ajaran tauhid Muhammadiyah dalam konteks ini, sudah saatnya menjadi insight dalam menginisiasi suatu ekonomi yang berkelanjutan. Agar muhammadiyah tidak latah dan tergesah-gesah dalam menyikapi sesuatu perkara, termasuk soal arus utama ekonomi modern.

Ekosentrisme Tauhid sebagaimana dimaksud, mengacu pada konsep yang menempatkan prinsip-prinsip tauhid (keesaan Tuhan) dengan etika lingkungan. Dalam pandangan ini, manusia sebagai khalifah di bumi memiliki moral pertanggungjawaban dalam menjaga dan melestarikan alam semesta sebagai ciptaan Tuhan. Maka menjaga kesimbangan ekologi dari keserakahan kapitalisme tambang, adalah hal elementer dan fundamental dari ajaran tauhid Muhammadiyah.

Ajaran-ajaran Tahun progresif demikian, diharapkan dapat menempatkan kader Muhammadiyah sebagai trailblazer dalam isu-isu green economy dan blue economy. Al Islam & Kemuhammadiyahan, sudah saatnya sebagai basis nilai dalam inisiasi gagasan "ekonomi baru" yang inklusif, eco-friendly dan humanitarian oriented *

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun