Deviasi nilai yang tajam antara keputusan Muhammadiyah menerima IUP tambang dan realitas sosial, ekonomi dan ekologis akibat tambang, seakan-akan mempertanyakan kesalehan ekologis Muhammadiyah
Pembaruan wawasan Al Islam dan Kemuhammadiyahan
Akhirnya saya bersepakat, kurikulum formalistik Muhammadiyah yang cenderung pada purifikasi ajaran tauhid, sudah saatnya diperbaharui. Sudah tak cocok dengan perkembangan zaman. Ajaran-ajaran tauhid Muhammadiyah sudah saatnya mengalami pembaruan agar lebih kosmopolit. Dari teosentris menjadi antroposentris dan ekosentris.
Ajaran-ajaran tauhid Muhammadiyah dalam konteks ini, sudah saatnya menjadi insight dalam menginisiasi suatu ekonomi yang berkelanjutan. Agar muhammadiyah tidak latah dan tergesah-gesah dalam menyikapi sesuatu perkara, termasuk soal arus utama ekonomi modern.
Ekosentrisme Tauhid sebagaimana dimaksud, mengacu pada konsep yang menempatkan prinsip-prinsip tauhid (keesaan Tuhan) dengan etika lingkungan. Dalam pandangan ini, manusia sebagai khalifah di bumi memiliki moral pertanggungjawaban dalam menjaga dan melestarikan alam semesta sebagai ciptaan Tuhan. Maka menjaga kesimbangan ekologi dari keserakahan kapitalisme tambang, adalah hal elementer dan fundamental dari ajaran tauhid Muhammadiyah.
Ajaran-ajaran Tahun progresif demikian, diharapkan dapat menempatkan kader Muhammadiyah sebagai trailblazer dalam isu-isu green economy dan blue economy. Al Islam & Kemuhammadiyahan, sudah saatnya sebagai basis nilai dalam inisiasi gagasan "ekonomi baru" yang inklusif, eco-friendly dan humanitarian oriented *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H