Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Paradoks Kelas Menengah yang Kian Tertekan

22 Juli 2024   11:57 Diperbarui: 22 Juli 2024   12:01 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kasus Indonesia, saat ini, kehidupan masyarakat kelas menengah cukup tertekan. Dari inflasi harga pangan bergejolak (volatile food), kebijakan suku bunga (policy rate) yang berdampak pada suku bunga dasar kredit (SBDK) dan rencana kenaikan PPN 12% di tahun 2025.

Indikator tertekannya kelas menengah ini bisa kita lihat dari data Mandiri Spending Indeks. Berdasarkan kelompok pengeluaran,peningkatan optimisme terjadi pada responden dengan tingkat pengeluaran Rp.1--2 juta, dimana nilai Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) meningkat menjadi 114,3 di Februari 2024 dari 113,3 di Januari 2024. Sementara itu, kelompok pengeluaran lainnya mengalami penurunan dengan penurunan terbesar terjadi pada tingkat pengeluaran Rp.4,1-5 juta.

Perlu dicatat, bahwa kelompok masyarakat dengan pengeluaran Rp 1-2 juta di Indonesia adalah kelompok menuju kelas menengah yang cenderung berasal dari sektor informal. Sektor informal di Indonesia mencakup usaha berskala kecil atau usaha perorangan yang tidak diatur dan tidak diakui pemerintah, serta seringkali tidak terlindungi oleh jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan

Jadi tingginya IKK kelompok ini (menuju kelas menengah), tidak menjadi faktor penggerak yang signifikan terhadap mesin ekonomi. Malah mereka juga menjadi rentan terjerembab ke kategori rentan dan miskin, bila terjadi gejolak harga yang berdampak pada daya belinya.

Gejolak harga di satu sisi dan tidak tercovernya kelas menengah di sisi lain oleh kebijakan pemerintah, bisa menyebabkan daya beli kelompok ini tertekan. Dengan porsinya yang besar terhadap total konsumsi RT, maka bisa berimpak pada kontribusi terhadap PDB.

Keberpihakan

Hingga Maret 2024, ruang fiskal pemerintah cukup resilien. Terlihat dari surplus primary balance sebesar Rp. 22,8 Triliun. Secara makro ekonomi, primary balance juga menjadi salah satu indikator dalam cyclically adjusted dari sisi politik anggaran atau yang dikenal dengan cyclically adjusted primary balance (CAPB).

Saat ekonomi stuck, konsumsi tertekan, maka dengan primary balance yang positif, bisa mendorong fiscal stance cenderung ekspansif. Dengan cara relaksasi terhadap pajak, suku bunga (dari sisi moneter) dan meningkatkan government spending melalui dukungan fiskal pada kelas menengah yang menjadi pihak yang tidak beruntung dari kondisi saat ini.

Ruang fiskal longgar, bisa dimanfaatkan untuk menopang daya beli menengah yang selama ini sering diabaikan pemerintah. Pemerintah bisa memberikan insentif dan relaksasi fiskal atas penjualan produk-produk durable good, melalui berbagai paket relaksasi kebijakan fiskal

Kebijakan fiskal dan moneter yang mengarah pada stabilisasi, difokuskan pada sektor-sektor ekonomi yang tidak awas terhadap gejolak harga. Karena kita tak bisa pungkiri, konsumsi Rumah Tangga memiliki kontribusi tertinggi terhadap PDB. Dan kelas menengah adalah motor penggerak utama dari konsumsi RT*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun