Provinsi-provinsi yang memiliki IKFD sangat tinggi adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, yang merupakan provinsi-provinsi dengan penduduk terbanyak, potensi ekonomi terbesar, dan infrastruktur terbaik di Indonesia. Provinsi-provinsi yang memiliki IKFD sangat rendah adalah Jambi, Bangka Belitung, Bengkulu, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Gorontalo, yang merupakan provinsi-provinsi dengan penduduk terkecil, potensi ekonomi terkecil, dan infrastruktur masih buruk. Dari data IKFD, terlihat bahwa terdapat perbedaan rasio IKFD antara provinsi-provinsi yang rata-rata mencapai lebih dari 7 kali lipat.
Dalam sarasehan 100 ekonom Indonesia yang diselenggarakan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) pada 8 November 2023, dalam paparannya, Capres Anies memberikan determinasi konsepsi dan visi ekonomi yang jelas, yakni "Satu Kemakmuran." Dimana ekonomi tidak sekedar tumbuh tapi ada pemerataan sumber daya ekonomi dan pembangunan sehingga kemakmuran tak hanya terkonsentrasi di daratan Jawa tapi mengalami pemerataan di luar Jawa. Inilah hakikat demokrasi ekonomi dengan berdimensikan "keadilan." Ketimpangan ekonomi antar daerah yang masih lebar, disebabkan oleh kebijakan ekonomi yang belum adil dalam mengakomodasi kebutuhan daerah.
Sebagai contoh, selama ini Dana Alokasi Umum (DAU) dihitung berdasarkan 26% dari penerimaan negara yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam, yang kemudian dialokasikan kepada daerah berdasarkan formula yang mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan daerah, dan indeks kesejahteraan daerah.
Formula ini, belum menyertakan variabel lain seperti potensi ekonomi daerah, yang dapat mempengaruhi kemampuan daerah untuk mengembangkan sektor-sektor produktif. Demikian juga faktor dinamika sosiologi dan politik daerah, yang dapat mempengaruhi stabilitas dan kondusivitas pembangunan daerah.
Reformasi perimbangan keuangan pusat dan daerah, perlu mempertimbangkan beberapa variabel. Pertama, menambahkan variabel potensi ekonomi daerah sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi alokasi DAU. Dengan demikian, daerah yang memiliki potensi ekonomi tinggi mendapatkan insentif untuk mengembangkan sektor-sektor produktif.
Kedua, menyesuaikan besarnya porsi DAU dari 26 persen menjadi 30 persen dari penerimaan negara yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam, sehingga daerah mendapatkan alokasi yang lebih besar dan lebih sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka. Ketiga, menambahkan variabel kinerja pemerintahan daerah sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi alokasi DAU, sehingga daerah yang memiliki kinerja pemerintahan baik dapat mendapatkan insentif untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana transfer.
Dukungan APBN untuk pemerataan pembangunan, memerlukan reformasi yang menyeluruh di bidang ekonomi. Dari sisi kebijakan fiskal (fiscal policy), perlunya mereformasi institusi penerimaan negara dengan target tax ratio 13 persen terhadap PDB. Selama dua periode Jokowi, tax ratio Indonesia mangkrak di 9 persen terhadap PDB.
Reformasi di sektor pajak diarahkan pada perluasan basis pajak melalui digitalisasi sistem inti perpajakan (core tax system) yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan data inti kependudukan sehingga tax base mengalami peningkatan. Demikian juga perlunya peningkatan pengawasan di sektor pajak dan potensi pajak untuk memitigasi praktek shadow economy sebagai salah satu sumber kebocoran penerimaan negara.