***
Di seberang Malioboro Plaza, ada depot makan bernama "Pakdji." Dengan konsep lesehan, aneka kuliner dijajakan. Mata saya tertuju pada Soto Kudus.
Kami pun melipir ke Pakdji. Aneka kuliner ada disitu. Namun yang ditonjolkan Soto Kudus---sebagai brand image-nya. saya memesan satu porsi ditemani tiga buah tempe goreng. Tempenya tebal; sekitar 2 atau 3 centimeter. Makan Soto Kudus plus tempe goreng.
Soto Kudus seperti menetralisir metabolisme saya, yang hampir dua hari di Jogja, dijejali aneka kuliner yang rata-rata taste-nya manis.
Mungkin sudah menjadi ciri khas Jogja. Soto Kudus, adalah salah satu favorit saya. Di jalan Tebet Raya-Jaksel, ada Soto Kudus teranyar.
Kuah soto yang bening dan gurih, ditemani sate puyuh, atau sate ampela, perkedel dan bakwan jagung, adalah harmoni cita rasa yang sempurna.
Selain Soto Kudus, soto Lamongan di Plaza masjid Raya Sunda Kelapa-Jakpus, juga tak kalah anyar. Setiap habis Jumatan di Sunda Kelapa, saya tak pernah absen makan Soto Lamongan Sunda Kelapa.
Waktu masih di Kupang, kalau punya uang, saya tak pernah absen makan Soto Madura di terminal lama Kupang. Atau soto Lamongan di Rumah Makan Murah-Fontein. Soto, tempe dan tahu goreng, adalah padanan kuliner yang kuat di ujung lidah saya.
Ketika menemukan soto Kudus di Jogja--setelah dua hari disana, seperti "Pucuk dicinta, ulam pun tiba." Saya kembali mendapatkan sensasi kuliner, sebagaimana makan Soto di Madura atau soto Lamongan belasan tahun silam di kota Kupang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H