***
Pemerintah selalu berpatokan pada threshold utang yang sehat menurut UU 17. Dimana batas aman rasio utang adalah 60% terhadap PDB. Oleh sebab itu, rasio utang saat ini dikatakan masih sehat dan regulated karena di bawah 60% terhadap PDB. Meskipun secara teori, rasio utang terhadap PDB ini masih debatable.
Pengelolaan utang dan risiko pun menurut pemerintah dilakukan secara hati-hati/prudent. Dari sisi tenor utang, utang kita didominasi utang bertenor panjang dan dominan berhutang pada WNI (untuk utang obligasi). Penulis CSIS itu mestinya mengkritik yield obligasi RI yang tinggi (hampir 8%), bila dibandingkan negara Asean lain yang lebih rendah.
Bertolak dari kerangka teori demikian, maka bagian-bagian kritis yang disorot dalam artikel pengamat CSIS ini menurut saya masih belum jelas. Kabur.
Termasuk beberapa data yang kabur seperti APBN didominasi oleh belanja rutin. Penulis memiliki sudut pandang tidak luas, karena dalam belanja rutin tersebut ada mandatory seperti Transfer ke daerah dan Dana Desa/TKDD dll yang justru produktif dari sisi peruntukan dan desentralisasi ekonomi.
Kendatipun demikian, saya sependapat dengan masukan penulis tentang konsolidasi fiskal. Terutama tax ratio yang mangkrak di single digit. Segala effort sudah dilakukan, termasuk--terbaru menetapkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, belumbenar-benar mengungkit tax ratio. Ini yang perlu didorong agar reformasi dan modernisasi taxation sectors ini benar-benar berkontribusi memperlebar ruang fiskal.
Lebih dari itu, saya kok bertanya-tanya, dan sedikit kaget, kenapa CSIS bisa sekritis ini pada rezim Jokowi? Kenapa tidak sejak dulu? Biasanya juga diam. Atau memberikan pandangan yang moderat. Alakadarnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI