Dari struktur inflasinya, consumer price index/CPI Inggris lebih tinggi dikontribusi oleh basket harga makanan dan minuman non-alkohol. Demikian pun Consumer Prices Index including owner occupiers housing costs (CPIH) yang menyumbang inflasi 7,9%.
Beban CPIH ini didorong oleh kebijakan moneter ketat Bank of England. Terbaru, suku bunga kebijakan BoE terkerek 25 bps dari sebelumnya 1%. Kebijakan tersebut memantik tingginya beban hidup, termasuk biaya CPIH warga Inggris.
Fenomena stagflasi ini menjadi momok bagi ekonomi Inggris. Dus, pemerintahan Boris kian terpojok, setelah kelakuan mesum Chris Pincher; sekutu Boris di Partai Konservatif Britania Raya terkuak.
Tingginya inflasi, juga memicu kemiskinan yang diperkirakan menyentuh 30% dari total penduduk.
Konco Boris, si Pincher, terciduk telak menggerayangi dua lelaki. Kelakuan doyan sesama jenis ini, menjadi momok bagi Partai Konservatif. Dus, kelakuan inilah salah satu faktor, memantik kemunduran diri Boris dan disusul puluhan menteri kabinet Boris Johnson.
Kemunduran Boris Johnson, sebenarnya akumulasi dari kegagalan partai konservatif menahkodai pemerintahan Inggris melewati turbulensi pandemic.
Hal tersebut dilihat dari kinerja ekonomi yang tak menampakan pemulihan berarti. Kinerja PDB yang melambat <1%, sementara inflasi meroket.
Inggris adalah satu, dari sekian Negara, yang alami ihwal ekonomi serupa. Cuma Boris Johnson kadung disundul rasa malu yang teramat. Wallahu'alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H