Kendatipun demikian, pemerintah masih memiliki instrumen fiskal untuk menggenjot penerimaan hingga 2022. Dari pengampunan pajak/tax amnesty, windfall revenue ekspor komoditas, dan instrumen realisasi UU HKPD.
Sebagai catatan saja, seperti biasa, setiap di akhir tahun, pemerintah menarik utang lebih besar siring perkembangan transaksi berjalan. Bila penerimaan mengalami shortage dan persiapan belanja awal tahun berikutnya. Hal ini juga ikut memberikan andil terhadap berkurangnya defisit APBN 2022
***
Saya memahami, bahwa tahun 2022 adalah the window of opportunity 2023. Dengan demikian, apabila pemerintah dapat memberikan topangan yang kokoh pada kondisi ekonomi 2022, maka target menggeliatnya ekonomi di tahun 2023 bisa tercapai dengan target kinerja PDB sebesar 5,3%-5,9%
Harapan itu ada di depan mata. Misalnya, peningkatan indeks Prompt Manufacturing Index (PMI) yang melanjutkan ekspansi, menggambarkan gairah kinerja output yang mumpuni.
Dalam survei Bank Indonesia, indeks PMI mencapai 51,9 pada Mei 2022, menandakan, tren ekonomi sedang berada di teritori ekspansi. Hemat penulis, ini sebagai pra-kondisi ekonomi menuju 2023. Bila PMI terus berada di zona ekspansi hingga akhir 2022, maka ini sebagai batu pijakan bagi melejitnya ekonomi di tahun 2023.
Kebijakan moneter yang masih longgar dan pro-pemulihan, meniscayakan, kondisi makro yang masih kokoh dalam menopang kondisi ekonomi di tahun berikutnya. Hal tersebut ditandai dengan ekspansi kredit.
Survei Perbankan Bank Indonesia mengindikasikan secara triwulanan (qtq) penyaluran kredit baru pada triwulan I 2022 tetap terjaga dan tumbuh positif. Hal ini terindikasi dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kredit baru sebesar 64,8%, meski lebih rendah dari SBT 87,0% pada triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan kredit sebagai darah ekonomi, diharapkan menyasar pada sektor produktif dan mendorong pertumbuhan output lebih menggeliat. Bila pemerintah dapat menjaga momentum pertumbuhan di teritori ekspansi, maka saya meyakini, di tahun 2023, ekonomi bisa "terbang lebih tinggi"
Lebih dari itu, krisis geopolitik tetap menjadi catatan kaki bagi pemerintah. Terganggunya rantai pasok global, selalu menjadi faktor krusial ekonomi Indonesia, seiring interkoneksi perekonomian dunia yang makin intensif. Apapun itu, selama berbagai risiko global tersebut masih dapat dikelola dengan baik, harapan di tahun 2023, masih bisa tercapai ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H