BPS baru saja merilis data Neraca Perdagangan per April 2022 pada pukul 13.00 WIB. Dari infografis yang ditayangkan, terlihat bahwa surplus neraca perdagangan adalah US$ 7,56 miliar. Ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah, setelah surplus NP pada oktober 2021 sebesar US$ 5,74 miliar...
Dari sisi ekspor, sektor pertambangan & lainnya, menyumbang US$ 6 409,0 juta dengan pertumbuhan 182,48% (yoy), Industri pengolahan US$ 19 086,3 juta dengan pertumbuhan 27,92% (yoy), pertanian US$ 393,1 juta dengan pertumbuhan 15,89% (yoy) dan Migas US$ 1 433,3 juta dengan pertumbuhan 48,93% (yoy).
Dari sisi impor, kita mengimpor barang konsumsi sebesar US$ 1 698,1 juta dengan pertumbuhan 4,21% (yoy), bahan baku/penolong US$ 15 538,3 juta dengan pertumbuhan 25,51% (yoy) dan Barang Modal US$ 2 527,3 juta dengan pertumbuhan 15,16% (yoy)...
Secara keseluruhan, nominal ekspor hasil industri mendominasi struktur neraca perdagangan per April 2022. Ini sebagai indikasi, bahwa sektor manufaktur menunjukkan arah ekspansi. Seiring index PMI (prompt manufacturing index) yang bergerak dari 51,3 pada Maret/2022 menjadi 51,9 pada April 2022. Kendatipun terkoreksi secara bulanan sebesar -0,89% (m-to-m).
Sektor pertambangan dan lainnya, mengalami pertumbuhan cukup tinggi sebesar 182,48%. Harga batu bara dan nikel serta komoditas mentah lainnya yang relatif bagus sepanjang Triwulan-I, ikut mendorong laju pertumbuhan ekspor hasil tambang/lainnya.
Kami memberikan catatan, pertama, bahwa larangan ekspor CPO dan Minyak goreng, akan terekam pada hasil ekspor di Triwulan-II. Ini menjadi faktor koreksi terhadap ekspor hasil pertanian dan industri. Catatan lebih penting adalah, berkah windfall ini, bisa diarahkan pada akselerasi program hilirisasi industri, dengan harapan, memberikan nilai tambah pada produk hilir yang berorientasi ekspor.
Kedua, ekspor energi fosil seperti batu bara yang memberikan kontribusi besar pada NP, perlu mendapat perhatian. Dalam rangka mendorong penerimaan yang sustain. Karena sifatnya yang terbatas dan tidak friendly environment, maka perlu adanya subtitsui, sehingga momentum geliat surplus neraca perdagangan tetap terjaga/sustain.
Dari sisi impor, bahan baku/penolong tercatat lebih tinggi sebesar US$ 15 538,3 juta. Ini menggambarkan bahwa, sektor industri mulai ekspansi, oleh sebab itu, permintaan terhadap bahan baku terus meningkat dengan catatan pertumbuhan 25,51% (yoy) dan terkoreksi -8,68 % (m-to-m).
Koreksi ini disebabkan oleh tekanan inflasi global dan harga energi yang terkerek sepanjang Januari-Maret 2022. Penekanan presiden kepada K/L agar menggunakan barang modal dalam negeri, menjadi catatan terkoreksinya impor barang modal, demikian pun Bahan baku/penolong di triwulan berikutnya...