Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Melewati Badai Ekonomi, Belajar dari "Life of Pi"

12 Mei 2022   00:48 Diperbarui: 19 Mei 2022   03:20 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: permasalahan ekonomi. (sumber: KOMPAS.ID/Heryunanto)

Piscine Molitor Patel (Pi), satu-satunya yang selamat bersama seekor harimau Bengal, setelah kapal yang ditumpangi, tenggelam di palung Mariana-Samudera Pasifik. Dikisahkan penuh epos, dalam film Life of Pi. Film yang diadaptasi dari novel karya Yann Martel--berjudul Life of Pi. 

Di tengah Samudera pasifik, Pi berjuang menyelamatkan dirinya. Ia hidup di atas rakit-rakitan kecil, dengan pasokan makanan seadanya. Richard Parker, si harimau Bengal nan buas, membuatnya terdepak dari satu-satunya sekoci. 

Dalam bertahan hidup di tengah ganasnya lautan samudra Pasifik, si buas Richard, membuat Pi sadar, bahwa keberadaan harimau Bengal, menjadikannya selalu waspada dan survive. Kini Pi tak saja berjuang menyelamatkan dirinya, tapi juga Richard. Pi akhirnya belajar; cara menjinakkan Richard.

Ekonomi kita pernah terkaram resesi di terpa turbulensi wabah Corona. Bahkan pada kuartal 2-2020, ekonomi terjungkal di bawah teritori positif terdalam; hingga -5,32%. Komponen-komponen utama PDB, ikut terkaram di kedalaman kontraksi. 

Pada triwulan-2 2020, dari 17 sektor PDB menurut lapangan usaha, hanya tiga sektor yang tumbuh positif--melambat. Diantaranya, sektor pertanian dan Telekomunikasi. Mayoritas sektor PDB, terkaram di zona negatif. 

Setali tiga uang dengan PDB pengeluaran, hanya konsumsi pemerintah (government expenditure) yang masih tumbuh positif. Konsumsi Rumah Tangga, PMTB, LNPRT, ekspor dan impor, tenggelam di zona negatif. 

Pasar tak bergairah. Indeks saham terjungkal hingga 26,43% pada periode April 2020. Risiko SBN terkerek--melesat. Ditandai dengan yield bond yang tinggi dan credit default swap (CDS) yang melesat mencapai 210,59 bps. Yield bond 10-Y bergerak--melesat di kisaran 7%-8%. 

Pendapatan negara pun mengalami kontraksi cukup dalam. Realisasi pendapatan pada APBN 2020 sebesar Rp1.647,7 triliun atau 96,9% dari anggaran pendapatan pada APBN TA 2020. Pendapatan ini turun Rp.312,8 triliun atau 15,9 % dibanding kondisi sebelum Covid; tahun anggaran 2019.

Bukan lagi di tubir resesi, tapi terombang ambing dalam badai resesi, karena kinerja PDB mengalami kontraksi lanjut secara tahunan di awal tahun 2021. Sepanjang 2020, saban hari, kita saksikan, kasus Covid-19 melonjak. Kematian dimana-mana. Kelangkaan oksigen hingga vitamin menyeruak. 

Kita pernah di titik terpahit ! Sebagaimana kapal yang ditumpangi Pi. Disapu badai di palung Mariana. Terombang ambil di tengah samudera, ditemani seekor harimau buas, terkaram di pulau pemakan makhluk hidup. Tragis..

***

Di tubir petaka, Pi mengumpulkan harapan. Optimisme dikayuh. Apa yang ada di sekoci dirangkainya menjadi upaya penyelamatan. Harapan masih terawat.

Perlengkapan pelampung, dirangkainya menjadi sebuah rakit kecil. Kesiagaan dipantik oleh Richard yang buas. Dari kail dan senar rakitan, ikan tangkapan diberikan pada harimau Bengal. 

Menghadapi resesi, pemerintah memasak kuda-kuda. APBN sebagai piranti. Undang Undang dibuat, APBN dijadikan sebagai counter cyclical. Berbagai insentif dikucur ke dunia usaha (termasuk program restrukturisasi kredit). Belanja pemerintah dipompa. Program social safety net dikucur. 

Realokasi dan refocusing belanja K/L, disasarkan pada Pemulihan ekonomi (economic recovery) dan pemulihan kesehatan (health recovery). Pembatasan mobilitas fisik masyarakat diperketat. Namun jaringan pengaman sosial untuk mengerek konsumsi RT dipompa. 

Bank sentral (BI), terlibat aktif dalam mendukung likuiditas pemerintah melalui burden sharing/tanggung renteng. Kebijakan suku bunga rendah--turut mentransfusi darah ekonomi melalui peningkatan penyaluran kredit.

Akhirnya, di kuartal 2 2021, ekonomi menjadi adaptif ditengah badai resesi. Berbagai tantangan dijinakkan. Alhasil, di Triwulan-2 2021, pertumbuhan ekonomi perlahan--keluar dari teritori kontraksi. 

Pada Triwulan-2 2021, secara tahunan, ekonomi tumbuh 7,07% (yoy). Kendati ada faktor low baseline effect, pertumbuhan yang positif, pertanda, perahu ekonomi, tengah ber-asa menuju tepi. Seperti Pi yang lolos, keluar dari pulau pemakan makhluk hidup. Seperti Pi yang mampu menjinakkan Richard. 

***

Penulis : Munir (Foto Ms-doc)
Penulis : Munir (Foto Ms-doc)

Beberapa hari ini, tumpahan was-was tersebar di media. Apa pasal? adalah Konflik geopolitik (Rusia-Ukraina), Inflasi global dan kebijakan bank sentral negara utama (developed countries) yang hawkish, menggahar kekhawatiran. 

Konflik geopolitik tersebut, menghambat rantai supply global. Harga energi terkerek. Termasuk Indonesia Crude Price (ICP) yang melambung--lampaui asumsi makro APBN 2022. 

Tak luput, Tiongkok yang kembali mengunci beberapa wilayahnya akibat kasus baru Covid-19 yang meruak. Hal ini turut memperparah terganggunya rantai pasok global. Menimbang, Tiongkok adalah negara pengendali manufaktur global. 

Berdasarkan rasio output terhadap DPB (dengan standar hitungan USD dengan base year 2017), Tiongkok, menguasai 28,4% manufaktur global (Sumber : United Nations Statistics Division, Statista). Disusul AS (16,6%), Jepang (7,2%), Jerman (5,8%), Korsel (3,3%), India (3%) dan Italia (2,3%). 

The Fed yang menaikan suku bunga agresif, kini telah berdampak pada negara berkembang seperti Indonesia. Memicu ketidakpastian (uncertainty). Hal ini terlihat dari tekanan terhadap obligasi pemerintah dan tergerusnya IHSG di awal Mei 2022. 

Yield obligasi pemerintah 10-tahun; bergerak ke 8% pada pekan ini. Kekhawatiran akan risiko default, turut mengerek CDS ke 100 bps. Target indikatif realisasi SBN, pun beberapa kali terkoreksi sepanjang Triwulan-1 2022. 

Kekhawatiran jamak akan risiko capital outflow mengemuka. BI yang selama ini dovish, akan melakukan adjustment, merespon kenaikan suku bunga agresif dan taper tantrum The Fed. Langkah BI ditunggu dalam rangka memberikan kepastian terhadap investor. Agar arus modal keluar (capital outflow) tak terlalu kencang.

Kendati demikian, adjustment BI diharapkan tetap akomodatif terhadap arah pemulihan ekonomi. Inflasi yang terjaga seiring kelancaran rantai supply domestik, memungkinkan kebijakan suku BI tidak terlalu ekstrem atau berlawanan arah dengan pemulihan ekonomi. 

Dengan kondisi fiskal dan moneter yang masih resiliences, badai akan dilewati hingga ke tepi. Triwulan-2 2022, ekonomi akan tumbuh di atas 5,02%. 

Kita pernah berada di fase paling krusial, di tengah turbulensi awal pandemi. Tapi harapan masih terjaga, pun optimisme. 

Kewaspadaan menguatkan kita. Sebagaimana Harimau Bengal; Richard Parker, memantik kewaspadaan Pi. Segala kemungkinan dan upaya dikumpulkan. Piscine Molitor Patel dan harimau Bengal itu, akhirnya selamat, menepi di Pantai Mexico. Semoga 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun