Dari berbagai rilis media, artikel, komentar dan video content di lini masa yang menyebut Ade Armando "penista agama," tak satupun di Somasi Ade Armando. Namun baru kali ini, pihak AA mensomasi perbincangan di jagat maya terkait kasus penistaan agama yang melibatkan AA.
AA melalui kuasa hukumnya; Muannas Al Aidid, menyampaikan somasi atas cuitan pribadi Eddy Soeparno selaku Sekjen PAN. Somasi disampaikan ke kantor DPP PAN. Kendatipun somasi tersebut "salah alamat." Karena cuitan Eddy Soeparno, tak mewakili sikap resmi PAN.
PAN pun secara resmi sudah menegasikan substansi somasi tersebut. Karena cuitan Eddy Soeparno, adalah sikap etis secara personal selaku anggota DPR. Muannas hanya membutuhkan kejernihan moral (moral clarity), untuk merespon cuitan tersebut secara konstruktif.
Eddy Soeparno memiliki tanggung jawab moral, untuk mendorong penegakan hukum. Jadi sikap batin (mens rea) dari cuitan Eddy adalah dalam rangka mendukung upaya penegakan hukum. Baik dalam kasus kekerasan terhadap AA pada 11/4/2022, pun terkait dugaan penistaan agama oleh AA.
Sikap Muannas selaku kuasa hukum AA yang "memilih-milih" dalam melakukan somasi atas pernyataan publik terkait status hukum AA, ditengarai tidak fair dan politis. Padahal cuitan Eddy tak jauh beda dengan perbincangan publik terkait status hukum AA di lini masa.
Sikap Muannas memilih-milih dalam melakukan Somasi inilah yang memantik duga, bahwa somasi tersebut lebih cenderung politis, ketimbang sebuah prosess hukum yang genuine. Pasalnya, Muannas sendiri adalah kader tulen Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Dengan demikian, somasi Muannas tersebut menghela dugaan publik, bahwa ini semata-mata sensasi, gimmick marketing politics, agar nama Muannas tetap berada pada pusaran viral terkait kekerasan pada AA. Hal yang sangat lazim dilakukan oleh mayoritas politisi---gimmick marketing politics.
Tentu saja dugaan publik itu cukup beralasan, karena dengan menyetir cuitan pribadi Eddy menjadi sikap resmi PAN, adalah cara Muannas memposisikan dirinya vis a vis PAN. Sebuah partai politik dengan 9 juta Pemilih pada Pemilu 2019.
Orkestrasi yang menarik untuk sebuah perbincangan publik---"Muannas Vs PAN." Tentu saja Muannas dan AA bermain watak sebagai playing victims. Menciptakan persepsi dan narasi publik, bahwa Muannas melawan PAN. Ini manipulasi opini kreatif untuk membajak persepsi publik.
Sikap ketimuran orang Indonesia yang gampang berempati pada korban (victims), tentu saja "berpihak" pada AA dan Muannas. Benefit empati publik semacam ini, acap kali dimainkan dalam gimmick politik seperti cicak vs buaya dll. Sebagai kader dan politisi PSI, Muannas membutuhkan ihwal demikian, sebagaimana lumrahnya seorang politikus !