Dengan demikian, preferensi dari narasi Sekjen PAN secara utuh dalam twitt-nya tersebut, adalah dalam rangka himbauan penegakan hukum. Tanpa ada pretensi atau sentimen terhadap AA. Dus masalah AA adalah masalah publik, karena berkenaan dengan masalah kolektif pemeluk agama Islam. Sementara Sekjen PAN, tidak memiliki persinggungan secara personal dengan AA.
Namun jika kita cermati, Somasi oleh kuasa hukum AA, yang disasarkan kepada sekjen PAN, justru out of the contex. Menggiring opini publik, memperdayai memori publik, bahwa seolah-olah, sekjen PAN memfitnah atau mencemarkan nama baik AA.
Tentu saja kuasa hukum AA; Muannas Alaidid mendulang popularitas atas somasi tersebut. Seiring egagement pemberitaan terkait masalah ini viral. Ia memperoleh benefit secara personal. Tapi mengorbankan Sekjen PAN, yang mana cuitannya di twitter tersebut; dalam upaya supremasi hukum dan equality before the law.
***
Atas dasar benefit personal--mendulang popularitas, maka cuitan sekjen PAN tersebut seakan terus dijadikan orkestrasi di media mainstream dan sosial media oleh pihak AA dan kuasa hukumnya. Sementara suatu himbauan moral untuk penegakan hukum dan equality-nya direduksi demi mengawetkan popularitas tapi mengorbankan pihak lain---yakni Sekjen PAN.
Masalah AA, adalah soal kemanusiaan. Namun bila hal ini dinodai dengan anasir-anasir untuk mendapatkan benefit pribadi--popuaritas, justru menodai soal kemanusiaan yang menimpa AA. Apalagi mengorban pihak lain, yang derajat kesalahannya sangat sumir !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H