Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Wanti-Wanti Bang Zul Hasan

15 April 2021   16:42 Diperbarui: 15 April 2021   20:46 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketum PAN, bang Zulkifli Hasan seperti membawa air satu baskom, lalu mengguyur seantero aktivis PAN yang terlampau tidur pulas. Isi airnya aneka soal tentang bangsa ini. Diantara yang terguyur, ada yang bangun terkaget-kaget, lalu meraba-raba akun sosmed. Ada juga yang sudah pasang kuda-kuda dengan aneka akun sosmed.

Bang Zul menyibak diskursus tentang spekulasi impor pangan yang menjungkir balik nilai tukar petani. Meski impor ditunda, tapi equilibrium harga pasar sudah terbentuk. Siapa yang rugi? Demikian pula wanti-wanti soal perlunya menjaga rantai pasokan pangan memasuki ramadhan dan lebaran.

Dengan terpaksa bang Zul ambil urusan ini, hanya gegara kebanyakan kita ketulung nyaman dengan pandemi selaku kaum rebahan. Jika tak diingatkan bang Zul, maka ada dua soal yang menganga di hadapan kita, dan sebentar lagi roboh meniban kita, termasuk rakyat kecil.

Pertama, Awal April 2021, beberapa daerah mengalami kondisi cuaca ekstrem. Hingga bencana alam dan korban berjatuhan, baik nyawa dan harta benda. Infrastruktur ekonomi banyak yang rusak hingga ke desa-desa. Apa jadinya?

Sudah tentu rusaknya infrastruktur publik seperti jalan dan jembatan dan lainnya yang akan mengganggu jalur distribusi. Cuaca ekstrem tersebut akan mengganggu mata rantai pasokan jelang dua momentum yang sudah pasti quantity demand-nya terkerek.

Kedua, jika tidak diwaspadai, bisa terjadi inflasi dari sisi komponen harga bergejolak (volatile food inflation), bukan karena permintaan yang terkerek sebagai tanda-tanpa bahwa daya beli sudah pulih, tapi supply yang mengalami bottleneck. Demikianlah duduk perkaranya.

Bayangkan, di tengah suasana yang begini kepepet, lantas di tiban kenaikan harga kebutuhan yang tak terkira. Bertambah apes lah rakyat. Karena teramat penting perkara inilah, maka tiada bosan-bosannya bang Zul mengingatkan.

Bayangkan saja, bila setiap terjadi kenaikan angka inflasi 0,01% saja, telah menyumbang angka kemiskinan dari mereka yang nyaris miskin (near poor) dengan pendapatan yang getas dan tidak menentu. Sedemikian pentingnya pengendalian harga pangan inilah, bang Zul berujar tiada bosannya, hingga beberapa kali.

***

Coba cek data BPS, dari struktur GDP berdasarkan 17 sektor lapangan usaha, pertanian termasuk yang kokoh menopang GDP kita yang terhuyung-huyung di zona kontraksi. Selain sektor farmasi dan consumer goods serta beberapa sektor lain.

Sektor pertanian pula yang menampung pekerja korban PHK selama pandemi. Ibarat kata, sektor pertanian ini jadi barrier, agar mereka yang kena PHK tidak benar-benar blangsak. Ini data yang bicara. Terjadi peningkatan pekerja di sektor pertanian 2,78 juta orang dibanding Agustus 2019 yang sebanyak 35,45 juta orang (BPS).

Namun ujung-ujungnya kala BPS -meng- announce data per Agustus 2020, pendapatan petani terperosok di antara 17 sektor GDP tersebut. Ini yang bikin heran alang kepalang.

Rata-rata upah/gaji/pendapatan bersih sebulan pekerja pada Agustus 2020 sebesar Rp2,45 juta. Dari 17 lapangan pekerjaan utama, sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan merupakan yang terendah, hanya sebesar Rp1,36 juta.

Dari 17 lapangan pekerjaan utama, sektor Pertanian adalah yang terendah. Hanya sebesar Rp1,36 juta. Turun dibanding Agustus 2019 (Rp1,49 juta) dan Februari 2020 (Rp1,48 juta).

Sudah tentu kalau bicara 17 sektor GDP tersebut, pokok temanya adalah nilai tambah terhadap output GDP. Nilai tambah sektor pertanian tumbuh positif, tapi nilai tambah terhadap petaninya terkoreksi. Apa soal?

Diantaranya adalah terkait ketergantungan terhadap pangan impor. Misalnya, dikala neraca beras kita dibilang cukup untuk penuhi kebutuhan nasional hingga semester I 2021, ada saja yang kepengen impor. Spekulasi itu menyebabkan gejolak harga. Efeknya menyeruak hingga ke harga gabah dan nilai tukar petani.

Waktu saya bincang-bincang seorang teman yang notabene doktor ekonomi tentang impor. Sambil pegang buku statistik perdagangan yang tebalnya bukan main, dia bilang saya begini:

"kita ini berada pada perspektif yang mana? National gain atau produsen gain? Dua-duanya punya konsekuensi sendiri-sendiri."

Negara selalu berada pada logika national gain, karena impor itu sudah tentu murah. Kalau impor mahal, sudah pasti negara pikir dua atau tiga kali untuk impor. Saking murahnya, stok cukup pun pengen impor.

Andaikan saja negara adalah sosok yang songong dan cuek bebek tiada beban suatu apa, kira-kira nalarnya negara begini, kalau ada yang murah, kenapa mesti beli yang mahal?

Namun dari sisi produsen gain, itu merugikan industri dalam negeri. Nah sekarang kita pilih yang mana? Selaku negara, barang tentu berpihak pada produsen merah putih.

Pilih murah--hemat devisa. Atau membiarkan industri dalam negeri terhuyung-huyung hingga sebentar lagi terpelenting meski cuma disenggol angin sepoi.

Saya sih pilihnya produsen gain. Itu merangsang produksi nasional. Lagi pula secara elementer, dalam struktur produsen gain itu, banyak pihak yang diselamatkan. Termasuk petani kroco-kroco yang dibilang bang Zul.

Tentu sayang ingin me-refer soal impor pangan dan pertanian sebagaimana ulasan bang Zul. Dengan tida terkiranya bang Zul membikin kejutan. Saking kagetnya, banyak sudah punya akun twitter, instagram dan tentu facebook, tak peduli, meski follower cuma seuprit. Selamat berbuka puasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun