Rp.30 triliun itu uang? Tentu. Manakala uang sebanyak itu dipakai beli kolak pisang ijo, maka beceklah satu Cilebut ini, hingga tiada nampak lagi mana tanah mana aspal. Selokan-selokan pun meluber gegara kolak pisang ijo yang bejibun.
Uang sebanyak itu ditempatkan di bank-bank Himbara, dengan maksud, diserap dunia usaha dengan aneka program relaksasi dan stimulus. Seturut itu, terbersit pula kebijakan suku bunga rendah yang turun 25 BPS beberapa kali oleh BI. Meski dari data, alangka lemotnya disusul suku bunga kredit perbankan.
Jangan ditanya kenapa suku bunga kredit perbankan lemot merespon kebijakan BI, tak terjun bebas seturut suku bunga acuan? Apakah fungsi intermediasi perbankan tak berjalan sebagaimana mesti? Di tengah tren likuiditas seret, barang tentu perbankan lebih getol mengatur pengendalian risiko internal secara ketat.
Apalagi bank-bank juga terikat oleh aturan internasional berupa Basel Accord . Yang tidak terikat Basel Accord cuma tukang bank keliling, sebagai wujud penghalusan panggilan untuk rentenir atau lebih buruk lagi lintah darat.
BUMN-BUMN asuransi penjaminan turut serta, bilamana UMKM terkendala di seputar soal underlying. Maka dengan bangga, salah satu asuransi penjaminan pelat merah memaparkan data penjaminan di layar, sembari disaksikan anggota dewan terhormat.
Ada penjaminan 53,23% untuk kelompok usaha besar, 24,77% untuk sektor pertanian, industri pengolahan cuma 7,44%. Sisanya ke sektor lain.
Terbersit Lah pertanyaan di benak ini, kenapa industri olahan cuma 7,44%? Walau kalau ditengok secara teliti, industri olahan inilah, sektor yang kontribusinya paling tinggi terhadap PDB selama pandemi hingga mencapai 19,87%.
Sementara kelompok usaha besar cuma 12,83% terhadap PDB. Meski tren kontribusi manufaktur ini terus turun sepanjang dua dekade terakhir. Data bisa dilihat di manufacturing indeks. sampai kapan begini, entahlah !
Kalau tuan dan puan, benar-benar berniat membantu, maka mestilah sektor existing PDB dengan peluang tumbuh lebih feasible yang diutamakan. Apalagi industri olahan ini, merupakan sektor yang juga menyerap tenaga kerja tinggi.
Maka di suatu kesempatan, berceritalah seorang teman, di grup WA komunitas, apa yakin relaksasi untuk kelompok usaha besar itu benar-benar berdampak ke sektor riil? Di tengah kecenderungan demand yang rendah? Di tengah risiko bisnis di sektor riil yang besar?
Barang tentu, dana Rp.30 triliun yang diserap kelompok usaha besar lebih banyak. Merekalah yang paling bankable. Namun uangnya akan kembali berputar-putar laksana as roda di investasi portofolio.