Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tradisi Maulid Nabi di Jorong Gantiang

11 Januari 2016   17:16 Diperbarui: 11 Januari 2016   17:27 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya yang enggak ngeh, langsung numplak mengambil semua lauk sekaligus. Mengambil sendok lauk karena tak biasa menggunakan tangan, dan menggeser air kobokan. Jangan harap anda menemukan sendok di acara-acara makan seperti ini, semua orang makan menggunakan tangan.

Sebelum acara bubar kepala suku Jambak Batino kembali menyampaikan kata-kata penutup. Rombongan selawatan pun pulang dibekali serahan berupa bungkusan makanan dan uang ala adarnya.

Puji-pujian itu disampaikan dengan dialek dan langgam Minang. Suatu corak beragama yang otentik. Saya teringat kata-kata seperti ini, suatu nilai, akan mengakar otentik bila bisa menjangkar pada budaya setempat. Jadinya kesadaran beragama tumbuh alamiah, tidak copy-paste dan menelan bulat-bulat semua yang bercita rasa Arab.

Mereka mendudukan agama dan budaya dalam persandingan nilai yang intim. Melahirkan vitalitas sosial dan mempererat kekerabatan. Di tempat-tempat seperti ini, agama tumbuh dengan orientasi sosial yang tinggi. Suatu ijtihad menyeret Islam yang Arab minded menjadi lebih bercorak Indonesiaisme.

Agama yang terlalu dipaksakan pada kungkuhan fiqih dan penjara bid’ah yang rigid, hanya akan merobohkan pilar-pilar sosial. Selama tujuannya adalah pemujaan pada Ilahi, dan menyalawatkan nabi, elaborasi budaya tetap dibutuhkan, agar salawat disampaikan, tetap mengakar dari bumi hingga pijakannya kuat menuju arsy-nya Allah.

Masyarakat Minang kaya dengan khazanah budaya. Social genius semacam ini harus terus terpelihara, agar tak punah digerus modernisme. Citra modernitas berpotensi mengupas satu demi satu identitas budaya, hanya karena ingin menjadi bagian citra masyaraat urban-moderen. Kendati berada di tengah gemuruh modernisme yang westernism, kita berharap, identitas sebagai orang Minang tetap terjaga dengan berbagai caranya. []

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun