Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PDIP, Adian, Ruhut dan Politik Taman Kanak-kanak

3 Oktober 2014   18:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:31 3718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14123093621808159229

Klimaksnya narsisme politik adalah, sebatas membanggakan diri dan menertawainya sendiri berkali-kali.Lihatlah Adian, selalu menganggap reformasi 98, adalah milik bapak moyangnya. Padahal reformasi itu perjuangan moral kolektif seluruh mahasiswa dan organ gerakan di tanah air. Sebagai tanggungjawab sejarah anak bangsa.

Adian acap kali bersolek dengan sejarah reformasi 98. Ia tak punya bahan lain, selain narsis dengan gerakan 98. Seolah-olah bila bukan karena dia, perjuangan reformasi berhenti seketika.

Ia (Adian) selalu mengklaim diri dan kelompoknya yang paling berperan dalam perjuangan reformasi 98. Dan disitulah kita tahu, ia bukan siapa-siapa. Ia bukan tokoh yang berpikiran besar.

Ia pamrih. Dan sekarang kekuasaan dikulumnya. Ia mulai nyaman di selangkangan kekuasaan. Kekuasaan dibelanya berdarah-darah. Jokowi yang waktu reformasi entah di alam mana, kini didaulat Adian cs sebagai anggota kehormatan aktivis 98. Adian Napitupulu cs menjual murah sejarah perjuangan mahasiswa demi syahwat kekuasaannya.

Rasa jumawa berlebihan elit PDIP, terutama ketua Umumnya dan cecunguknya seperti Adian cs, tentu menjadi penyakit dan virus bagi komunikasi politik yang sehat dan beradab. Menyakiti, merendahkan lawan politik di ruang publik, adalah perbuatan yang sesumbar telah menjadi tabiat elit dan cecunguk PDIP. Kita masih ingat, Mega yang begitu sombongnya menampik kedatangan ARB, Prabowo dan beberapa elit KMP lainnya. Ini adalah tabiat politik yang terlampau melukai lawan.

Kekalahan politik pilpres 2014, bukan sesuangguhnya kusumat yang menjadi sebab pembakar api perlawanan Koalisi Merah Putih hari ini terhadap Koalisi Indonesia Hebat. Bangunan resistensi politik saat ini, lebih disebabkan oleh gaya komunikasi politik PDIP yang terlampau menjaga jarak. Mengisolasi diri, dan menolak komunikasi dengan berbagai pihak seberang.

Mereka (elit PDIP), baru keteteran setelah formasi perlawanan itu apik dan mengancam. Akibatnya, dibikin “muter” pusing tuju keliling oleh SBY. PDIP dipecundangi SBY berkali-kali. PDIP dan elitnya, terengap-engap di tengah gelombang perlawanan. Dan kini tak sadar hendak memelas, meminta jatah pimpinan MPR dan alat kelengkapan di DPR. Ini kelucuan, atau kekanak-kanakan?

Dan sekarang, Adian cs baru sadar, melek dan mangap-mangap. Dikiranya politik itu seperti peradaban di jalan. Kapan saja ia boleh kencing, muntah dan berak di trotoar, tak ada yang urus. Dikiranya politik itu sebatas membayar Rp. 25.000 lalu mengumpulkan anak jalanan untuk demonstrasi, dan teriak-teriak berorasi.

Kini Ia (Adian cs) baru tahu, bahwa saluran politik itu soal gagasan, soal strategi dan taktik, soal kemampuan dan seni melobi yang beradab. Adian seperti lupa jalan pulang. Setelah sekian lama narsis dan bersolek dengan cermin sejarah reformasi 98 yang dibikinnya dengan tangan sendiri lalu ditentengnya kemana-mana.

Sekarang kita menunggu sikap PDIP, mau cooling down atau terus menghela kepongahan, setelah tiga kali dikuliti koalisi merah putih tanpa ampun.

Saya mengapresiasi dan menaruh hormat pada Bapak Pramono Anung (Mas Pram). Ia menjadi mesin pendingin yang mampu menurunkan tensi kepongahan PDIP yang terus memanas (baca : Kalah terus PDIP lobi).

Mas Pram, menjadi pintu masuk yang tepat untuk melerai baku hantam politik antara kedua faksi ini. Pramono relatif santun dan bisa diterima lintas partai.

Jauh hari, mestinya PDIP meng-harmonikan Mas Pram dengan kondisi politik yang alot ini. Bukan sebaliknya, membiarkan Adian terus berkoar di ruang publik tanpa isi dan penuh racun !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun