Mohon tunggu...
Munir Sara
Munir Sara Mohon Tunggu... Administrasi - Yakin Usaha Sampai

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” --Pramoedya Ananta Toer-- (muniersara@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PAN dan Golkar Mengulangi Formasi Politik 1999

11 Oktober 2014   19:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:27 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_328507" align="aligncenter" width="300" caption="PAN dan Golkar Mengulangi Formasi Politik 1999 (foto : ms doc)"][/caption]

Peta politik 2014 seakan menjadi cermin publik untuk berkaca pada formasi politik 1999. Kala itu, Ketua Umum Golkar ada di tangan Akbar Tanjung, sekaligus menjabat sebagai Ketua DPR. Sementara Amien Rais menjabat ketua umum PAN dan sekaligus sebagai ketua MPR.

Formasi yang sama terangkai di momentum pilpres 2014. Setelah melewati pertarungan sengit, Setya Novanto (Golkar) mengampu jabatan ketua DPR dan Zulkifli Hasan (PAN) terpilih sebagai ketua MPR. Menariknya, kedua tokoh sentral partai ini (Zulkifli dan Novanto), menjadi sosok yang sama-sama diunggulkan sebagai ketua umum Golkar dan PAN. Jadi ini cuma siaran tunda pertarungan politik 1999 Golkar dan PAN Vs PDIP. Sama persis.

Sebagai partai yang dua kali mendulang kemenangan pemilu, PDIP seakan terus dipecundangi dua partai ini (PAN dan Golkar serta rekanan koalisi). Ketika pemilu 1999, PDIP meraih suara terbanyak, namun kemangan beruntun PDIP itu, tak berbuah manis meraih tampuk kekuasaan.

Gelembung suara PDIP yang besar di dua pemilu, tak serta-merta menghantarkan partai berlogo banteng mulut berbusa itu ke gerbang kekuasaan. Pada tahun 1999 misalnya, Melalui kekuatan poros tengah yang digawangi Amien Rais, kekuatan politik Senayan tersedot. Mega terpojok dan memakai jubah kekalahan. Meski kemudiannya, dua tokoh partai ini (Amien Rais dan Akbar Tanjung) mengalungkan kekuasaan pada Megawati dan PDIP, pasca Gusdur terguling dari pemerintahan oleh manuver dua tokoh sentral yang sama (Pak Amin dan Hatta).

Di pemilu 2014, Golkar dan PAN kembali menjadi mentor pertarungan melawan PDIP. Kalaupun ada Gerindra, secara geneologi politik masih terhitung memiliki hubungan DNA politik dengan Golkar. Elit PKS dan PPP pun demikian, merupakan bagian kekuatan poros tengah yang punya andil merontokkan politik kekuasan PDIP dipemilu 1999.

Pada pemilu 2014, meski menang Pilpres dengan terpilihnya Jokowi-JK sebagai pasangan Presiden dan wakil, PDIP tak mampu menguasai parlemen. Sistem pemerintahan kita yang presidensial separuh-separuh (separuh presidensial separuh parlementarian), meniscayakan kekuatan politik parlemen ikut mewarnai image kemenangan PDIP di pemilu 2014. Bahkan DPR pasca negara orde baru cengkraman kekuasaannya jauh lebih kuat dari eksekutif (pemerintah). Dengan demikian, kembali berkuasa dua partai ini (Golkar dan PAN serta rekanan koalisi) di parlemen, PDIP seperti tak mengecap cita rasa kemenangan politik sesungguhnya. Seperti yang terjadi padapemilu 1999.

Keukeuhnya PDIP bertarung merebut kursi parlemen, adalah pertanda kekuatan parlemen teramat penting bagi PDIP untuk mencitrakan diri menang. Maka ketika puncak pimpinan DPR dan MPR didulang koalisi merah putih, citra kemenangan PDIP digunduli. Golkar dan PAN cs, mengulang peristiwa serupa sebagaimana yang terjadi pada pemilu 1999. Mengalahkan PDIP dengan kekalahan yang telak.

Secara politik, kita tidak sedang meratapi kekalahan ataupun berjumawa dengan kemenangan yang berlebihan. Yang dipetik adalah, kemenangan berantai PAN dan Golkar di pemilu 1999 dan 2014, adalah buah dari kecantikan bermain politik, mengelola kemungkinan dan kekuatan merangkul kelompok lain.

Kemenagan Golkar dan PAN cs, adalah juga buah dari kejumawaan PDIP yang selalu merasa di atas angin dan melihat partai seberang dangan sebelah mata. Kemenangan KMP merebut kursi parlemen dan MPR, adalah sebuah penciptaan ekuilibrasi politik, agar kekuasaan yang besar selalu diseimbangkan dengan kritisisme politik, agar kekuasaan tak sewenang-wenang atau menjadi intrumen membangun tirani kelompok. Kemenangan politik Golkar dan PAN cs, adalah sebuah pesan bertenaga, agar politik tak boleh dibangun dengan kesombongan politik yang teramat. Semoga menjadi pelajaran berharga. []

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun