Mohon tunggu...
yakub sobana
yakub sobana Mohon Tunggu... pegawai negeri -

semangat dan terus berjuang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Poligami Phobia Kaum Hawa

18 Mei 2010   23:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:07 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah kata yang sungguh jadi ganjalan di telinga kaum hawa yakni “poligami”. Menurutku mengapa harus jadi ganjalan bila makna kata tersebut ditanggapi secara objektif dan pola pikir islam. Dengan berpikiran tersebut maka hal-hal yang negative thinking tentang poligami tak akan bersinggungan lagi dengan perasaan kaum wanita. Maksud saya, poligami bisa jadi momok di para kaum wanita karena mereka merasa diperlakukan secara tidak adil dengan makna miring kata tersebut. Dilain pihak mereka merasa dilecehkan bila pasangan mereka berpoligami.
Berdasarkan pengalaman yang pernah saya perhatikan tentang makna poligami di Indonesia, kebanyakan banyak menyimpang dari apa yang pernah saya pelajari dari ilmu agama islam. Tetapi ada juga yang berpoligami yang sesuai dengan ajaran dan syariat agama islam. Mereka (istri ke satu dan istri kedua) dapat hidup rukun satu sama lain meskipun berdampingan dalam kesehariannya. Jikalau betul-betul menuruti ajaran islam maka makna poligami yang tadinya cenderung negatif menurut sebagian pendapat, mungkin akan berubah menjadi makna yang benar-benar dapat dimengerti.
Atas dasar tanggung jawab dan jiwa kepimimpinan seorang laki-laki, berpoligami dapat dihubungkan dengan kalimat tersebut. Mengapa demikian?, karena laki-laki tersebut andaikata berpoligami rasa tanggung jawab terhadap istri-istrinya akan lebih bersifat adil. Jiwa kepemimpinannya akan lebih dihormati dan di sayangi oleh istri-istrinya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran bahwa laki-laki itu pemimpin dari wanita. Bukan berarti makna tersebut diartikan sebagai penguasa wanita.
Memang seorang istri ditakdirkan untuk setia terhadap suaminya. Beda lagi dengan seorang suami, bahwa seorang suami ditakdirkan untuk bertanggung jawab terhadap istrinya. Ini bisa diartikan juga bahwa seorang istri tidak perlu bertanggung jawab terhadap suaminya dan begitu juga seorang laki-laki tidak harus selalu setia terhadap istrinya. Karena bila kata setia itu diwajibkan untuk suami berarti poligami itupun akan menjadi hal yang berdosa bagi laki-laki. Begitu halnya bila tanggung jawab diperuntukan untuk kaum istri kepada suaminya.
Berpoligami kadang-kadang dimanfaatkan oleh sebagian laki-laki untuk pemuas hawa nafsu sexnya bukan untuk menjalakan ibadah kepada Allah subhanawataala. Mereka mengatas namakan agama. Padahal bila poligami menurut agama Islam harus mentaati beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi dan dilaksanakan. Bukan sekedar menikahi dan memanfaatkan ayat-ayat Allah untuk memenuhi hasrat dan naluri biologisnya.
Cerita lain tentang A Agym yang berpoligami dengan menikahi perempuan yang bernama teh Rini. A Agym melakukannya sudah sesuai dengan persyaratan agama Islam, walaupun banyak yang pro dan kontra. Sebagian orang menentang hal tersebut dikarenakan popularitas beliau yang jadi panutan dan figur ulama di Indonesia. Ada juga sebagian orang mendukung dan memberi support karena keberaniannya membuktikan sesuatu yang diperbolehkan oleh hukum Islam tetapi banyak yang tidak setuju akan kebeeradaan hukum tersebut. Ada juga yang menyebut beliau sebagai “Pahlawan”.
Memperhatikan kata “pahlawan” yang disandangkan terhadap A Agym, sungguh spektakuler. Begitu beratnya beliau menentukan untuk berpoligmi karena mempertaruhkan popularitas, kepercayaan, dan majelis ta’lim yang beliau pimpin. Memang sebuah perjuangan memerlukan pengorbanan yang berharga. Beliau melakukan itu bukan semata punya tujuan lian , melainkan untuk menghindari dari fitnah.
Demikianlah pemahaman poligami menurut sudut pandang pribadi. Tapi itu juga tak secara subjektif, saya kaitkan dengan syariat Islam. Memang poligami itu ada dalam syariat Islam. Tapi bukan merupakan sebuah pilihan yang harus jadi keputusan picik untuk menentukannya. Perasaan dan hati wanita yang sangat sensitive , sangat memerlukan perhatian yang lebih dari pada membuat pilihan untuk melakukan poligami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun