Mohon tunggu...
yakub adi krisanto
yakub adi krisanto Mohon Tunggu... -

hanya seorang yang menjelajahi belantara intelektualitas, dan terjebak pada ekstase untuk selalu mendalami pengetahuan dan mencari jawab atas pergumulan kognisi yang menggelegar dalam benak pemikiran.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Meninjau Ulang Fungsi Polri Pasca Penembakan Warga di Limbang Jaya

30 Juli 2012   00:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:27 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_203572" align="aligncenter" width="400" caption="lustrasi: Kepolisian menjaga ketat unjukrasa ribuan warga dari 14 desa di gedung DPRD Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Kamis (31/5/2012)./Admin (KOMPAS/Irene Sarwindaningrum)"][/caption] Sengketa lahan antara PTPN VII dan warga di desa Limbang Jaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan menumbalkan warga yang tertembak luka-luka dan meninggal. Penguasaan tanah yang terjadi sejak tahun 1982 melalui pemaksaan kepada warga menjadi masalah sampai saat ini dan diselesaikan dengan mengedapankan ujung senapan aparat kepolisian. Dialog yang terbangun dikesampingkan oleh PTPN VII dengan memanggil aparat kepolisian untuk melakukan patroli yang oleh polisi disebut patroli dialogis. Patroli yang dilakukan didasarkan pada inisiatif salah satu pihak yang bersengketa dengan meminta aparat kepolisian hadir dan melakukan aktivitasnya di tengah masyarakat. Apakah warga desa yang mengundang aparat kepolisian? Dalam Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian (UU Kepolisian) mengatur mengenai fungsi polisi yaitu sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan, dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Fungsi polisi sebagai salah satu fungsi pemerintah negara ditegaskan pada Pasal 5 UU Kepolisian yaitu sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Penegasan fungsi polisi dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat ditegaskan pula dalam tugas polisi yaitu memelihara keamanan dan ketertiban; menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 13 UU Kepolisian). Pertanyaan yang mengemuka berkaitan dengan berbagai insiden yang melibatkan polisi di beberapa daerah seperti Mesuji, Bima dan terakhir di Limbang Jaya adalah bagaimana apabila polisi dalam menjalankan aktivitasnya mengingkari fungsi dan tugasnya yang diatur dalam undang-undang? Pengingkaran terjadi ketika kegiatan yang dilakukan polisi ditengah masyarakat menimbulkan teror dan gangguan keamanan atau menciptakan ketidaktertiban masyarakat. Fungsi polisi dikhianati sendiri, kehadirannya tidak untuk menjalankan fungsinya dengan baik dan benar, namun melahirkan ketidakamanan dan ketidaktertiban masyarakat. Dalam konteks kasus sengketa lahan antara PTPN VII dan warga di Limbang Jaya, yang semula upaya-upaya penyelesaian dilakukan dengan dialog antar kedua belah pihak berubah menjadi teror negara kepada warga negaranya. Teror terjadi ketika polisi hadir dengan atributnya untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya tidak untuk menjalankan perintah undang-undang, namun malah mengkhianati dengan menembak rakyat yang sebenarnya berkontribusi pada pembayaran gaji mereka. Fungsi dan tugas Polri yang utama adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Faktanya, dalam beberapa insiden Polri menjadi aktor utama untuk mengganggu keamanan dan ketertiban. Kehadiran polisi tidak dilakukan dengan niat untuk memelihara keamanan dan ketertiban, melainkan melakukan tindakan represif dalam bentuk kekerasan terhadap warga negara. Atau niat itu luntur ketika berhadapan dengan ketidakpuasan warga yang menuntut penyelesaian atas masalah-masalah yang dihadapi. Kecenderungannya polisi hadir berhadap-hadapan dengan masyarakat, membela kepentingan subyektif pemerintah atau pemodal (perusahaan). Polisi adalah penegak hukum. Kapasitas sebagai penegak hukum terbentuk karena salah satu tugasnya adalah menegakkan hukum. Menegakkan hukum yang dilakukan oleh polri ketika hadir ditengah sengketa atau konflik antara negara c.q pemerintah atau pemodal (perusahaan) dengan warga masyarakat, adalah menindas warga untuk tunduk pada kepentingan pihak lain (pemerintah atau pemodal). Polisi bersikap tidak adil dan lebih memihak salah salah satu pihak, daripada bersikap netral. Sebagai penegak hukum, hukumlah yang harus menjadi pertimbangan utama dalam melakukan penilaian terhadap situasi yang berkembang dimasyarakat. Penilaian ini menuntut polisi untuk memiliki wawasan penyelesaian sengketa didasarkan pada akar permasalahan yang terjadi. Polisi tidak serta merta melakukan penilaian yang menyudutkan salah satu pihak dengan apriori bahwa masyarakat sebagai pihak yang salah, dan membela pihak lain dengan bertindak represif terhadap masyarakat. Tugas polisi untuk menegakkan hukum, dalam hal ini mengambil peran untuk mendalami permasalahan yang menjadi pusat konflik atau sengketa. Dalam situasi demikian, polisi berani menjadi mediator yang netral dan menganjurkan para pihak untuk menempuh jalur hukum. Fakta yang sering terjadi adalah polisi lebih melayani kepentingan pemerintah dan menjadi tidak netral dalam penegakan hukum. Bahkan ironisnya, polisi membela yang bayar yaitu mereka yang mengundang aparat kepolisian dengan dalih menjaga keamanan atau agar situasi tetap kondusif. Namun sebaliknya kehadiran polisi menjadi pemicu ketidakamanan dan keadaan chaos ditengah masyarakat. Ketika kekerasan dengan senjata yang terkokang dan diarahkan ke masyarakat, rakyat yang harusnya dilindungi dan diayomi menjadi 'telanjang' perlindungannya. Kondisi 'telanjang' inilah yang kemudian mengakibat rakyat rentan menjadi korban sikap arogan aparat polisi yang bertindak anarkhis. Meninjau ulang fungsi polri, berarti membekali para komandan polisi dengan kemampuan untuk menganalisis akar masalah berdasarkan hukum. Polisi tidak asal mau diperintah seperti anjing yang dipameri tulang sehingga mau melakukan apa saja oleh si pembawa tulang. Polisi menilai dengan dasar analisis yuridis atas sengketa yang terjadi. Kemudian tindakan yang diambil harus diuji kembali dengan fungsi dan tugas polisi yaitu menjaga keamanan dan ketertiban. Apakah tindakan yang akan dilakukan memang untuk menjaga keamanan dan ketertiban, ataukah menjadi sumber ketidakamanan dan ketidaktertiban?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun