Mohon tunggu...
yakub adi krisanto
yakub adi krisanto Mohon Tunggu... -

hanya seorang yang menjelajahi belantara intelektualitas, dan terjebak pada ekstase untuk selalu mendalami pengetahuan dan mencari jawab atas pergumulan kognisi yang menggelegar dalam benak pemikiran.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Teror(isme) dan Peacebuilding

19 Maret 2011   06:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:39 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terdapat perubahan strategi dalam upaya melakukan teror, dari penempatan bom di gedung-gedung bertingkat yang dinilai sebagai representasi pihak yang dibenci ke pengirim bom yang bersifat personal/kolektif. Namun perlu diklarifikasi di awal tulisan ini bahwa meski ada perubahan strategi tapi tidak bertendensi bahwa pelaku teror (yaitu perancang aksi/perakit/pengirim bom) dari setiap strategi adalah pihak yang sama.

Apapun strategi yang dipilih dalam melakukan aksi teror, tujuan utama adalah menimbulkan rasa takut atau tidak aman di area public. Teror berasal dari kata bahasa latin terrere yang berarti menimbulkan ketakutan, kecemasan atau kepanikan (to frighten). Teror sendiri merujuk pada ketakutan (fear), yaitu an emotional response to threats and danger (www.wikipedia.org). Teror adalah ketakutan. Dan tujuan adanya teror atau melakukan teror adalah menimbulkan ketakutan. Dengan segala cara yang bisa dan mungkin dilakukan oleh produser teror dalam menimbulkan ketakutan. Ketakutan adalah tujuan dan sekaligus akibat dari teror.

Dalam  situasi kekinian berkaitan dengan bom buku yang tersebar di beberapa tempat dan ditujukan ke beberapa individu sudah dapat dikategorikan sebagai teror. Dimana aksi atau tindakan dengan mengirim paket (buku) dan sebagian paket tersebut terbukti benar merupakan bom. Dampak dari rangkaian aksi pengiriman paket (buku) tersebut adalah lahirnya ketakutan atau kekuatiran di masyarakat. Bentuk dari ketakutan masyarakat tersebut adalah maraknya laporan masyarakat ke aparat kepolisian ketika menerima atau menemukan paket atau bungkusan yang mencurigakan.

Bertolak dari pengertian teror maka aksi bom buku yang terjadi beberapa hari ini sudah dapat dikualifikasikan sebagai (aksi) teror. Karena teror bom buku sudah mempengaruhi kondisi psikologis masyarakat yaitu ketakutan atau kekuatiran. Masyarakat yang takut dan kuatir menjadi tujuan dari aksi teror yang dilakukan dan dia/mereka berhasil.

Pertanyaan selanjutnya adalah siapa dia/mereka yang melakukan atau mengirimkan paket bom buku? Apakah aksi dia/mereka itu dapat dikategorikan sebagai terorisme? United Nation Secretary General mendefinisikan terrorism adalah as any act ‘intended to cause death or serious bodily harm to civilians or non-combatants with the purpose of intimidating a population or compelling a government or an international organization to do or abstain from doing any act (www.wikipedia.org). Bruce Hoffman memberikan karakteristik terorisme yaitu  

·      Ineluctable political in aims and motives

·      Violent – or, equally important, threatens violence

·      Designed to have far-reaching psychological repercussions beyond the immediate victim or target

·      Conducted by an organization with identifiable chain of command or conspirational cell structure (whose members wear no uniform or identifying insignia)

·      Perpertrated by a subnational group or non-state entity.

Center for Strategic and International Studies mendefinisikan terrorism adalah as political violence in a asymmetrical conflict that is designed to induce terror and psychic fear (sometimes indiscriminate) through the violent victimization and destruction of noncombatant targets (sometimes iconic symbols). Such acts are meant to send a message from an illicit clandestine organization. The purpose of terrorism is to exploit the media in order to achieve maximum attainable publicity as an amplifying force multiplier in order to influence the targeted audience(s) in order to reach short-and midterm political goals and/or desired long-term end states.

Benang merah dari terorisme adalah [1] menimbulkan teror baik fisik maupun psikis; [2] bermotif politik; [3] publikasi sebagai media komunikasi dan [4] dilakukan oleh kelompok non negara. Kriteria keempat banyak ditolak karena terdapat state terrorism, yaitu teror yang dilakukan oleh negara. Teror tidak hanya bisa dilakukan oleh kelompok non negara, tetapi negara juga bisa melakukan teror kepada warga negaranya.

Teror identik dengan ketakutan, dan usaha menghasilkan rasa takut dengan melakukan kekerasan baik fisik maupun psikis. Kekerasan dilakukan untuk menimbulkan korban jiwa, maupun dampak lain dari aksi teror yaitu ketakutan masyarakat dengan menciptakan rasa tidak aman. Masyarakat yang mengalami ketakutan diharapkan akan menunjuk pemerintah yang gagal memberikan perlindungan. Penilaian atas kegagalan negara menjadi bentuk delegitimasi negara dan dapat menjadi benih awal lahirnya perlawanan terhadap negara.

Aksi teror adalah media komunikasi dan publisitas mengenai keberadaan pelaku dan pesan-pesan tertentu yang hendak disampaikan. Maksud dan tujuan teror bom buku belakangan ini belum dapat ditebak. Banyak analisis maksud dan tujuan yang bersebaran melalui bantuan media cetak maupun elektronik. Pertama, pengalihan isu-isu politik seperti century, wikileaks atau mafia pajak. Kedua, berkaitan dengan pembungkaman gerakan pluralism. Ketiga, pemecah perhatian konflik diantara kekuatan politik atau bahkan konflik internal kekuatan politik tersebut.

Publikasi menjadi aspek penting dari terorisme. Jumlah bom atau korban yang dihasilkan, lokasi bom dapat menjadi bahan publikasi yang menarik. Diharapkan dengan aksi teror tersebut media menjadi tertarik dan menginformasikan (secara masif) kepada khalayak. Penginformasian juga diharapkan tidak terjadi sekali tetapi dilakukan berulang kali dengan intensitas durasi yang panjang. Untuk mencapai publikasi yang demikian, dalam konteks teror bom buku jumlah bom dan sasaran bom menjadi penting untuk menarik perhatian media.

Hasilnya adalah teror bom buku memperoleh porsi pemberitaan yang dominan di media cetak dan elektronik. Pelaku teror berhasil dengan aksi teror dalam pengiriman teror bom buku dengan pemberitaan intensif. Aksi teror dikupas dan dianalisis oleh beberapa pihak yang ditayangkan di media. Pengupasan dan analisis dengan bernas disampaikan, namun hasilnya hanya sekedar tebakan semata. Artinya tetap menunggu hasil penyelidikan atau investigasi aparat POLRI atas teror bom buku di beberapa lokasi.

Teror adalah aksi atas reaksi dari situasi yang melatarbelakangi. Dengan berbagai motif dan tujuan yang berwatak politik dan sulit untuk mengungkapkan secara jelas, maka yang dapat dilakukan adalah melihat bahwa pertama, teror dilakukan karena terjadi ketegangan atau konflik antara pelaku teror dengan negara atau masyarakat. Kedua, mengantisipasi dampak teror dalam hal pemulihan korban dan pencegahan agar tidak terjadi pengulangan aksi

Akar teror dengan segala derivasinya dan antisipasi dampak teror dapat dilakukan dengan upaya membangun perdamaian (peacebuilding) di masyarakat. Membangun perdamaian adalah langkah preemtif sekaligus preventif untuk mengurangi teror di masyarakat. Teror adalah manifestasi konflik dari pelaku dengan pihak luar pelaku seperti negara. Untuk itu dalam mengatasi konflik tersebut dibutuhkan upaya membangun perdamaian untuk mengurangi eskalasi konflik yang semula bersifat personal atau kolektif menjadi inter-kolektif dan menasional.

The Alliance for Peacebuilding mendefinisikan peacebuilding sebagai berikut the set of initiatives by diverse actors in government and civil society to address the root causes of violence and protect civilians before, during and after violent conflict. Peacebuilders use communication, negotiation, and mediation instead of belligerence and violence to resolve conflict. Effective peacebuilding is multi-faceted and adapted to each conflict environment. There is no one path to peace, but pathways are available in every conflict environment. Peacebuilders help belligerents find a path that will enable them to resolve their differences without bloodshed. The ultimate objective of peacebuilding is to reduce and eliminate the frequency and severity of violent conflict (www.wikipedia.org).

Dari definisi peacebuilding tersebut mengemuka beberapa aspek yaitu [1] para pihak yang terlibat dalam pembangunan perdamaian; [2] tujuan pembangunan perdamaian; dan [3] strategi pembangunan perdamaian. Pihak yang terlibat untuk melakukan pembangunan perdamaian adalah negara dan masyarakat sipil. Negara (Indonesia) dalam Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa kehadirannya untuk memberikan perlindungan seluruh tumpah darah Indonesia. Perlindungan berarti memberi rasa aman bagi warga negaranya. Rasa aman dapat terbentuk apabila ada perdamaian dalam relasi antara negara dengan masyarakat, maupun antar masyarakat. Perlindungan untuk memberi rasa aman juga membutuhkan kontribusi masyarakat sipil.

Tujuan pembangunan perdamaian adalah mencari atau menggali akar penyebab kekerasan/konflik dan melindungi masyarakat sipil sebelum, selama dan sesudah terjadinya kekerasan. Masih maraknya teror bom menunjukkan bahwa belum selesainya penyelesaian konflik yang terjadi. Atau negara dan masyarakat sipil belum berhasil menemukan penyebab kekerasan yang termanifestasi dalam bentuk bom. Penggalian akar kekerasan menjadi proses berkesinambungan yang diinisiasi negara dan masyarakat sipil. Sehingga tanpa upaya mencari akar kekerasan maka solusi yang dilakukan bersifat reaktif dan koersif. Diharapkan dengan pembangunan perdamaian terjadi pengurangan dan pembatasan konflik/kekerasan termasuk didalamnya intensitas peledakan bom.

Strategi pembangunan perdamaian sebagai upaya mencegak aksi teror adalah komunikasi dan sarana penyelesaian konflik seperti mediasi, negoisasi, arbitrase (alternative dispute resolution). Komunikasi dengan pihak-pihak yang selama ini ditenggarai sebagai pelaku teror perlu dilakukan oleh negara dan masyarakat sipil. Sarana penyelesaian konflik digunakan pasca terjadinya kekerasan atau konflik.

Teror sebagai bentuk kekerasan dapat diminimalisasi tidak hanya dengan langkah koersif-represif. Melainkan perlu upaya sistematis-strategis seperti pembangunan perdamaian. Namun ide pembangunan perdamaian sepertinya belum menjadi bagian strategis untuk mengelola kekerasan seperti teror bom. Ide ini masih perlu dikembang-praktekkan dalam mengurai masalah kekerasan yang terjadi di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun