"Aku teh hangat juga," balasku sembari menuliskan minuman yang kami pesan pada lembar kertas yang sudah di sediakan itu.
"Kamu sih ngikutin aku mulu," ledeknya.
"Enggak kok. Kan aku sika teh juga,"
"Ya sudah! Sana ngantairn pesanannya." Secepat kilat aku melangkah membawa serta kertas di tanganku. Rina tetap di tempat sambil menungguku.
"Rencananya kuliah di mana?" Ucapku to the point setelah kembali ke meja
"Kata bapaku, dia menyetujui usulanku untuk kuliah di Jogja," katanya.
"Ha! di Jogja? Jauh amat," tukasku.
Aku kaget bukan main setelah mendengar ucapannya akan kuliah di Jogja. Kami akan berpisah. Dunia akan segerah memisahkan cinta yang telah kami rajut bersama selama ini. Kenapa semesta setega ini? Batinku. Aku tak mampu menghalanginya, karena ini adalah pilihan bebas yang telah ia tentukan untuk masa depannya.
"Tapi aku janji, aku enggak bakalan macam-macam kok. Aku akan tetap setia pada cinta kita. Aku janji!" Janjinya dengan nada tegas. Matanya segerah mengalir air. Air mata yang menandakan sebuah perpisahan sekaligus penyesalan. Bagaimanapun, masa depan adalah hal esensial yang harus digapai oleh setiap pelajar.
***
Cintaku masih menunggu hingga kuliahnya selesai. Aku bahkan selalu menjauh dari perempuan yang mencoba mendekatiku, karena mereka tidak memiliki aura yang memesonai diriku. Rinalah salah satu tipeku. Penantianku kini terjawab. Setelah kudengar dari bapanya, Rina akan kembali hari ini. Menjelang siang, karena kabarnya akan tiba pukul 11. 00 AM, aku sudah menunggunya di bandara. Hatiku sangat gembira. Suasana di bandara sangat ramai, dipenuhi dengan turis yang berlalu-lalang. Aku hanya menunggunya di luar, tepatnya di halaman bandara. Aku sedang duduk sambil memperhatikan orang-orang yang keluar masuk bandara, tampak wanita yang sangat bagiku sembari menggandeng seorang lelaki. Aku kaget bukan main, dia adalah Rina yang pernah menjanjikan cinta kepadaku.