Mohon tunggu...
M yahya wahyudin
M yahya wahyudin Mohon Tunggu... Atlet - Reasearcher

Orang bodoh yang tak kunjung pandai

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pandemi yang Berujung pada Petaka Matinya Hak Asasi Manusia

10 Mei 2023   15:48 Diperbarui: 10 Mei 2023   16:07 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sudah 2 tahun lebih kita dihadapkan dengan pandemi, namun bencana tersebut tak kunjung usai. Tentunya pandemi tersebut menghadirkan elegi yang sangat menyakitkan; berjuta-juta jiwa mati, segala aktivitas terhenti serta ruang gerak yang dibatasi. Tetapi, ada yang lebih menyakitkan semenjak pandemi melanda, yaitu seakan-akan matinya hak asasi serta dipertontonkanya pemerintahan yang semena-mena. Hematnya, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak berpihak pada kepentingan rakyat, bahkan suara-suara kritis yang gencar mengevaluasi kebijakan pemerintah dibabad habis oleh pemerintah lewat UU ITE. 

Terhitung semenjak tahun 2019 sampai sekarang banyak sekali kebijakan pemerintah yang termanifestasi kedalam undang-undang tidak berpihak pada kepentingan rakyat, seperti UU KPK, UU MK dan juga UU Omnibus Law yang didalamnya memuat 11 klaster dan mengabungkan 79 undang-undang dan beberapa diantaranya bermasalah termasuk UU Ketenagakerjaan dan yang paling disorot adalah UU Cipta Kerja, lebih parahnya UU Ciptaker tidak hanya bermasalah secara materiil.

Secara formil pun mekanisme pembentukan undang-undang tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimna telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dari tahap Perencanaan sampai tahap pengundangan tidak melalui mekanisme yang benar termasuk tidak melibatkan asprasi rakyat dalam pembentukan Undang-Undang tersebut. lebih parahnya Undang-Undang tersebut juga telah mengikis jaminan hak asasi manusia.

Berbicara hak asasi manusia, selama pandemi berlangsung penegakan hak asasi manusia juga mengalami degradasi yang cukup besar. Dimuat dari Beritasatu indeks hak asasi manusia di Indonesia pada tahun 2020 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. skor rata-rata seluruh variabel pada indeks HAM 2020 yaitu sebesar 2,9 persen, tentunya menurun secara signifikan jika dibanding tahun 2019 yang mencapai 3,2 persen. Pengukuran indeks tersebut menggunakan rentang nilai 1-7. 

Maka dari angka pencapaian tersebut dapat kita lihat kondisi yang sangat mengkhawatirkan pada penegakan HAM di Indonesia. Secara kasat mata pun dapat kita lihat, bagaimana pemerintah gencar sekali melakukan pembungkaman dan penangkapan terhadap orang-orang yang keras dalam mengkritisi kebijakan pemerintah dengan menggunakan UU ITE. Padahal jelas bahwa hak untuk menyampaikan pendapat telah diatur dan dilindungi oleh UUD 1945 beserta turunannya. 

Selain itu perlu kita tekankan, bahwasanya salah satu prinsip mendasar dari negara demokrasi adalah adanya penghormatan dan penegakan terhadap hak asasi manusia, prinsip tersebut tentunya perlu diterapkan apalagi Indonesia telah meratifikasi Deklarasi HAM Universal dan juga Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Tetapi kembali, dengan adanya UU ITE seakan-akan negara merampas hak-hak yang selalu bersinggungan dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi serta Transaksi Elektronik telah memperlihat keperkasaanya ditangan penguasa. bagaimana Undang-Undang tersebut membungkam satu-satu persatu suara-suara kritis dari rakyat. Hal itu menjadi satu konsekuensi logis hidup di negara yang mempunyai sistem hukum berpaham Legal Positivistik, dalam artian penegakan aturan hukum selalu mengacu pada konteks aturan tertulis yang ada dalam isi Undang-Undang itulah yang harus diterapkan tanpa mempertimbangkan apakah peraturan perundang-undang tersebut sudah adil atau tidak. 

Maka Prof Satcipto Raharjo mengeluarkan Teori Hukum Progresif sebagai jawaban agar bisa mendorong para penegak hukum untuk berani membuat gebrakan baru dalam menjalankan hukum di Indonesia agar tidak terbelenggu oleh pikiran positivis dan legal analytical. Selaras dengan apa yang dikatakan Prof Susi Dwi Harjanti bahwasanya asas yang paling mendasar dalam hukum adalah asas penghormatan terhadap manusia.

Dalam negara demokrasi hukum tidak bisa dikesampingkan, justru demokrasi dan hukum memiliki kaitan erat. Demokrasi sebagai suatu sistem pengelolaan politik akan sangat mempengaruhi negara hukum, hukum tanpa demokrasi akan semata-mata menjadi alat legitimasi penguasa. Sebaliknya, demokrasi tanpa hukum hanya akan berjalan ke arah sewenang-wenang. Tetapi jika kita rasakan pada tahap implementasinya tidaklah demikian, hidup bernegara dalam sistem demokrasi seperti Indonesia kita merasakan seakan-akan hidup dalam bayang-bayang otoritarianisme. 

Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Steven Lavitsky dan Daniel Ziblat bahwa demokrasi mati hari ini bukan karena kudeta dan pembajakan oleh militer tetapi demokrasi mati hari ini jutsru karena pemimpin yang lahir dari bilik suara atau pemilu, seperti halnya terjadi di beberapa negara bagian Amerika Latin. Mereka yang terpilih melalui pemilihan umum banyak membajak lembaga-lembaga demokrasi termasuk mencederai HAM, lebih lanjutnya Lavitsky dan Ziblat mengutip dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Juan Linz dalam bukunya yang berjudul The Breakdown of Democratic Regimes.

Buku tersebut melihat peran para politikus yang menunjukan bagaimana sikap mereka bisa mengancam demokrasi. Linz memberikan ciri-ciri atau beberapa indikator untuk mengenali pemimpin yang otoriter diantaranya; Menolak aturan main demokrasi, menoleransi atau menyerukan kekerasan, menunjukan kesediaan membatasi kebebasan sipil lawan, termasuk media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun