Sebagai wasit pemilu maka integritas penyelenggaraan pemilu jadi taruhan. Bawaslu didirikan atas kehendak konstitusi maka dari itu segala keputusan yang dikeluarkanya harus juga berdasarkan konstitusi, namun sering kali kita melihat keputusan-keputusan bawaslu yang keluar dari pakem konstitusi. Sebagai contoh pada tahun 2019 bawaslu menjadi pusat kritik public karna kinerjanya sebagai pengadil pemilu. Seperti dilansir dari Tirto.id beberapa hal yang dikritik itu antara lain:
1. Putusan tak temukan dugaan pelanggaran mahar politik Sandiaga Uno
2. Tebang pilih terkait pemanggilan kepala daerah pendukung pilpres
3. Meloloskan 12 caleg eks koruptor yang sebelumnya dinyatakakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU
4. Meloloskan pengurus partai politik ke daftar calon tetap anggota DPD dalam pilkada 2019
Anggaran pengawas pemilu 2019 Bawaslu senilai 14.2 triliun
Sebagai sebuah lembaga yang independen seharusnya bawaslu bisa tegas dan konstisten serta tidak bisa ditendensi oleh pihak manapun. Independensi bawaslu merupakan satu hal yang mutlak yang melekat dan tidak bisa dilepaskan, ontology nya mungkin bisa dikatakan seperti itu, namun realita yang terjadi tetep saja masih banyak keputusan-keputusan bawaslu yang bisa ditendensi oleh pihak lain apalagi pihak penguasa.Â
Tugas bawaslu menurut UU No 7 Tahun 2017 tidak hanya menjadi lembaga pengawas dan pengadil pemilu namun juga harus bisa mencegah pelanggar-pelanggaran pemilu. Representasi dari itu mungkin kita melihat adanya program baru dari bawaslu yaitu sekolah kader pengawasan partisipatif (SKPP) yang nanti output nya akan melahirkan kader-kader yang terjun langsung ke masyarakat untuk mensosialisasikan berbagai penyelenggaraan pemilu yang bersih dan adil.Â
Namun sepertinya hal itu belum efektif sama sekali, bahkan bisa dibilang hanya membuang anggaran saja. Karna pada praktek dilapanganya tidak terlihat, kader-kader SKPP tidak memliki rasa tanggung jawab untuk bisa mengemban tugas itu ditambah tidak ada follow up dari bawaslu sama sekali. Percuma saja jika hanya berkutat pada ranah teori tanpa melakukan aksi hal itu hanya sebagai mimpi yang tidak akan pernah terealisasi. Seperi apa yang dikatakan oleh filsuf hegel jika "Tidak ada kesuksesan di dunia yang di raih tanpa aksi".
Seharusnya setelah SKPP itu dilaksanakan, bawaslu juga bisa terus menjadi fasilitator untuk bisa mewadahi para kader SKPP untuk bisa mengamalkan ilmu yang didapatkanya dilapangan. Jika dilihat dalam Kamus besar bahasa Indonesia pengertian kader yaitu orang yang diharapkan memegang peran yang penting dalam pemerintahan, partai dan sebagainya.Â
Maka para kader SKPP pun harus mempunyai peran yang besar untuk bisa mencegah berbapa tindak pidana pemilu yang banyak terjadi. Disamping itu anggaran yang dikeluarkan bawaslu untuk penyelanggaraan SKPP juga tidak sedikit, maka atas segala pertimbangan diatas mewajibkan para kader SKPP ikut andil dalam penyelenggaraan pemilu yang bersih dan adil.
Bawaslu yang mempunyai salah satu wewenang untuk menanangi tindak pidana pelanggaran pemilu maka untuk menguatkan wewenang itu disamping melaksanakan ketentuan pasal 486 ayat 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, perlu menetapkan peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang penegakan sentra hukum terpadu yaitu dengan keluarnya Peraturan Bawaslu Nomor 9 Tahun 2018 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu.Â
Dalam pasal 1 ayat 2 dijelaskan jika Sentra Penegakan Hukum Terpadu yang disebut Gakkumdu adalah pusat aktivitas penegakan hukum tindak pidana pemilu yang terdiri dari unsur Badan Pengawas Pemilihan Umum, Badan pengawas Pemilihan umum Provinsi, dan/atau Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepolisian Daerah, dan/atau Kepolisian Resor, dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi dan/atau Kejaksaan Negeri.
Melihat redaksi yang tertuang dalam Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2018 Pasal 1 ayat 2, itu menunjukan bahawa pembentukan Gakkumdu bertujuan untuk penguatan wewenang Bawaslu untuk menangani pelanggaran pemilu yang bekerja sama bersama Kejaksaan dan Kepolisian.Â
Tentunya ini menjadi sebuah semangat dan rasa optimis untuk memberantas segala bentuk pelanggaran tindak pidana pemilu, ketiga lembaga tersebut juga mempunyai kemampuan-kemampuan yang dirasa cukup dan mumpuni untuk mengatasi hal tersebut. Walaupun mempunyai tujuan yang sama ketiga lembaga tersebut tentunya juga mempunyai prinsip yang berbeda-beda, lalu seberapa besar peran bawaslu dalam lembaga tersebut?
Sebagaimana tercantum dalam Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2018 Pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan jika Gakkumdu dibentuk dan ditetapkan dengan surat keputusan Ketua Bawaslu setelah berkoordinasi dengan Kapolri dan Jaksa Agung. Itu jika dalam tingkatan daerah,Â