Maraknya kasus malpraktik di dunia kesehatan belakangan ini menjadi suatu hal yang menakutkan dikalangan masyarakat, terutama masyarakat Indonesia. Mulai dari kesalahan diagnosis hingga prosedur medis yang keliru, banyak mengakibatkan kerugian seperti kecacatan bahkan sampai hilangnya nyawa seseorang. Ironisnya, hal ini juga terjadi di institusi yang seharusnya menjadi tempat terakhir seseorang bergantung untuk keselamatan dan kesembuhan.
Dilema Malpraktik: Saat Kepercayaan pada Tenaga Medis Dipertaruhkan
Mengutip dari jurnal Intelek dan Cendikiawan Nusantara, menurut data MKDKI, menunjukkan bahwa kasus malpraktik oleh dokter kandungan cukup tinggi. Sebagai contoh, kasus malpraktik yang sampai disidangkan ke Mahkamah Agung adalah tim dokter yang terdiri atas dr.Ayu, dr.Hendi Siagian, dan dr. Henry Simanjuntak di RS Dr. Kandau Manado  terhadap  korban,  Julia  Fransiska  Makatey.  Kasus lainnya, malpraktik oleh dr.Heryani Parewasi, Sp.OG. di RSUD Anutapura Palu terhadap korban, Nur Indah Restuwati dan masih banyak lagi lainnya. Pertanyaannya, apakah kita benar-benar aman di tangan tenaga kesehatan yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga nyawa manusia?
Di balik gemerlapnya prestasi dunia kesehatan dan inovasi teknologi kesehatan, muncul pertanyaan besar: kenapa malpraktik terus terjadi? Apakah murni dari kesalahan individu? Saat masyarakat kehilangan kepercayaan pada profesi yang dulu dianggap mulia, penting untuk mengupas lebih dalam akar permasalahan ini. Bagaimana cara menangani hal ini dan apakah ada mekanisme yang cukup kuat untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali?
Apa Itu Malpraktik Medis ?
Malpraktik medis adalah tindakan kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, seperti dokter, perawat, atau ahli bedah, yang tidak sesuai dengan standar profesi dan prosedur operasional. Di dalam dunia dunia kesehatan, kasus malpraktik terjadi dengan sangat beragam, seperti kesalahan diagnosis, prosedur bedah yang salah, pemberian obat yang tidak sesuai, atau pengabaian standar operasional. Ketidaktepatan tindakan medis sering kali dianggap sebagai kesalahan personal, dan kadang dianggap penuh kesalah dari tenaga medis tersebut meskipun aslinya seorang tenaga medis sudah menerapkan sesuai SOP yang ada.
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Malpraktik Medis
Malpraktik Medis dapat terjadi karana ada faktor-faktor yang memengaruhi, mulai dari individu hingga sistem yang lebih besar. Faktanya banyak tenaga medis yang bekerja dibawah tekanan tinggi, dengan beban kerja yang berlebihan yang berakibat terhadap kurangnya waktu istirahat. Hal ini memiliki dampak yaitu menurunnya tingkat fokus seorang tenaga medis tersebut yang akhirnya menimbulkan kesalahan penanganan atau malpraktik.
Keterbatasan fasilitas kesehatan juga dapat mempengaruhi tingkat keakuratan diagnosis serta penanganan terhadap pasien. Jika fasilitas yang ada di suatu klinik kesehatan atau rumah sakit kurang memadai, maka juga dapat memicu timbulnya malpraktik itu sendiri. Tak hanya itu saja, faktor lain yang dapat memengaruhi terjadinya malpraktik adalah lemahnya pengawasan dan regulasi hukum dalam sistem kesehatan Indonesa. Apakah seorang dokter yang bekerja tanpa istirahat cukup benar-benar dapat memberikan keputusan medis yang optimal? Belum lagi, minimnya pelatihan berkelanjutan serta kurangnya akses terhadap teknologi modern semakin memperbesar risiko kesalahan. Ironisnya, kondisi ini diperparah oleh kesenjangan distribusi tenaga kesehatan di wilayah perkotaan dan pedesaan, menciptakan situasi di mana banyak pasien tidak mendapatkan layanan terbaik.
Contoh Kasus Malpraktik Medis Yang Melanggar Hukum
Adapun kasus yang terjadi akhir akhir ini seperti kasus malpraktik oleh oknum bidan di Palembang yang mengakibatkan seorang siswi mengalami kebutaan pada matanya sehingga belum bisa sekolah. Kabid Humas Polda Sumsel Sunarto mengatakan, bidan AG sudah ditetapkan tersangka, dengan dugaan tindak pidana kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 440 ayat (1) UU RI Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan dan terancam hukuman 5 tahun penjara.