Mohon tunggu...
Edison Hulu
Edison Hulu Mohon Tunggu... Dosen - Ekonomi dan Keuangan

Dosen, Peneliti, dan Pelaku Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Malapetaka Ekonomi Indonesia dalam 30 Tahun ke Depan

21 Februari 2016   16:00 Diperbarui: 9 Agustus 2016   08:01 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau Indonesia tidak ada perubahan strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi seperti saat ini, maka diperkirakan minimal ada lima malapetaka ekonomi yang akan terjadi dalam 30 tahun ke depan, atau tepatnya pada tahun 2045 yang akan datang.

Pertama, malapetaka tidak mampu bayar utang, seperti yang dialami Turki.  Dampak dari penambahan utang negara, yang diperkirakan akan mencapai  sekitar 200 miliar dolar dalam 30 tahun ke depan, dan ditambah dengan utang saat ini.  Tentu, akan kesulitan dalam pembayaran cicilan utang dan bunga, karena anggaran belanja negara selalu dibiarkan dalam keadaan defisit. Hanya negara yang memiliki anggaran surplus yang mampu bayar cicilan utang beserta bunganya. Adalah suatu mimpi bila APBN berada dalam kondisi surplus, karena dalam penyusunan anggaran bukan pertimbangan kebutuhan (needs) sebagai dasar pengambilan keputusan, tetapi lebih dominan faktor ambisi keinginan (wants) untuk memenuhi kepentingan golongan.  Sejak reformasi politik tahun 1997/1998,  perencanaan APBN selalu dominan faktor pertimbangan keinginan (wants) dibandingkan dengan kebutuhan (needs).  Seyogianya, ke depan harus berubah, sehingga nilai APBN tidak terlalu besar porsinya terhadap PDB (Produk Domestik Bruto), karena banyak sumber daya yang terbiarkan tanpa pertimbangan efisiensi.

Kedua, malapetaka ekonomi dalam penyediaan bahan makanan untuk penduduk yang jumlahnya mencapai dua kali lebih banyak dibandingkan dengan kondisi saat ini (2016).  Dalam kondisi saat ini, Indonesia menghadapi masalah kekuarangan pangan (beras, jagung untuk pakan ternak, daging sapi), dan apalagi bila penduduk akan dua kali jumlah saat ini. Mengapa hal ini terjadi, karena pemerintah tidak memiliki program khusus dalam penyediaan pangan, mulai dari hilir sampai ke hulu, karena demikian strategis, maka diatur pola investasi oleh negara.  Hal ini tidak dilakukan, hal-hal yang strategis diserahkan kepada swasta, pada gilirannya akan terjadi malapetaka, karena pihak swasta sangat tidak cocok diberi kewenangan mengelola kegiatan yang tidak profitableyang dikhususkan untuk kepentingan umum. Diperkirakan Indonesia dalam 30 tahun ke depan akan kesulitan bahan makanan kedelai, beras, jagung (pakan ternak),  telur dan daging ayam, daging sapi dan susu, serta ikan.  Tidak ada strategi pembangunan pangan, adalah berbuah malapetaka bagi rakyat banyak.

Ketiga, malapetaka ketidakstabilan nilai tukar karena selalu defisit neraca pembayaran setiap tahun, pada gilirannya akan menganggu pertumbuhan sektor industri manufaktur sebagai pilar utama penyumbang ekspor.  Sektor industri manufaktur akan tumbuh subur, hanya pada kondisi, (a) stabil dalam jangka panjang nilai tukar, dan (b) stabil dalam jangka panjang suku bunga. Dua hal ini akan sulit diwujudkan dalam 30 tahun ke depan, karena tidak ada rencana strategis bagi pengembangan industri manufaktur, dan tidak ada rencana khusus pemerintah dalam menstabilkan suku bunga, semuanya diserahkan kepada mekanisme pasar, seperti yang berlangsung sampai saat ini.  

Keempat, malapetaka pengangguran yang semakin tinggi.  Menjadi buruh kasarpun sulit bersaing, apalagi pada tingkat yang lebih tinggi untuk keperluan industri, baik industri jasa maupun industri manufaktur.  Pada kondisi seperti itu, tabungan dalam negeri sulit diharapkan semakin tinggi, pada gilirannya sumber investasi dalam negeri sulit terpenuhi, pada gilirannya pihak swasta mengimpor modal dari luar negeri yang disertai dengan impor bahan modal yang cenderung tidak banyak menggunakan tenagakerja dalam negeri.  Buahnya adalah jumlah penduduk Indonesia yang semakin banyak, kesempatan kerja yang semakin sempit, pada gilirannya akan semakin banyak pengangguran, dan sudah tentu dimungkinkan akan terjadi masalah sosial yang semakin rumit penyelesaiannya, khususnya untuk mendapatkan kebutuhan makanan.

Kelima, angka kemiskinan semakin banyak jumlahnya.   Tidak bekerjanya sistem ekonomi yang memberi peluang kepada kelompok miskin untuk memperoleh nilai tambah, atau, kelompok miskin tersisolasi dari sistem ekonomi secara keseluruhan, maka dalam sistem ekonomi seperti ini,  yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya.  Mengapa hal ini terjadi, karena tidak ada satupun rencana kegiatan bidang sosial yang menyentuh sistem ekonomi agar terjadi penetesan kebawah, yang ada, (a) bagi-bagi kartu sehat, (b) bagi-bagi kartu pintar, dan (c) bagi-bagi uang, yang sama sekali tidak menyentuh sistem ekonomi.  Pola seperti ini, bila tanpa perubahan, maka akan berbuah malapetaka kepada kelompok miskin.

Agar terhindar dari malapetaka tersebut, Indonesia harus berubah dalam strategi pembangunan dan kebijakan ekonomi. Seyogianya, aspek-aspek ekonomi yang strategis dikuasai oleh negara agar sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat. Semoga hal ini akan menjadi perhatian semua pihak, akan Indonesia terhindar dari malapetaka tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun