Mohon tunggu...
Edison Hulu
Edison Hulu Mohon Tunggu... Dosen - Ekonomi dan Keuangan

Dosen, Peneliti, dan Pelaku Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ada yang Lebih Penting dari GBHN!

12 Januari 2016   09:23 Diperbarui: 5 April 2016   17:28 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang pemimpin bangsa (presiden, gubernur, bupati, dan walikota) yang terpilih, sekalipun hanya duduk enak semata, tanpa kerja keras, tidak melanggar undang-undang yang berlaku, maka dinilai sukses dan cakap bertahan dalam masa jabatannya.  Seakan-akan tidak dapat dievaluasi, karena kita tidak memiliki ketentuan bahwa calon memimpin bangsa harus memiliki sebuah dokumen rencana kerja yang baik, dalam arti jelas program kerja, dan jelas target pencapaian, dan dokumen ini digunakan sebagai pedoman dalam mengevaluasi kinerja pemimpin bangsa tersebut.  Bila tidak sukses dan tidak cakap dalam merealisasikan apa yang telah direncanakan, maka pejabat tersebut harus mundur dari jabatannya.

Telah tiga kali pemilihan presiden, dan beberapa kali pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, namun masih tidak jelas isi dokumen rencana kerja yang disusun oleh seorang calon presiden, gubernur, bupati, dan walikota.  Kalaupun ada dokumen rencana kerja, namun  tidak jelas dan tidak terukur. Sehingga, akan sulit bagi siapapun, termasuk rakyat, untuk melakukan evaluasi kepada seorang presiden yang terpilih.  Pada gilirannya,  seorang presiden terpilih,  sekalipun hanya duduk enak saja, dan menghindarkan untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap UUD-1945, telah mampu mempertahankan dan bertahan sampai pada akhir masa jabatannya selama lima tahun. 

Disadari bahwa sangat penting fungsi perencanaan dalam manajemen pembangunan nasional agar lebih terarah dan terukur dalam pencapaian apa yang relah direncananakan. Karena demikian pentingnya, sehingga seorang calon presiden harus membuat rencana kerja yang rapi, rinci, dan mengandung target yang jelas dalam pencapaian setiap tahun dalam masa jabatan sebagai presiden.  Dokumen rencana seperti ini akan dijadikan oleh calon presiden sebagai bahan kampanye, dan dibaca rakyat. Dalam kondisi rakyat yang semakin pintar, akan memilih calon yang memiliki dokumen rencana kerja yang baik, dalam arti yang isinya sesuai dengan keinginan rakyat, rinci, dan terukur dalam pencapaian target, serta merata rencana kerja yang menggapai seluruh aspek kehidupan rakyat.  Pembuatan dokumen rencana tersebut tidak hanya berlaku bagi calon presiden, termasuk gubernur, bupati dan walikota.

Apa fungsi rencana kerja yang baik dan terukur itu.  Dianjurkan kepada DPR, untuk menetapkan bahwa, rencana yang telah dibuat oleh calon presiden, gubernur, bupati dan walikota, akan digunakan sebagai pedoman dalam mengevaluasi hasil kerja bila telah terpilih.  Bila tidak mampu merealiasikan apa yang telah direncanakan, maka akan diberhentikan dari jabatan tersebut.  Hal ini lebih penting dibandingkan dengan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) yang dipandang tidak relevan lagi.

GBHN dipandang kurang relevan lagi pada negara demokrasi yang pemimpinnya (presiden, gubernur, bupati, dan walikota) dipilih langsung oleh rakyat, dan juga pada sistem pemerintahan yang semakin desentralisasi. Kecuali, bila Indonesia akan beralih menjadi sebuah negara yang menganut sistem pemerintahan komando terpusat yang semakin kuat, seperti di negara komunis, itupun pengalaman menunjukkan bahwa kurang efektif.  Atau, Indonesai kembali pada sistem pemerintahan terpusat (sentralsiasi) dan yang anti desentralisasi, serta presiden dipilih lagi oleh DPR, sehingga presiden sebagai mandataris DPR.  Sangat kecil kemungkinan kembali pada sistem seperti pada Orde Baru.

Pengalaman pada masa Orde Baru, GBHN dipandang sebagai hanya dokumen semata, karena apa yang telah ditulis dalam GBHN, hampir sebagian besar tidak pernah terealisasi menjadi kenyataan. Di samping itu, keberadaan GBHN dipandang meniadakan perubahan, khususnya pada keinginan generasi muda yang selalu berubah.

Ketika seorang presiden hasil pilihan rakyat, tidak boleh bebas merencanakan karena harus melaksanakan apa yang tertulis dalam GBHN yang dibuat oleh DPR yang belum tentu sempurna, sekalipun isi GBHN tersebut tidak relevan lagi seirama dengan perubahan yang dinamis.  Dalam konteks ini, GBHN akan menjadi pembatas kreaktivitas bagi seorang presiden hasil pilihan rakyat dalam memperjuangkan keinginan rakyat yang memilihnya.

Ringkasnya, rencana kerja yang disusun baik oleh calon  pemimpin bangsa ini (presiden, gubernur, bupati, dan walikota) lebih penting dari GBHN. Karena, bila seorang calon pemimpin bangsa memiliki dokumen rencana yang jelas dan terukur,  dan telah disampaikan kepada rakyat, maka dokumen itu dapat dijadikan sebagai tolok ukur penilaian presiden terpilih, bahkan bisa diminta turun dari jabatannya bila tidak mampu merealisasikan apa yang telah direncanakan. Selama ini, sekalipun ada dokumen rencana tetapi tidak jelas dan tidak terukur, sehingga sulit bagi rakyat dalam melakukan evaluasi. Bila tidak mampu merealisasikan apa yang direncanakannya, maka rakyat bisa memintanya utuk mengundurrkan diri atau diturunkan secara paksa. Saya kira hal ini lebih penting bagi rakyat, seorang calon presiden harus membuat rencana kerja yang jelas dan terukur, dibandingkan dengan GHBN yang sedang dicanangkan salah satu partai politik di negeri ini.         

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun