Mohon tunggu...
Aditya Anggara
Aditya Anggara Mohon Tunggu... Akuntan - Belajar lewat menulis...

Bio

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

My First Kiss... (Bagian II)

14 Februari 2019   20:25 Diperbarui: 14 Februari 2019   23:59 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku sih baru setengah tahun di sini Yan. Aku dokter jaga biasa, jadi nongkrongnya di IGD. Linda itu spesialis Penyakit Dalam, doi nongkrong di poliklinik atau di ruangan pasien. Jadi kami memang jarang ketemu. Eh, kamu tadi keluhannya apa Yan?"

"Nanti aja deh keluhannya, aku kangen ngobrol sama kamu..."

Jam menunjukkan angka 01.30 dini hari ketika aku meninggalkan kamar 711. Yanti sudah tertidur pulas setengah jam yang lalu tanpa obat penenang. Aku sendiri salut dengan ketegaran hatinya berjuang menghadapi kanker leukemia yang sudah diidapnya sejak lima tahun yang lalu. Ah, tiada bosan-bosannya aku menatap wajah itu dalam pulas tidurnya. Sebuah SMS kemudian memaksaku untuk kembali ke IGD, "dok dimn? ada nnek2 nenggak bygon.."

***

Kehadiran Yanti seketika mengubah hidupku. "Yang biru kelihatan lebih biru dan langit tampak selalu cerah" Jangan katakan kalau aku tak berusaha melawan "rasa" ini. Bak mengarungi arung jeram, aku tak kuasa melawan arusnya. Aku terpaksa menghanyutkan diri sembari berharap tidak akan menghantam batu besar atau tergulung arus.

Duh Gusti, aku ini bukan lagi anak remaja seperti lima belas tahun yang lalu. Aku juga bukan pria lugu yang tak pernah berpacaran. Tunggu, aku pernah pacaran tiga, empat.. tujuh kali! Dua kali nyaris menikah. Yang terakhir pacarku itu orang Thailand, bernama Siriporn Sanoh (arti bebasnya, anak manis pembawa kebahagiaan) sesama dokter di NGO ketika bertugas di kawasan Teluk dulu.

Pacaran sebulan, Siriporn mengajakku menikah. Tapi aku curiga, dan memeriksa profilnya. Ternyata dia dulu bernama Somsak Channarong (arti bebasnya, pejuang kuat yang berpengalaman) Aduh amsiong! Doi ternyata transgender. Duh Gusti, bibirku... Sejak itu aku jadi trauma, sebab ternyata tidak semua yang bersisik itu adalah ikan...

Kini aku sadar, aku ternyata benar-benar jatuh cinta kepada Yanti. Bukan saat sekarang ini saja, tetapi sejak lima belas tahun yang lalu. Ini bukanlah cinta pada pandangan kedua, melainkan cinta pada ciuman pertama. Tanpa pernah disadari, benih cinta telah tersemai oleh lipstik bebas transfer itu, kemudian bertumbuh secara perlahan persis seperti benalu yang menempel pada batang pohon indungnya. Kini aku tersadar, sekujur tubuhku ternyata sudah dibalut benalu...asmara...

Ah betapa bodohnya aku yang selalu menyangkal rasa itu. Ketika aku merasa sedih dan kesepian, aku selalu mengingat kisah itu. Bunyi "klik" itu selalu menyemangatiku. Aku mengabaikannya karena merasa itu hanya sebatas romantisme remaja saja.  Ah, aku berutang sebuah pengakuan jujur kepada Yanti. Walau tak mengubah apapun, Yanti berhak tahu bahwa sejak kisah dulu itu, aku tak pernah berhenti mencintainya.

***

Esok paginya setelah pergantian jaga IGD, aku segera ke kamar 711. Yanti terlihat segar. "Pagi Yan... sudah sarapan?" tanyaku ketika melihat makanan yang belum tersentuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun