Sejujurnya saya bukanlah penggemar Valentino Rossi. Bahkan tak jarang juga saya memakinya. Ketika Vale dulu masih bermain di Moto2 dan kemudian diawal-awal bermain di MotoGP, saya memang menyukainya. Vale itu pembalap bertalenta tinggi. Apalagi ketika itu Vale langsung dimentori oleh legenda MotoGP, Mick Dohan bersama tim Honda. Karir Vale di MotoGP seketika melejit bak meteor.
Salah satu ciri khas Vale yang "Dohan banget" adalah soal pole position. Dohan dan Vale itu tidak terlalu ngotot di sesi Latihan Bebas maupun kualifikasi. Itu karena dari manapun mereka memulai balapan, mereka sering menjadi yang pertama juga menyentuh garis finish! Itulah sebabnya Valentino Rossi mendapat julukan sebagai Sunday Rider. Artinya Vale beraksi hanya pada hari minggu (balapan) saja.
Bersama Honda, Valentino "The Doctor" Rossi kemudian mencetak hattrick dengan menjadi juara dunia MotoGP 2001, 2002 dan 2003. Sebelumnya Vale sekali menjadi juara dunia kelas 125 cc (1997) dan sekali menjadi juara dunia kelas 250 cc (1999) keduanya dengan mengendarai motor pabrikan negeri spaghetti, Aprilia.
Valentino Rossi (lahir di Urbino, Italia, 16 Februari 1979) ini kemudian hijrah ke tim garpu tala, Yamaha. Bersama Yamaha Vale kemudian berhasil menyabet empat lagi gelar juara dunia (2004, 2005, 2008 dan 2009) untuk melengkapi koleksinya menjadi tujuh gelar juara dunia MotoGP. Sungguh prestasi yang mengagumkan.
Setelah era Mick Dohan berlalu, Vale kemudian menjadi pembalap terbaik di MotoGP. Tujuh gelar yang diraih Vale kemudian melewati prestasi sang mentor (Mick Dohan juara dunia lima kali berturut-turut dari 1994-1998) Tahun 2000-an menjadi era kejayaan Vale. Hanya dua kali Vale kehilangan gelar di era itu. Yaitu ketika Nicky Hayden menjadi juara dunia 2006 bersama Honda, dan Casey Stoner menjadi juara dunia 2007 bersama Ducati.
Kedatangan mantan dua kali juara dunia 250 cc (2006-2007) Jorge Lorenzo ke tim Yamaha kemudian mengusik kedigdayaan Valentino Rossi. Kehadiran X-Fuera (julukan Lorenzo) itu seperti membawa sial bagi Vale. Sejak kehadiran Lorenzo, pamor Vale kemudian meredup dan tidak ada lagi gelar juara dunia untuknya.
Merasa gerah di Yamaha, Vale kemudian hijrah ke tim pabrikan negeri sendiri, Ducati. Apalagi Vale merasa tertantang dengan pencapaian Casey Stoner yang kemudian berhasil menjadi juara dunia bersama Ducati. Sebelumnya belum pernah ada jin ataupun manusia yang menjadi juara dunia bersama Ducati. Casey Stoner kemudian menjadi sebuah fenomena baru di dunia balap MotoGP!
Ducati Desmosedici itu rupanya tak berjodoh dengan Vale! Desmosedici itu ternyata terlalu liar untuk dikendalikan. Mengendarai Ducati, bak menunggangi seekor mustang liar yang belum pernah ditunggangi oleh manusia! Vale kemudian tak habis pikir, bagaimana mungkin seorang Casey Stoner bisa menjadi juara dunia dengan "menunggangi seekor mustang liar"
"Dunia itu ternyata tidak selebar segi tiga kolor eh, daun kelor." Bukan hanya Vale seorang ternyata pembalap hebat! Terusir dari Ducati, Stoner sekali lagi berhasil menjadi juara dunia bersama Honda. Vale yang tujuh kali juara dunia itu pun menunjukkan sikap hormatnya kepada Stoner. Tetapi bukan Stoner musuh besar Vale, karena tetiba Stoner mengundurkan diri dari dunia balap MotoGP! Duh, penggemar MotoGP kemudian ditinggal Stoner pas lagi sayang-sayangnya....
Bersama Ducati (2011-2012) Vale tampak seperti pembalap bodoh. Jangankan menjadi juara, untuk mencapai lima besar pun butuh perjuangan berat. Tak tahan menanggung malu, tahun 2013 Vale kemudian kembali lagi ke tim Yamaha. Disitu Vale kembali bersua team-mate sekaligus "madunya" itu, Jorge "X-Fuera" Lorenzo.
"Bak kisah dai kondang itu, dulu Vale adalah bini tua dan X-Fuera bini muda. Kini posisi berbalik. Vale yang tadinya bini tua kini menjadi bini muda. X-Fuera yang tadinya bini muda kini menjadi bini tua! Tak tahan dimadu, X-Fuera pada tahun 2017 kemudian hijrah ke Ducati."
Walaupun kembali lagi ke tim yang pernah memberinya empat gelar juara dunia itu, akan tetapi Vale tidak mampu menambah gelar juara dunianya lagi. Selain X-Fuera, kehadiran bocah ajaib bernama Marc Marquez kemudian menjadi batu sandungan bagi Vale.
Akan tetapi The Doctor tidak pernah berputus asa untuk mengejar impiannya meraih gelar juara dunia kedelapan baginya. Namun jalan terjal selalu menghadang pembalap yang sudah termakan usia tersebut. Sejak terakhir kalinya menjadi juara dunia pada tahun 2009, Vale hanya berhasil tiga kali meraih gelar runner-up pada tahun 2014, 2015 dan 2016 dan dua kali menjadi juara tiga dunia pada tahun 2010 dan 2018. Sisanya Vale berada di luar tiga besar.
Pada tahun 2015 lalu Vale sudah nyaris menjadi juara dunia. Namun sebuah blunder dari Vale justru membuyarkan ambisinya tersebut. Awalnya pada sesi konferensi pers jelang balapan MotoGP Sepang, Vale melemparkan psywar (perang urat saraf) dengan menuduh Marquez membantu Lorenzo di Philip Island. Vale merasa dia selalu dihalangi Marquez disana.
Faktanya Marquez justru menjadi juara di Philip Island setelah berhasil mengalahkan Lorenzo menjelang akhir balapan. Vale sendiri berada pada posisi keempat di belakang Iannone. Seandainya Marquez mau membantu Lorenzo, tentu saja dia akan membiarkan Lorenzo tetap berada di depan. Lorenzo tentu saja kecewa disalip Marquez menjelang finish. Tetapi Lorenzo kemudian berhasil memperkecil jarak poinnya dengan Vale.
Vale itu memang jagoan psywar untuk menjatuhkan mental lawannya. Baik pada saat sesi konferensi pers maupun pada saat balapan sedang berlangsung. Sebelum MotoGP Sepang 2015 dimulai, Vale memimpin klasemen pembalap dengan 296 poin disusul Lorenzo dengan 285 poin (selisih 11 poin) Apabila Vale berhasil menjuarai MotoGP Sepang dan Lorenzo berada pada posisi kelima, maka gelar juara dunia otomatis menjadi milik Vale.Â
Akhirnya tuan termakan senjata! Bermain di tikungan, Vale jelas kalah nekat dari Marquez! Adegan saling menyalip itu justru membuat Vale terprovokasi sendiri, sehingga tanpa sadar Vale kemudian menendang Marquez hingga terjatuh. Vale kemudian mendapat hukuman penalti dengan memulai balapan pada GP Valencia dari grid akhir. Pedrosa kemudian menjadi juara MotoGP Sepang diikuti oleh Lorenzo dan Vale.
Kini selisih poin Vale dengan Lorenzo semakin dekat, tinggal 7 poin saja. Memulai balapan dari akhir untuk menjadi juara adalah sebuah hil yang mustahal bagi Vale. Setidaknya Vale butuh podium dua untuk bisa menguntji gelar. Vale kemudian kehilangan gelar yang sudah berada di depan alis mata... Kasus ini kemudian menjadi polemik hebat dikalangan penggemar MotoGP, persis seperti polemik diantara kaum kampretos dan cebongers...
Setahun setelah peristiwa itu berlalu, manager tim Yamaha, Lin Jarvis akhirnya mengakui insiden itu adalah murni kesalahan Vale. Menurut Jarvis, jika Vale tidak terlalu keras menuding Marquez pada sesi konferensi pers itu, maka reaksi Marquez tidak akan sebesar itu. Vale bisa saja menjadi juara jika dia tetap diam. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, dan Vale kemudian mengacaukannya.
***
Tidak ada gading yang tak retak dan tidak ada pula gundul yang tak botak! Valentino Rossi tetaplah seorang manusia biasa yang tak luput juga dari kesalahan. Namun kesalahan itu pun tak mampu mengurangi pesona hebatnya di ajang MotoGP. 9 gelar juara dunia di semua kelas, 232 podium dan 115 kemenangan adalah catatan emas yang belum bisa ditorehkan oleh pembalap lain.
Musim 2018 kemarin adalah salah satu masa terkelam Vale karena dia tidak mampu mendulang satu gelar pun. Akan tetapi Vale masih bisa menggapai gelar juara dunia ketiga 2018 mengungguli team-matenya, Maverick Vinales, Lorenzo dan Dani Pedrosa. Selain faktor usia, motor Yamaha yang tak berdaya itu menjadi penyebab utamanya. Power Yamaha memang tidak cukup untuk mengejar Ducati dan Honda.
Lalu bagaimana prospek Vale untuk tahun 2019 ini? Rasanya peluang Vale untuk mendapat gelar juara dunia sangat tipis. Duo Honda, Marquez dan Lorenzo, duo Ducati, Dovi dan Petrucci plus Maverick Vinales akan menjadi batu sandungan baginya. Akan tetapi bagi fans numero 46 ini, gelar juara dunia itu tidak begitu penting. Fans sudah cukup senang ketika melihat Vale melaju di lintasan lalu melambaikan tangan kepada mereka...
Bulan depan Vale akan berusia 40 tahun, dan dia akan membalap sampai tahun depan ketika usianya sudah mencapai 41 tahun. Diusia segitu, Vale masih tetap punya keinginan dan konsisten bertarung di level tertinggi, bersaing dengan para pembalap muda berbakat untuk meraih sebuah gelar baginya. Tidak ada sedikit pun rasa gentar ataupun sikap pesimis dalam dirinya.
Lalu apa yang membuatnya bisa begitu? Cinta dan komitmen! Vale yang juga putra dari seorang pembalap (Graziano Rossi) ini, memang terlahir sebagai seorang legenda yang sangat mencintai MotoGP. Tidak ada pembalap lain yang mempunyai rasa cinta dan komitmen bagi MotoGP sebesar Vale. Itulah yang membuat seorang Valentino Rossi memang layak untuk dicintai dan dihormati....
Salam MotoGP
Aditya Anggara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H