Yah sudah, aku pasrah saja. Hari begini memang susah cari kerja bagi orang pemalas seperti aku ini. Aku ini suka tidur telat karena begadang dan bangunnya selalu kesiangan. Pekerjaan menjadi angel memang sudah pas buatku. Kerjanya enak gak pake keringat, cuma "ketak-ketik membuat kejahilan" di lapak orang doang.
***
Kembali ke topik VA tadi. Sependek akalku, kasus prostitusi yang melibatkan artis ini bukanlah kasus pertama dan akan menjadi terakhir kalinya pula. Tampaknya ada satu benang merah yang melibatkan banyak pihak. Mulai dari penjual jasa, broker (mucikari) penyedia fasilitas (tempat) hingga pengguna jasa.
Sejak peradaban manusia pertama kalinya ada, bisnis ini pun sudah ada. Konon pada suatu kali, seorang arkeolog melakukan penggalian pada sebuah makam Pithecanthropus Erectus. Mereka kemudian menemukan beberapa kondom yang konon terbuat dari kulit Tyrannosaurus yang terkenal dengan sebutan T-rex tersebut. Artinya sejak zaman purba pun manusia itu sudah akrab dengan dunia prostitusi...
Lalu terbayang pada pikiranku sebuah ide jenius untuk memaksimalkan bisnis prostitusi ini menjadi sebuah berkah bagi junjunganku nantinya. Bisnis prostitusi ini bukan bisnis main-main, sebab tetap tokcer ditengah melemahnya perekonomian dunia. Entah lah itu gegara iklan obat kuat yang menjamur ataupun pengaruh dari MES (Mak Erot Syndrome) Perputaran bisnis ini pun bisa mencapai triliunan rupiah pertahunnya di negeri ini.
Dulu itu ada penelitian, katanya 2 dari 3 lelaki di Jakarta itu pernah atau suka selingkuh! Penduduk negeri ini memang suka dunia esek-esek. Mulai dari stensilan, majalah porno, video bokep, alat bantu sex hingga dunia prostitusi online maupun offline. Nah, jadi benarkan premis diatas yang mengatakan kalau bisnis prostitusi ini memang sangat menggiurkan dan tidak kenal resesi.
Tapi aku tidak berminat untuk membahas bisnis prostitusi kelas menengah bawah. Apalagi kelas abal-abal seperti sex di pinggir kali, di balik gerbong kereta, termasuk yang di atas becak! Yang ingin aku bahas adalah bisnis prostitusi sekelas VA tadi. Kebayang kan kalau bisnis ini bisa di-manage secara benar dengan cara yang elegan pula!
Ya, bisnis ini memang harus dikelola secara profesional dan elegan. Jangan seperti sekarang ini. Dimana tampak seperti orang yang naik pesawat terbang. Duduknya di bisnis class, tetapi perangainya seperti orang yang sering duduk di bis AKDP kelas ekonomi. Ketika seat-belt sudah boleh dilepas, orang ini lalu menuangkan air panas dari termos yang dibawanya kedalam mangkuk mi instannya. Semerbak wangi mi instan itu kemudian tercium oleh... polisi!
Kembali ke laptop. Sekiranya aku bisa mengelola seribu artis seperti VA tadi, dengan pendapatan bersih 25 juta per order maka panjenengan bisa kalikan sendiri berapa pendapatannya untuk setahun. Lalu aku menulis surat ke sang junjungan mengenai ide cemerlang ini.
Yah, seandainya beliau ini nantinya menjadi orang nomer satu di negeri ini, maka beliau ini juga akan bisa membangun infrastruktur termasuk jalan tol-tol itu tanpa harus memakai dana APBN, ataupun dengan utangan kepada para asing-aseng! Caranya bijimana? Tentu saja dengan memakai "uang lendir" itu..." Wah seketika senyum diwajahku mengembang... mungkin aku nanti bisa menjadi Menteri PUPR, atau setidaknya menjadi Menteri urusan Perawan (Peranan Wanita...)
Tapi bayangan kardus dan tukang ngibul itu kembali menyegarkan lamunan. Aku segera merobek surat tadi. Sambil meremas sebuah stocking berinisial VA, aku kemudian menulis catatan di-diary-ku, judulnya a letter unsend...