Mohon tunggu...
Aditya Anggara
Aditya Anggara Mohon Tunggu... Akuntan - Belajar lewat menulis...

Bio

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencermati Kasus Penyerangan Polsek Ciracas dari Sisi Lain (Bagian 2)

18 Desember 2018   19:07 Diperbarui: 18 Desember 2018   19:24 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mapolsek Ciracas terbakar, sumber : Skanaa

Perselisihan di antara TNI-Polri itu adalah cerita lama. Bahkan ketika mereka ini masih bersatu dalam sebuah ikatan perkawinan bernama ABRI. Penyebabnya hanya dua, soal rezeki atau arogansi korps. Setelah TNI-Polri bercerai, TNI kemudian fokus dalam pertahanan negara dari serangan luar, sedangkan Polri mengurus keamanan di dalam negeri. Demikianlah tupoksinya.

Pemisahan ini membawa konsekwensi rezeki juga. Jasa pengamanan yang dulu di pegang anggota TNI kemudian beralih ke anggota Polri. Misalnya saja pengamanan gudang. Kalau ada maling yang hendak menyatroni gudang lalu ketangkep, maka si-maling harus dibawa ke Polsek, karena TNI tidak bisa memproses maling yang warga sipil. Kekecualian hanya kalau maling tersebut adalah militer juga. Tetapi kalau malingnya itu anggota DenPom, bijimana?

Jadi para pengusaha lebih suka memberikan urusan pengamanan bisnisnya kemudian kepada Polri daripada ke TNI. Sebab urusannya lebih cepat dan mudah walaupun ongkosnya sedikit lebih mahal. Tentu saja hal ini membuat anggota TNI menjadi sakit hati kepada Polri. Sakitnya tuh disini... Belum lagi anggota TNI itu sering merasa "lebih laki" daripada anggota polantas yang berperut buncit tersebut...

Hubungan TNI-Polri itu ibarat hubungan dua saudara satu ayah lain ibu. "TNI itu anak dari ibu tua, sedangkan Polri anak dari madu." Sejak zaman awal kemerdekaan hingga sekarang, relasi cemburu selalu menyertai hubungan keduanya. Para purnawirawan (yang menjadi ibu dari TNI-Polri aktif) terutama dari kelompok "ibu tua" turut pula mengkompori perseteruan ini. Lagi-lagi persoalan rezeki yang menjadi latar belakangnya.

Masih banyak purnawirawan berpangkat Mayor (dari kelompok "ibu tua") yang tinggal di rumah dinas karena mereka ini tidak punya rumah. Kursi rotan di ruang tamu itu pun belum berganti sejak era reformasi kemudian melengserkan Soeharto. Belum lagi persoalan cemburu dengan madu terpecahkan, kini muncul pula perintah dari Mabes untuk pengosongan rumah dinas karena rumah tersebut akan dipakai oleh perwira aktif yang selama ini mengontrak!

Bak petir di siang bolong, peribahasa habis manis sepah dibuang ternyata bukan hanya terdapat pada roman zaman Siti Nurbaya saja! Dulu purnawirawan ini dilatih untuk menjadi Danki (komandan kompi) dan bertempur di Timtim, Aceh hingga Maluku. Rupanya ketika belajar di Akademi Magelang itu, mereka ini tidak diajari cara untuk "mendapatkan sebuah rumah..."

Sebaliknya dengan anak dari madu yang selalu bergelimang dengan madu beserta dengan propolisnya itu. Walaupun purnawirawan berpangkat brigadir (setara dengan sersan di militer) tetapi mereka ini sudah punya rumah gedong. Memiliki setidaknya sebuah "mobil sejuta umat" yang bisa dirental ataupun sebuah angkot untuk membuat dapur mereka tetap bisa dijamin ngepul.

Perbedaan nasib/rezeki inilah yang selalu membuat prajurit TNI itu sering memendam rindu eh cemburu kepada aparat Polri. Pemisahan TNI dari Polri justru membuat rasa cemburu itu semakin memuncak. Padahal idealnya TNI dan Polri itu memang harus dipisah karena tupoksinya memang jelas berbeda. Artinya ada yang salah pada mindset prajurit TNI terhadap tupoksi mereka ini.

***

Berbicara tentang mindset, tentu tidak terlepas dari sejarah pembentukan TNI pada zaman awal kemerdekaan dulu. Ada tiga unsur yang membentuk TNI (sebelumnya bernama BKR, TKR dan TRI)

Pertama adalah para perwira lulusan KMA (Koninklije Militaire Academie) seperti TB Simatupang, AH Nasution ataupun Alex Kawilarang yang kemampuan dan profesionalitasnya itu setara dengan perwira Belanda. Mereka ini adalah para pemikir yang mampu berpikir jauh ke depan secara komprehensif terhadap suatu persoalan, bahkan yang diluar aspek militer sekalipun. Kolonel TB Simatupang yang ketika itu masih sangat muda, bahkan ikut pula dalam delegasi KMB di Den Haag, Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun