Mohon tunggu...
Aditya Anggara
Aditya Anggara Mohon Tunggu... Akuntan - Belajar lewat menulis...

Bio

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mencermati Kasus Penyerangan Polsek Ciracas Dari Sisi Lain

16 Desember 2018   16:41 Diperbarui: 16 Desember 2018   17:00 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mapolsek Ciracas terbakar, sumber : Fokus Indosiar

Kasus penyerangan dan pembakaran Mapolsek Ciracas oleh 200-an "orang tidak dikenal berambut cepak" kemarin itu sungguh mengagetkan warga. Tiada dinyana tiada disangka pada era digital modern sekarang ini, masih ada sebagian warga yang bertindak anarkis ala Manusia kera, Pithecantropus Mojokertensis.

Pithecantropus Mojokertensis atau akrab juga disebut sebagai "Anak Mojokerto" itu, hidup lebih dari satu setengah juta tahun yang lalu di daerah Mojokerto. Mereka hidup secara nomaden dalam kelompoknya dengan berburu hewan atau makanan apa saja untuk menyambung hidupnya. Mereka ini belum mengenal api. Itulah sebabnya ketika mereka menemukan sebuah mancis, maka Mapolsek Ciracas kemudian langsung terbakar...

Bak sinetron emak-emak di layar televisi, konon kasus pembakaran Mapolsek Ciracas ini berawal dari kisah sehari sebelumnya. Lokasi "shootingnya" berada di area pertokoan Arundina, Ciracas pada Senin 10 Desember 2018 sore. Aktornya adalah aparat TNI dengan beberapa tukang parkir. Inti ceritanya 5 orang tukang parkir tersebut melakukan pengeroyokan terhadap dua orang aparat TNI (satu perwira dan satu bintara)

Adegan kemudian berakhir dengan kepergian aparat TNI untuk menghindari kerugian yang lebih besar bagi mereka. Tetapi gampang ditebak, kisah ini justru baru akan dimulai, bukannya berakhir karena ini adalah sinetron bersambung. Lalu penonton kemudian menyaksikan acara "Bakar Batu" keesokan harinya.

Konon acara "Bakar Batu" ini terjadi karena pasukan 200-an tadi tidak puas dengan kinerja aparat kepolisian Ciracas dalam menangani konflik di area pertokoan Arundina kemarin itu. Kapolsek Ciaracas kemudian menjelaskan protap standar kepolisian dalam menangani kasus tersebut. "Acara berbalas pantun" oleh kedua belah pihak yang dipisahkan oleh pagar Mapolsek Ciracas itu kemudian menemukan jalan boentoe.

Jelas sekali "tempat berdiri" menjadikan sudut pandang terhadap penyelesaian kasus ini menjadi berbeda pula! Lelaki yang berdiri di dalam halaman Polsek ingin kasus ini ditangani sesuai dengan ketentuan dan prosedur hukum yang berlaku. Apalagi para pelaku tersebut sudah langsung ngumpet entah kemana. Tentu para Buser perlu waktu dan perjuangan juga untuk mencari mereka.

Sebaliknya lelaki yang berdiri di luar halaman Polsek memiliki sudut pandang yang berbeda pula! Mereka tidak percaya kepada polisi dan hukum sipil yang berlaku! Mereka menganggap polisi terlalu lemah dan banyak "tepu-tepu." Sebab polisi tidak boleh menyebut orang bersalah. Polisi hanya boleh menyebutnya Tersangka atau Terduga. Lalu jaksa menyebutnya Terdakwa. Hanya hakim yang boleh menyebutnya Bersalah atau malah memvonisnya bebas!

Hukum sipil itu memang terlalu lama dan membosankan. 200-an lelaki yang berdiri di luar halaman Polsek tadi lebih suka hukum ala Pithecantropus Mojokertensis. Mereka ingin bertindak menjadi polisi, jaksa dan hakim dalam satu paket yang utuh, tanpa sudi pula untuk menjadi seorang pengacara ataupun penasehat hukum!

Ketika dua orang lelaki tidak bisa memadukan persepsi mereka dalam sebuah nalar yang sehat, maka mereka akan mencari sebuah Gentlemen's Agreement lewat... otot! Kapolsek Ciracas kemudian tumbang dan dilarikan ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati...

***

Tidak ada satu alasan apapun di dunia ini yang layak diterima untuk membenarkan satu perbuatan kekerasan terhadap orang lain, dan juga aksi anarkis dan vandalisme, apalagi terhadap aset/kepentingan rakyat!

Kita bukan Pithecantropus Mojokertensis, melainkan manusia moderen yang hidup dengan segala kepentingan dan kompleksitasnya. Dalam komunitas sosial, kita harus bisa berbagi ruang, kepentingan dan juga perasaan agar semuanya bisa harmonis. Kecewa dan merasa tidak diperlakukan dengan adil adalah bagian yang tidak enak dari kehidupan dunia yang kompleks tadi.

Di dunia yang fana ini, hukum memang tidak selalu bisa adil bagi semua pihak. Akan tetapi tanpa hukum kita akan kembali lagi ke masa jutaan tahun silam dimana hanya hukum rimba yang berlaku. Yang kuat dan besar akan selalu memangsa yang lemah dan kecil.

Kepolisian kemudian berhasil mengamankan lima terduga pelaku pengeroyokan aparat TNI tersebut dari tempat persembunyian mereka. Namun malangnya polisi belum berhasil mengidentifikasi para pelaku penyerangan Mapolsek Ciracas tersebut, walaupun sebelumnya mereka telah berkomunikasi lewat pagar Mapolsek...

Seperti kasus-kasus perselisihan di antara TNI-Polri sebelumnya, tampaknya kasus ini akan dibiarkan menguap sendiri seperti embun di dedaunan yang menghilang oleh hangatnya sinar mentari pagi yang menyergap dedaunan tersebut...

Kalau negeri ini diibaratkan sebagai tubuh manusia, maka TNI adalah kerangkanya. Tanpa TNI kita akan menjadi moluska yang berjalan dengan ngesot, dan tampak akan lebih buruk dari sosok Pithecantropus Mojokertensis. Akan tetapi ketika rangka tersebut malfungsi dan bahkan berbalik memangsa tubuh seperti sel kanker, maka jelaslah sudah bahwa rangka tersebut harus segera diperbaiki, atau disingkirkan sesegera mungkin!

Dalam pandangan penulis yang terbatas, penulis mempunyai beberapa pendekatan dalam penyelesaian kasus-kasus seperti ini.

Pertama, Pendekatan Hukum

Pendekatan hukum adalah penyelesaian paling praktis dan cepat terhadap persoalan ini. Kelima tersangka sudah didapat dan langsung bisa diproses BAP-nya dan perkaranya bisa segera dilimpahkan ke pengadilan. Tersangkanya ada, barang bukti ada, saksi-saksi ada dan tekapenya jelas. Biarlah nanti pengadilan yang memutuskan persoalan ini secara "arif dan bijaksana"

Terkait pelaku penyerangan Mapolsek Ciracas, bagi penulis kasus ini memang berat karena ini bukan tindak pidana ringan atau pidana biasa, melainkan tindakan subversi! Kita harus bersikap tegas dan konsisten agar peristiwa seperti ini tidak akan pernah terulang lagi, dengan mengambil sikap, "Setiap upaya maupun perbuatan vandalisme dan anarkis, apalagi terhadap aset/kepentingan rakyat adalah perbuatan subversi.

Kantor polisi adalah simbol negara dan menjadi garda terdepan pelayanan masyarakat yang buka selama 24 jam, tujuh hari dalam seminggu, 365 hari setahun. Kantor polisi adalah tempat warga mengadukan perkaranya, meminta perlindungan hukum dan seabrek kepentingan lainnya.

Jadi sebaiknya Hukum subversi diaktifkan kembali, khusus BAB I. Pasal 1. Ayat (1) 3 "Barangsiapa melakukan pengrusakan atau penghancuran bangunan yang mempunyai fungsi untuk kepentingan umum atau milik perseorangan atau badan yang dilakukan secara luas"

Hukuman atas perbuatan tersebut diatas dapat dilihat pada Bab IV Ancaman Pidana. Pasal 13.(1) "Barangsiapa melakukan tindak pidana subversi yang dimaksudkan dalam pasal 1 ayat (1) angka 1, 2, 3, 4 dan ayat (2) dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya 20 (dua puluh) tahun"

Khusus untuk aparat TNI aktif tentu saja masih ada hukuman tambahan seperti yang diatur dalam ketentuan dan peraturan Hukum Militer.

Kedua, Pendekatan Sosial politik

Apakah karena petugas parkir itu bergaya premanisme sehingga kasus ini terjadi? Tentu saja tidak! Tukang parkir sejak zaman Soeharto berkuasa dulu pun tetap begitu, tengil! Karena kalau tidak tengil berarti bukan tukang parkir! Persoalan ini menjadi besar hanya gegara yang ditabok tukang parkir itu adalah anggota TNI.

Kalau sekiranya yang ditabok itu tadinya Herkules, atau John Key misalnya, maka Mapolsek Ciracas itu saya jamin tidak akan terbakar. Mungkin hanya rumah para pelaku (tukang parkir) itu saja yang besar kemungkinannya akan terbakar...

Anak kecil kalau ditanya apa cita-citanya, maka mereka akan menyebut profesi menjadi tentara, polisi, dokter, guru,  penyanyi ataupun presiden. Tetapi yang pasti tidak akan ada satu anak pun yang menyebut profesi tukang parkir! Tukang parkir selalu menjadi pilihan terakhir bagi banyak warga dalam mencari nafkah.

Tukang parkir juga ada setorannya. Biasanya dari satu tiang listrik ke tiang listrik berikutnya. Sepi atau ramai, cerah atau hujan setoran tetap sama. Itulah sebabnya tukang parkir harus bisa tengil kepada costumer agar setorannya bisa terpenuhi.

Saya pribadi mungkin lebih dari enam kali adu ngotot dengan tukang parkir jalanan karena sikap tengil dan juga tarifnya yang tidak rasional. Akan tetapi saya selalu ingat pesan khas Boyolalian, "sing waras ngalah..." Soalnya teman saya pernah mengalami naas, kaca spion mobilnya dipatahkan tukang parkir yang kemudian kabur ke pekuburan. Teman saya itu ragu ngejar karena waktu itu hujan deras dan teman saya itu takut kalau nantinya akan ketemu genderuwo...

Di negeri ini bukan tukang parkir saja yang suka bergaya premanisme. Mulai dari PKL (Pedagang kaki lima) yang menjajah trotoar, mobil pribadi yang menginvasi jalur busway, anggota dewan terhormat yang suka mengancam pihak-pihak lain (terutama KPK) hingga oknum TNI/Polri yang merasa lebih eksklusif dari warga lain.

Bagi saya pribadi, tukang parkir jalanan itu tetaplah diperlukan, dan itu bukan ranah kepolisian untuk mengurusnya. Tukang parkir itu adalah tanggung jawab Pemda karena mereka itu menarik jasa di atas aset Pemda. Tukang parkir juga memberikan setoran dana sedikit kepada PAD Daerah, tetapi cukup banyak kepada oknum aparat yang mengelola perpakiran.

Walau bagaimanapun tukang parkir jalanan itu masih jauh lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya. Tetapi dalam segala hal dalam hidup ini, tetaplah jangan melupakan semboyan "sing waras ngalah..."

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun