Mohon tunggu...
Aditya Anggara
Aditya Anggara Mohon Tunggu... Akuntan - Belajar lewat menulis...

Bio

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Vox Populi Vox Dei, Suara Rakyat adalah Suara Tuhan

31 Oktober 2018   22:53 Diperbarui: 1 November 2018   00:44 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa pengadangan dan gangguan lainnya oleh "pihak tertentu" ketika Ahok-Djarot blusukan ke tempat warga, kemudian membuat Ahok-Djarot lebih fokus berkampanye dari Rumah Lembang, dimana disana itu mereka itu lebih banyak bertemu dengan "kaum cerdik-pandai..."

Disaat Ahok-Djarot sibuk membangun citra diri mereka sendiri, dan juga perisai pertahanan untuk menangkis serangan fitnah dan berita hoax yang tiada hentinya, maka timses Anies-Sandi kemudian mengubah strategi. Setelah berhasil mengucilkan Ahok-Djarot di Rumah Lembang, maka kini Anies-Sandi blusukan dan fokus "mengurus warga" agar mau memilih mereka.

Strategi "ayat mayat" ketika itu pun menjadi jurus ampuh untuk meraup suara. Tentu saja peran parpol pendukung (Gerindra-PKS) tidak bisa diabaikan ketika mereka ini bergerilya dari satu RT ke RT lainnya untuk menjemput suara. Cara ini sangat efektif, efisien dan jelas berbiaya murah.

"Vox populi vox dei" (Suara rakyat adalah suara Tuhan) Perolehan suara pada Pilgub DKI 2017 lalu tidak ditentukan oleh citra kuat dari para paslon saja, tetapi lebih ditentukan oleh "Suara Rakyat!" Yang dimaksud Suara rakyat disini bukan "kualitasnya" akan tetapi "KUANTITASNYA!"  

Artinya nilai suara dari orang pintar adalah setara dengan nilai suara orang goblok. "Membeli suara" (meyakinkan) sepuluh orang goblok jelas lebih mudah dan murah daripada "membeli suara" (meyakinkan) seorang profesor! Padahal di Jakarta itu jumlah orang goblok jauh lebih banyak daripada jumlah professor...

Artinya timses hanya fokus kepada segmen dengan "kuantitas banyak" dan lebih gampang dijangkau (diyakinkan) dan mengabaikan usaha untuk menjangkau "kaum berkualitas," karena tidak akan efektif dan menghabiskan waktu saja. Dan faktanya di Jakarta itu, lebih banyak orang yang percaya kepada Rumah DP 0%, gerai OK-OCE ataupun cerita lucu lainnya...

***

Strategi kampanye Paslon untuk Pilpres 2019 sepertinya tidak jauh berbeda juga dengan strategi kampanye Paslon pada Pilgub DKI 2017 lalu. Mungkin ada sedikit modifikasi dengan masuknya "Cawapres tak terduga" kemarin itu. Tapi apa pun itu, strategi untuk mencari "suara Tuhan ini sangat menarik untuk dicermati.

"Suara Tuhan" itu tidak hanya ada di gereja, masjid, vihara, kuil atau klenteng saja, tetapi lebih gampang terdengar di komplek Industri, kawasan kumuh maupun tempat-tempat marjinal lainnya. Konon "Suara Tuhan" itu paling nyaring terdengar di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumut, Sumsel dan Sulsel. Sebab suara di 6 daerah tersebut jauh lebih kuat gaungnya daripada 29 daerah lainnya.

Selamat berjuang bagi kedua Paslon untuk menjemput "Suara Tuhan..."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun