Ku ingin marah kepada Sang Khalik diatas sana...
Ketika itu Sang Khalik memberiku sepotong rindu. Berjalannya waktu, rindu itu pun dibuahi lalu melahirkan cemburu...
Cemburu ini sangat menyiksaku. Siang dan malam cemburu menggangguku tiada henti. Mata tak bisa terpejam dibakar api cemburu.
Berjalannya waktu, cemburu yang tak tertahankan itu kemudian melahirkan benci, benci dan benci! Adakah yang lebih benci daripada benci yang diperanakkan cemburu?
Tapi...
Ketika namamu tersebut dan senyummu terkenang, benci itu menghilang laksana kabut dipuput bayu...
Adakah yang lebih indah daripada namamu?
Adakah yang lebih indah daripada senyummu?
Senyum itulah yang membuat Sang Khalik memberiku sepotong rindu.Â
Seketika aku terhanyut dalam lautan rindu yang memabukkan...
Tapi...
Aku tersadar... itu hanyalah fatamorgana...
Arghhh.... Ku ingin marah kepada Sang Khalik diatas sana. Kenapa Sang Khalik itu memberiku sepotong rindu ...
Aditya Anggara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H