Polemik masalah TKA (Tenaga Kerja Asing) Tiongkok yang bekerja di Indonesia bukanlah cerita baru lagi. Maraknya investasi Tiongkok dalam bentuk proyek infrastruktur diseluruh Indonesia menjadi pemicu utamanya. Awalnya TKA ini hadir dalam beberapa proyek pembangkit listrik swasta zaman pak SBY-JK dulu.
Sebelumnya pembangkit listrik di Indonesia dikuasai oleh trio Siemens-ABB-Alstom (dulunya GEC-Alsthom). Masuknya Tiongkok dengan konsep "separuh harga" tersebut langsung membuat trio yang disebut tadi tersingkir! Akan tetapi uniknya, perusahaan Tiongkok tersebut datang dengan membawa seluruh personel, mulai dari top manajer hingga tukang masak dan tukang bersih-bersih...
Demikian juga dengan peralatan. Mereka mengusung segala peralatan dari Tiongkok, mulai dari crane canggih hingga linggis, pacul bahkan kemoceng... Sebenarnya bukan hanya perusahaan Tiongkok saja yang begitu. Dulu perusahaan raksasa Korea Selatan dalam satu proyek PLTA di Indonesia mengusung Excavator dan Bulldozer jadul yang perusahaan lokal saja ogah untuk memakainya...
Akan tetapi, mungkin disitulah letak filosofi perusahaan Asia Timur ini (Korea Selatan dan Tiongkok) sehingga mereka bisa mendepak Jepang dari proyek-proyek besar di Asia. Produk Korea dan Tiongkok lebih murah karena mereka bisa memaksimalkan sumber daya yang ada (material, peralatan dan pekerja) untuk dikolaborasikan dengan etos kerja keras khas Asia Timur.
***
Mengapa jumlah TKA-Tiongkok yang datang semakin banyak? Tentu saja banyak sebab proyek infrastruktur di Indonesia lebih banyak investornya dari Tiongkok. Investasi itu meliputi pendanaan proyek, konsultan dan kontraktor. Perusahaan Amerika, Eropa maupun Jepang kini susah untuk mengungguli Tiongkok, terkait harga murah yang ditawarkan oleh Tiongkok.
Pertanyaan serius adalah, mengapa kontraktor Tiongkok membawa "Unskill/Low skill labour" padahal tenaga kerja di Indonesia sangat berlimpah dengan upah yang lebih murah?
Ilustrasinya dapat kita lihat pada sebuah proyek nasional di dalam negeri sendiri.
Suatu kali ada kontraktor dari Jakarta memenangkan tender pekerjaan membangun sebuah PKS (Pabrik Kelapa Sawit) berikut bangunan kantor dan perumahan karyawan di Sumatera. Ini adalah kontrak pekerjaan yang ketiga kalinya di Sumatera. Di Sumatera sendiri banyak PKS dan banyak pekerja (sebagian besar malah Pujakesuma, Putra Jawa kelahiran Sumatera)
Sebelumnya, perusahaan memakai jasa pekerja lokal. Namun kini perusahaan malah memboyong seluruh pekerja berikut tukang masak dari Subang, Jawa Barat, yang jumlahnya mencapai ratusan orang! Tentu saja perusahaan harus mengeluarkan biaya ekstra untuk tiket pesawat, pemondokan dan pinjaman pekerja bagi keluarga yang mereka tinggalkan di Subang.
Padahal kalau memakai pekerja lokal, perusahaan tidak perlu harus menyediakan biaya transportasi dan akomodasi. Artinya perusahaan justru mengeluarkan cost lebih banyak dengan membawa pekerja dari Jawa. Lalu dimana letak benefitnya?