Tragedi penyiksaan, kekerasan, bahkan sampai pembunuhan, tidak hana terjadi pada manusia saja. Akan tetapi terhadap hewan pun bisa terjadi. Ketika ada penyiksaan dan pembunuhan terhadap hewan, maka pelakunya bisa dipastikan adalah manusia itu sendiri. Entah tanpa sebab, bahkan ada yang dengan sebab melakukan kekerasan bahkan pembunuhan terhadap hewan. Hewan yang dimaksud antara lain, ada hewan-hewan peliharaan dan ada pula hewan liar, yang dengan sadis di siksa dan di bunuh.
Niat dari penyiksaan bahkan dibunuhnya hewan, sangat beragam alasan dan tujuan dilakukan. Ada yang dengan niat, karena kesal dengan hewan tersebut dikarenakan hewan tersebut telah berbuat sesuatu yang tidak menyenangkan terhadap human tersebut, maka dengan melampiaskan emosionalnya, hewan tersebut di siksa bahkan di bunuh.
   Kemudian ada pula yang menyiksa terlebih dahulu, kemudian di tewaskan lalu dijadikan bahan konsumsi. Ada beberapa hewan yang biasanya melalui tahap ini, seperti konsumsi daging anjing yang biasanya dibuat rica-rica. Tidak hanya anjing saja yang dikonsumsi, akan tetapi masih banyak lagi hewan-hewan yang dikonsumsi, baik yang hidup di darat, laut, bahkan udara. Dalam konteks ini semua hewan harus dibunuh terlebih dahulu, sebelum bisa mendapatkan hasilnya sesuai dengan tujuan manusia masing-masing. Yang paling sering terjadi pembunuhan kepada hewan seperti anjing dan kucing, ini yang biasanya menjadi sorotan publik secara masif. Apalagi dikarenakan pembunuh hewan itu sendiri adalah majikan dari hewan yang di bunuh. Apalagi jika ada video pembunuhan atau penyiksaan hewan peliharaan tersebut, ini yang membuat publik sangat geram dan mengecam tindakan tersebut.
   Selanjutnya timbul pertanyaan, apakah hukuman terhadap pelaku pembunuhan hewan itu sama semua atau berbeda-beda? Karena konteks pembunuhan ini ada dua versi, yang pertama pembunuhan secara tiba-tiba (pembunuhan) dan pembunuhan berencana. Kalau misalkan korbanya itu adalah manusia (natuurlijke person). Maka hukuman nya berbeda, tergantung dari cara dan niat pelaku dalam membunuh manusia tersebut, kalau di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), di dalam Pasal 338 itu merupakan delik pembunuhan biasa, sedangkan 340 adalah delik dari pembunuhan berencana. Ancaman pidananya pun berbeda-beda. Kalau ancaman pidana pembunuhan biasa itu maksimal hukumannya 15 tahun. Sedangkan pembunuhan berencana maksimal hukumannya 20 tahun atau seumur hidup. Lantas apakah sanksi demikian dapat diterapkan kepada pelaku pembunuhan hewan? Menurut penulis itu sangat tidak mungkin. Karena secara derajat saja, harkat dan martabat manusia itu berbeda dengan hewan (sisi korban pembunuhan). Tentu saja lebih ringan pidana penjara, para pelaku pembunuhan hewan dibanding para pelaku pembunuhan terhadap manusia. Perlu diingat, tidak ada nyawa hewan setara/sebanding dengan manusia. Bahkan di beberapa putusan hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada pelaku pembunuhan hewan, kurang dari satu tahun dan paling lama itu dua tahun. Semuanya tergantung dari bentuk, cara, alat dan bentuk-bentuk materil yang di temukan dalam peristiwa hukum.
   Beberapa pekan lalu, penulis sempat menuliskan tentang tindak pidana para pelaku pembunuhan hewan secara sadis. Mungkin ini masih ada kaitannya dengan tulisan yang beberapa pekan lalu penulis tuliskan. Ketika kita melihat bahkan mengetahui adanya penyiksaan bahkan pembunuhan terhadap hewan, maka kita bisa melaporkan kepada pihak yang berwewenang (Polisi), agar segera dilakukan tahap penyedilikkan. Karena delik di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 302, itu bukan delik aduan, akan tetapi delik umum yang siapa saja bisa melaporkannya. Hukuman maksimal yang bakal menjerat pelaku, itu 9 bulan kurungan penjara dan denda sebesar Rp 4.500.000. Akan tetapi menurut penulis, para pelaku penyiksaan atau pembunuhan hewan, paling tinggi mendapatkan pidana penjara selama 6 bulan dan denda di bawah Rp 4.500.000.
   Lantas bagaimana jika kegiatan dari memburu hewan? Apakah bisa dikategorikan sebagai tindakan kejahatan penyiksaan bahkan pembunuhan hewan. Setiap aksi pemburuan baik itu di hutan maupun alam bebas, harus mendapatkan izin dari Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam yang di bawah Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Bahkan mengangkut hasil buruan pun juga harus ada izin dari lembaga yang berwewenang. Yang sangat tidak diizinkan ketika melakukan pemburuan di hutan lindung dan di dalam hutan tersebut banyak satwa-satwa langkah, itu memang sangat tidak diizinkan dan tidak dibolehkan untuk dilakukan. Pastikan jangan pernah coba-coba untuk melakukan kegiatan pemburuan di hutan lindung, kalau tidak mau mendapatkan sanksi/denda yang sangat berat. Akan tetapi fakta di lapangan, banyak sekali pemburuan secara masif yang dilakukan oleh beberapa kelompok/individual.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H