Mohon tunggu...
Yafet Ronaldies
Yafet Ronaldies Mohon Tunggu... Freelancer - Human Mood-an

Ordinary Writer || Digital Writer || Freelance || Hobi makan || Enjoy Cook {Linke Ideologie}

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tarik-Ulur Pengesahan RKUHP, Persoalan Pasal-Pasal tentang Peghinaan Presiden dan Wakil Presiden

14 Agustus 2022   14:37 Diperbarui: 14 Agustus 2022   15:12 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jikalau diperhatikan dalam Konsitusi tertinggi negara kita, di dalam BAB II Kekuasaan Pemerintahan Negara UUDNRI Tahun 1945 Pasal 4, mengandung arti sebagaimana dinyatakan Jimly Asshiddiqie, bahwa: "Artinya, ada kekuasaan pemerintahan negara yang menurut undang-undang dasar dan ada pula kekuasaan pemerintahan negara yang tidak menurut undang-undang. 

Yang dimaksud dengan "menurut undang-undang dasar" juga dapat dibedakan antara yang secara eksplisit ditentukan dalam undang-undang dasar dan ada pula yang tidak secara eksplisit ditentukan dalam undang-undang dasar. Kepala Negara atau Presiden selaku kepala pemerintahan, yaitu jabatan yang memegang kekuasaa pemerintahan Negara, menurut Undang-Undang Dasar, Dalam UUD NRI Tahun 1945 tidak terdapat ketentuan yang mengatur tentang adanya kedudukan kepala Negara Head Of State ataupun Kepala pemerintahan head Of Government atau Chief executive. 

Disitu dinyatakan Presiden dan Wakil Presiden adalah pemegang kekuasaan kenegaraan. Secara hirarki penguasa kekuasan negara ini. Presiden/Wakil Presiden menjadi nomor satu. Akan tetapi, tetap kedaulatan berada di tangan rakyat. Jadi, secara tidak langsung UUD NRI Tahun 1945, memisahkan mana yang menjadi penguasa negara ini beserta wilayah kekuasannya. Seorang Presiden/Wakil Presiden, juga warga negara Republik Indonesia, cuman yang membedakannya adalah jabatan serta status sosial secara strata kewewenangannya juga sangat berbeda.

Persoalannya ialah kembali ke aparat penegak hukum, dalam menginterpretasikan pemahaman dan cara pandang dalam membedakan mana kritik mana yang sifatnya hinaan. Menurut penulis, sebaiknya harus ada pedoman khusus (baik itu dari kemenkumham/DPR) yang pasti dan tepat untuk para aparat penegak hukum, dalam membedakan mana diksi hinaan dan diksi kritik.

https://twitter.com/YafetRonaldies?t=vXtHOWjRTPnj4SyMHZcwRA&s=09

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun