Jadi, saat ini banyak digunakan perbanyakan tumbhan melalui cara kultur jaringan. Pemanfaatan teknologi kultur jaringan untuk tujuan perbanyakan bibit telah diaplikasikan pada berbagai tumbhan tahunan seperti jati, eukaliptus, akasia, dan lain-lain.
Jati banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Beberapa kalangan masyarakat merasa bangga apabila tiang dan papan bangunan rumah serta perabotannya terbuat dari Jati. Berbagai konstruksi pun terbuat dari Jati seperti bantalan rel kereta api, tiang jembatan, balok dan gelagar rumah, serta kusen pintu dan jendela.
Pada industri kayu lapis, Jati digunakan sebagai finir muka karena punya serat gambar yang indah. Dalam industri perkapalan, jati sangat cocok dipakai untuk papan kapal yang beroperasi di daerah tropis.
Beberapa kelebihan dari penggunaan cara kultur jaringan dibandingkan dengan cara konvensional adalah faktor perbanyakan tinggi, tidak tergantung pada musim karena lingkungan tumbuh in vitro terkendali, bahan tumbhan yang digunakan sedikit sehingga tidak merusak pohon induk, tumbhan yang dihasilkan bebas dari penyakit meskipun dari induk yang mengandung patogen internal, tidak membutuhkan tempat yang sangat luas untuk menghasilkan tumbhan dalam jumlah banyak.
Sedangkan masalah yang banyak dihadapi dalam mengaplikasikan cara kultur jaringan, khususnya di Indonesia adalah modal investasi awal yang cukup besar dan sumber daya manusia yang menguasai dan terampil dalam bidang kultur jaringan tumbhan masih terbatas.
Masalah lain yang sering muncul adalah tumbhan hasil kultur jaringan sering berbeda dengan tumbhan induknya atau mengalami mutasi. Hal ini dapat terartinya karena penggunaan metode perbanyakan yang salah, seperti frekuensi subkultur yang terlalu tinggi, perbanyakan melalui organogenesis yang tidak langsung (melalui fase kalus) atau konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan terlalu tinggi (Mariska et al., 1992).
Secara umum, produksi bibit melalui metode kultur jaringan memerlukan beberapa tahap, yaitu (1) penyediaan bahan tumbhan (eksplan) dari induk terpilih, (2) sterilisasi eksplan yang akan ditanam pada media inisiasi, (3) penanaman pada media untuk penggandaan atau multiplikasi tunas, (4) penanaman pada media untuk perakaran atau pembentukan planlet, dan (5) aklimatisasi (Murashige, 1974; George dan Sherrington, 1984).
Pada metode perbanyakan untuk tumbhan jati genjah, umumnya tidak dilakukan tahap multiplikasi tunas dan perakaran tetapi diganti menartinya tahap induksi tunas dan elongasi, sedangkan tahap perakaran dilakukan pada saat aklimatisasi. Metode ini cukup sederhana dan mirip dengan cara perbanyakan dengan stek secara konvensional. Jadi, metode perbanyakan jati genjah sering disebut secara stek mikro. Keuntungan penggunaan metode ini adalah tumbhan yang dihasilkan stabil secara genetik.
Persiapan Bahan Tumbhan
Salah satu kunci keberhasilan untuk mendapatkan bahan tumbhan yang responsif dan dapat diperbanyak secara kultur in vitro adalah bahan tumbhan yang masih muda. Untuk tumbhan kehutanan atau tumbhan tahunan lainnya daya tumbuh bahan yang akan ditanam sangat diperhatikan (Mariska dan Purnamaningsih, 2001).
Daya tumbuh tunas muda akan hilang secara fisik apabila jarak antara ujung tunas dan akar semakin jauh karena pertumbuhan (George dan Sherrington, 1984). Pada tumbhan tahunan dewasa, tunas muda yang punya daya tumbuh tinggi (juvenil) sering muncul pada bagian tumbhan yang dekat dengan tanah atau sering disebut tunas air.