Mohon tunggu...
Initial J
Initial J Mohon Tunggu... Lainnya - Warga Digital 4.0

Z

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Delictum Continuatum Dan Kejahatan oleh Negara dalam Kasus First Travel?

11 Desember 2022   23:08 Diperbarui: 11 Desember 2022   23:20 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                    

KASUS FIRST TRAVEL 2017

Hai, salam sehat

Kali ini kita akan mengulas sedikit terkait dugaan penipuan umrah yang dilakukan oleh PT. First Travel, sehingga pada akhirnya terdakwa dijerat pasal berlapis dan putusan hakim yang kontroversial. 

Mulai dari kronologi singkatnya dulu, gas...

Dilansir https://www.cnnindonesia.com Dugaan kasus penipuan umrah yang dilakukan oleh PT. "First Travel" New step, ada dua pimpinan perusahaan tersebut, yang juga suami istri, Andika Surachman (direktur utama) dan Annisa Desvitasari Hasibuan (direktur), keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan umrah. Sebelumnya first travel terdaftar sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) sejak mengantongi keputusan dirjen PHU No. D/746 tahun 2013.

Terjadi kegagalan pemberangkatan jemaah pada 28 maret 2017 sehingga jemaah terpaksa diinapkan dihotel sekitar bandara soekarno hatta, hal itu pun membuat kemenag melakukan klarifikasi, investigasi, advokasi hingga mediasi dengan jemaah, upaya klarifikasi pertamana kalinya dilakukan tanggal 18 april 2017 namun pihak manajemen tidak memberikan respon. Kemenag (kementerian Agama) setidaknya sudah 4 kali mengupayakan mediasi antara jemaah dengan first travel namun upaya tersebut tidak berbuah hasil karena pihak first travel tidak kooperatif. 

Pada tanggal 22 Mei 2017, kemenag meminta pihak first travel untuk mediasi dengan jemaah, first travel mengirimkan tim legal, namun mediasi tidak dilanjutkan karena tak diberi surat kuasa, untuk kedua kalinya kemenag kembali memanggul pihak first travel pada 24 Mei 2017. Upaya ini pun gagal karena pihak manajemen tak hadir, selanjutnya pada 21 Juli 2017 lalu, satuan tugas waspada investasi otoritas jasa keuangan (OJK) memerintahkan PT first travel untuk menghentikan penjualan paket promonya. Izin PPIU untuk first travel pun dicabut karena kemenag menilainya telah terbukti melanggal pasal 65 huruf a PP No. 79 tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU No. 13 tahun 2008 tentang Penyelenggara Ibadah Haji. Kemenag pun memerintahkan kepada PT first travel untuk mengembalikan seluruh biaya jemaah umrah yang telah mendaftar atau melimpahkan seluruh jemaah tersebut kepada penyelenggara perjalanan ibadah umrah lain tanpa menambah biaya apapun. (https://www.cnnindonesia.com

Next...
Menurut penulis, masuk atau tidaknya dalam kategori korban dari kejahatan yang dilakukan oleh Negara tentu memunculkan dua pandangan sehingga sangat sulit untuk menentukannya jadi perlu di deliberasi dan dikaji dengan baik, pandangan pertama, dalam kasus ini pelaku kejahatan tidak hanya melakukan aksi tipu daya atau penipuan saja melainkan juga melakukan pencucian uang para korban Jemaah first travel (consurcus yang berlanjut). Perampasan aset korban dari para terdakwa untuk kemudian menjadi milik Negara tentu dilakukan dengan pertimbangan yang matang berpedoman pada undang-undang yang berlaku seperti pasal 39 KUHP jo pasal 46 KUHP Pasal 39 ayat (1) (2) dan (3) dan pasal 46 ayat (1) dan (2) apabila pada fakta persidangan barang-barang bukti yang merupakan hasil kejahatan yang dilakukan oleh pelaku dan disita dari pelaku karena terbukti melakukan aksi penipuan dan pencucian uang maka barang-barang bukti tersebut dirampas untuk negara, yang namanya kejahatan dengan objek utama nya uang dan dihasilkan dari perbuatan pidana “money laundering” itu tentu pada akhirnya merugikan Negara, ini sudah masuk dalam tindak pencucian uang sehingga segala bentuk kejahatan yang masuk kedalam dimensi pencucian uang maka asset dari hasil kejahatan tersebut disita atau dimasukan ke kas Negara. 

Pandangan kedua, seharusnya aset atau dana para korban penipuan dan pencucian uang ini harusnya diupayakan untuk dapat dikembalikan untuk korban sebab dalam kasus ini bukanlah korupsi melainkan bentuk setoran uang, dan akhirnya masuk ke penipuan. Singkatnya adalah yang rugi itu adalah korban(masyarakat) bukan Negara, Negara jangan seenaknya tidak merasa dirugikan namun mendapatkan keuntungan dari jalur yang keliru beda kalau Negara disini posisi dirugikan barulah masuk akal dirampas untuk memulihkan kerugian yang Negara alami. Inttinya dua persepktif ini memiliki kebeneran yang berbeda dilihat dari asumsi sesuai dengan versi yang dirasa tepat.

Delictum continuatum atau voortgezetthandeling...
Pelaku harus bertanggung jawab sesuai dengan hukum yang berlaku, para pelaku harus siap menerima sanksi berupa pidana penjara dan denda sebagaimana tertuang dalam pasal 378 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1KUHP dan pasal 372 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 dan pasal 3 dan 4 UU No.8 tahun 2010 tentang Pencucian Uang. 

Ini merupakan rechtvinding yang tepat dalam menangani atau menjerat para pelaku sesuai dengan jenis kasus yang dilakukan oleh pengurus first travel yakni tindak pidana penipuan dan pencucian uang. Apabila dilakukannya restorative justice tentu tidak masalah juga tergantung dengan para pihak yang bersangkutan terutama para korban, setuju atau tidak setujunya mereka tapi apabila setuju maka memungkinkan pelaku harus siap menerima permintaan dan menanggung biaya korban “cost victimsation” untuk pergi umrah ini merupakan salah satu win win solution atau alternatif agar kasus ini dapat segera diselesaikan. Nah apabila tidak disetujui atau tidak disepakati oleh para korban maka kembalilah ke proses hukum di persidangan dan mau tidak mau pelaku harus siap untuk menerima konsekuensi hukuman yaitu masuk ke dalam jeruji besi selama kurun waktu yang telah ditentukan. (KUHP dan UU No. 8/2010 tentang Pencucian Uang) 

Last, apa manfaat kita pelajari ilmu viktimolgi jika dikaitan dengan kasus ini?
Bevinding penulis, tentu agar kita bisa mengetahui dan memahami hal-hal berikut: 

Pertama, agar kita dapat memahami kedudukan korban sebagai sebab terjadinya kejahatan atau “criminal” oleh first travel dan untuk mencari suatu kebenaran dari semua itu;

Kedua, memiliki manfaat dan peran sebagai bentuk penghormatan terhadap hak asasi korban  sebagai manusia yang telah dirugikan oleh pengurus first travel;

Ketiga, bagi aparat kepolisian ilmu viktimologi sangat bermanfaat untuk membantu dalam upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh first travel;

Keempat, bagi kejaksaan bermanfaat khususnya disaat proses di pengadilan yakni dapat menjadi acuan bahan pertimbangan dalam menentukan hukuman yang setimpal dan tepat bagi para pelaku first travel (berat atau ringan); dan

Kelima, bagi hakim ilmu viktimologi dapat membuat sang hakim tidak hanya menempatkan para korban first travel ini sebagai saksi dalam persidangan, melainkan untuk memberikan ruang agar para korban turut memahami kepentingan dan juga kerugian yang dialami korban akibat dari kejahatan sehingga apa yang menjadi harapan atau keinginan dari korban terhadap pelaku bisa sedikit banyak dapat terkonkretisasi dalam putusan hakim.

Moga bermanfaat 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun