Perjuangan kemerdekaan Indonesia tentunya seperti yang telah kita semua tau tidak mudah dan tidak sebentar, banyak hal yang harus di tempuh serta di korbankan untuk mencapai kata merdeka dan berdiri sebagai bangsa yang menentukan nasibnya sendiri, kemudian tidak terlepas dengan yang namanya kolonialisme dan penjajahan dengan sistem nya yang begitu merugikan dan penuh ketidakadilan baik dari pihak Belanda, Jepang ataupun para penjajah lain, mereka mempunyai caranya masing-masing untuk menjajah indonesia dan semuanya tidak ada yang berpihak penuh terhadap bangsa kita dan hanya berlandaskan kepentingan individu atau golongan semata.
Namun dari sekian banyak penjajah yang datang ke Indonesia, ada satu kebijakan yang menurut penulis cukup berdampak positif terhadap merdekanya Indonesia saat ini, yakni berlakukannya kebijakan Politik Etis oleh Belanda yang cukup berpengaruh terhadap kemajuan pergerakan dan kebangkitan nasional bangsa Indonesia dalam memperjuangan kemerdekaan. Dalam kebijakan politik etis di dalamnya termaktub tiga point kebijakan diantaranya yaitu, Irigasi yaitu kebijakan dalam bidang agraria atau pertanian, kemudian Emigrasi yang merupakan kebijakan dalam pemerataan penduduk di berbagai wilayah dan yang terakhir yaitu Edukasi yang merupakan kebijakan dalam memberikan kesempatan pendidikan terhadap warga pribumi.
Kebijakan Politik Etis
Dalam perjalanannya pembentukan kebijakan politik etis yang di berlakukan oleh Belanda di anggap sebagai politik balas budi, mereka menganggapnya sebagai "kemanusiaan" atau bahkan "kewajiban moral" kepada bangsa Indonesia. Dengan pro dan kontra, Kode Etik sebenarnya mulai berlaku setelah Ratu Wilhelmina berpidato di depan Jenderal Staten pada tahun 1901. Sebelum tahun 1901, politik Belanda hanya mementingkan tuntutan ekonomi, dan eksploitasi kekayaan Indonesia sama sekali tidak mempertimbangkan rakyat Indonesia. Dalam pidato Ratu Wilhelmina dimungkinkan untuk menyeimbangkan unsur penjajahan dengan unsur “kewajiban moral”. Penjelasan Van Deventer tentang politik etis dikonseptualisasikan dalam hal irigasi, pendidikan dan migrasi. (Novriyanto et al., 2022).
Namun dalam bentuk implementasinya politik balas budi ini tetap saja tidak sepenuhnya memberikan hak dan kebebasan secara utuh kepada bangsa Indonesia, masih ada unsur kepentingan yang di bawakan oleh pihak Belanda dalam pelaksanaan Politik Etis, seperti contohnya dalam pelaksanaan kebijakan Irigasi yang dimana pemerintah Belanda membangun sarana transportasi petanian, sistem sanitasi, pembangunan waduk dan sistem irigasi yang pada awalnya di tujukan untuk kesejahteraan rakyat pribumi dalam bidang pertanian dan peternakan.
Namun lambat laun hal tersebut kian tidak konsinten dengan mempersulit rakyat pribumi untuk mendapatkan air yang mengairi lahan mereka dan mengalihkannya untuk kepentingan pengairan pertanian yang di miliki oleh orang Belanda sehingga rakyat pribumi kesusahan dalam mengembangkan pertaniannya. Kemudian dalam bidang pendidikan juga kian sama dengan adanya pembatasan dalam upaya memberikan akses pendidikan terhadap masyarakat pribumi seperti hanya memperpolehkan laki-laki saja untuk sekolah pada sekolah buatan Belanda dan untuk perempuan hanya di perbolehkan di rumah saja.
Lalu terjadi diskriminasi dalam pemberian kesempatan pendidikan dengan hanya memperbolehkan anak dari bangsawan pribumi yang mendapatkan akses pendidikan dan jika bukan anak bangsawan tidak akan mendapatkan hak pendidikan yang sama dan pendidikan yang di berikan oleh Belanda cenderung hanya untuk di manfaatkan kembali oleh mereka sebagai pekerja di bidang industri yang mereka punya. Namun dari berbagai diskrimiasi dan ketidaksesuaian implementasi politik etis tersebut ada dampak positif yang di dapatkan oleh masyarakat pribumi terutama dalam hal pergerakan nasional dan kesadaran akan terbebas dari penjajahan kolonial pada saat itu.
Politik etis dan Pergerakan Nasional
Dalam pemberlakuan kebijakan pemberian akses pendidikan pada pribumi yang tercantum dalam kebijakan politik etis ternyata mempunyai dampak positif walaupun dengan berbagai diskriminasi yang di berlakukan oleh pihak Belanda. Yang menjadi sasaran kebijakan edukasi ini ialah anak para bangsawan pribumi seperti anak Bupati dan jajarannya yang pada saat itu mempunyai posisi yang berpengaruh terhadap bangsa Belanda.
Namun walaupun demikian, para cendikiawan pribumi yang mendapatkan akses pendidikan yang di berikan oleh Belanda mereka manfaatkan dengan baik untuk membangun kesadaran masyarakat pribumi akan kebangkitan nasional dan pergerakan terhadap ketidakadilan yang kolonial lakukan selama ini, para tokoh tersebut seperti Sukarno, Hatta, Sjahrir dan yang lainnya berusaha memanfaatkan ilmu yang mereka punya untuk mencari cara agar bangsa Indonesia bisa merdeka.
Pengaruh dari adanya para cendikiawan pribumi diantaranya perubahan arah gerak perlawanan dan perjuangan bangsa Indonesia yang tadinya menggunakan perjuangan bersenjata namun kian berubah menjadi perjuangan diplomasi yang lebih efektif dan tidak terlalu memakan banyak korban yang berjatuhan.
Adanya Organisasi pergerakan Nasional juga menjadi salah satu hasil dari dampak positif para golongan terpelajar yang terbentuk sehingga terciptalah organisasi pergerakan nasional pertama yaitu Budi Utomo pada tahun 1908, kemudian di susul dengan Organisasi pergerakan yang lain seperti Sarekat Islam, Perhimpunan Indonesia dan yang lainnya yang tujuannya sama yaitu menginginkan Indonesia merdeka.
Dengan demikian kaitan antara kebijakan politik etis yang di buat oleh Belanda cukup mempengaruhi gairah perjuangan dan kebangkitan bangsa Indonesia khususnya dalam sisi pergerakan Nasional yang menjadi salah satu faktor merdekanya indonesia saat ini, dan juga menjadi pemantik semangat baru untuk masyarakat Indonesia yang lainnya dalam mengenyam pendidikan dan mendapatkan pencerdasan pemikiran dalam berbagai bidang yang positif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H