Dari sela-sela rumah dinding kayu, angin itu menyusup masuk. Hembusan angin di pagi buta sangat lah dingin. Angin itu tembus masuk kedalam pori-poriku. Pagi ini tampak ada yang berbeda, biasanya yang membangunkanku adalah suara dari klakson mobil, bunyi bising dari knalpot motor, atau suara orang yang lalu lalang. Maklum saja, rumah tempat tinggal ku masuk dalam kawasan padat penduduk. Tempatnya berada dekat dengan jalan umum dan pasar. Rasa ingin tidur masih melanda tetapi niat itu ku urungkan sebab saat ini saya berada pada sebuah tempat yang jauh dari hiruk pikuk dan kebisingan kota. Saya baru tersadar kalau hari ini saya berada di rumah warga, rumah seorang anak yang tiba-tiba saja mengantarkan segelas teh hangat di hadapanku. Kemarin ia yang menawarkan tumpangan tidur di rumahnya. Di tempat ini sangat kurasakan sebuah kenyamanan dari tempat tinggal saya di Kota. Pagi itu, yang ku dengar hanyalah bunyi percikan air dan suara anak-anak yang sedang bermain, semua rumah warga di bangun diatas laut. Untuk menghubungkan antara rumah satu dan rumah yang lain, di buat semacam jembatan yang dapat menghubungkan rumah-rumah mereka. Sumber: Desa Terapung Suku Bajo Sumber: Keceriaan Anak Suku Bajo Mengawali aktifitas saya di pagi ini, kulihat beberapa orang warga mengayuh sampan dan melintas di bawah kolong rumah. Saat ini saya berada di sebuah perkampungan suku bajo, setelah kemarin melakukan perjalanan panjang dari Kota Baubau. Di tempat ini, saya mendapatkan pelayanan yang hangat dari mereka. Awal kedatanganku di tempat ini, saya di lihatnya sangat asing. Beberapa orang anak bertanya kepada saya dengan bahasa daerah mereka, tak satu pun ku jawab sebab bahasanya tidak sama sekali kumengerti. Para warga pun langsung berkumpul dan saling bertanya-tanya. Kejadian ini memang sering terjadi bila ada warga pendatang masuk kekampung mereka. Kondisi rumah-rumah mereka agak kurang terawat, dinding-dinding rumahnya sudah mulai lapuk. Bantuan pemerintah program bedah rumah yang mereka terima, dirasakan kurang bermanfaat dan tidak tepat sasaran. Sepertinya bantuan itu tidak seluruhnya diberikan ke warga. Sebab, banyak keluhan yang ku dengar dari mereka soal program tersebut bermasalah. Potret ini sering dialami warga desa, mereka menganggap warga desa tak tahu apa-apa. Hak yang seharusnya di berikan ke masyarakat desa, justru di “rampok” oleh mereka yang tak tahu diri. Usai kami sarapan bersama, bapak itu langsung bergegas menuju kolong bawah rumahnya. Setelah membereskan beberapa peralatannya, ia langsung berpamitan kalau hari ini ia akan melaut. Dengan menggunakan sampan, ia bersama putranya menuju kesuatu tempat di laut untuk mencari ikan. Anak itu sangat bersemangat, secara bersamaan ia mengayuh sampannya menuju laut lepas. Ia adalah Simote usianya masih sangat belia, hampir setiap hari ia selalu menemani sang ayah untuk melaut. Saat anak-anak yang lain berseragam merah putih, Simote memilih menaiki sampan dan melaut bersama sang ayah, ia adalah satu diantara anak lain yang tidak bersekolah. Di Desa Terapung Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton ada banyak anak yang ku temui disini tidak bersekolah. Anak-anak itu lebih memilih melaut ketimbang mengikuti proses belajar di sekolah. Beberapa orang tua dari mereka menuturkan, bahwa sebenarnya mereka sangat menginginkan anak-anaknya bersekolah. Sekalipun sekolah tak memungut biaya, namun beberapa atribut dan buku harus di beli dengan harga yang lumayan. Sementara biaya yang dibutuhkan tidak lah sedikit, para nelayan juga bisa melaut jika cuaca bersahabat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H