Bulan Agustus sudah tiba. Di bulan inilah momen yang tepat bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk berbahagia. Terutama di masa pandemi seperti saat ini, bahagia menjadi sesuatu yang sangat mahal bagi semua orang. Berbahagia karena di bulan inilah bangsa Indonesia berhasil meraih kemerdekaannya yang saat ini sudah berusia 76 tahun.
Terkait dengan kemerdekaan, tentu kita sudah sangat akrab dengan ungkapan bung Karno ini, "Sekali Merdeka tetap Merdeka. Kita cinta damai, tetapi kita lebih cinta KEMERDEKAAN". Bahwa sejatinya kemerdekaan Indonesia akan selamanya tumbuh subur di bumi Indonesia, seiring rakyatnya yang juga selamanya cinta akan kemerdekaan. Kurang lebih itulah salah satu pesan penting yang dapat kita petik dari ungkapan bung Karno tersebut.
Namun yang disayangkan adalah puluhan tahun setelah sang proklamator kemerdekaan Indonesia itu menyampaikan ungkapannya tersebut, banyak masyarakat Indonesia hari ini justru malah ada yang memiliki pemikiran yang berseberangan dan lebih memilih untuk bersikap sebaliknya dengan mengatakan bahwa Indonesia hari ini sudah tidak layak lagi untuk disebut merdeka. Kemerdekaan hanyalah mitos semata. Begitu kata mereka.
Narasi-narasi seperti itu biasanya akan muncul setiap kali menjelang perayaan peringatan hari kemerdekaan. Layaknya virus yang menyebar dan bergentayangan di sekitar kita. Entah itu kita menemukannya di lini masa media sosial kita, di tongkrongan, ataupun kita mendengarnya dari tetangga terdekat. Saya sendiri sangat sering menjumpai narasi-narasi semacam itu di beranda media sosial saya, apalagi ketika bulan Agustus sudah tiba.
Argumen yang mereka bangun biasanya adalah karena menurut mereka negara yang betul-betul layak untuk disebut merdeka adalah negara yang tidak terkungkung oleh satu masalah apapun. Negara yang merdeka adalah ketika rakyatnya sudah makmur dan sejahtera semua. Tidak ada kemiskinan, ketimpangan ekonomi, kesenjangan sosial, kepadatan penduduk, dan lainnya. Itulah kemerdekaan yang sejati menurut mereka.Â
Sementara mereka melihat di Indonesia sama sekali tidak mencerminkan keadaan-keadaan seperti demikian. Yang ada justru kondisi yang sebaliknya. Kemiskinan merajalela di mana-mana, pemukiman yang kumuh, ekonomi yang timpang, kesenjangan sosial, kriminal dan berbagai ketimpangan yang lainnya menjadi alasan bagi mereka untuk menghukumi hilangnya nuansa kemerdekaan di republik ini.
Terlebih lagi di masa pagebluk seperti sekarang ini, ketika banyak rakyat yang kecewa dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah, menteri korupsi, dana bansos yang merupakan hak rakyat malah "dirampok" oleh dia yang seharusnya jadi panutan. Rakyat menderita, wakil rakyat yang sejahtera. Jadinya, semakin merasa benarlah mereka yang menggaungkan narasi tersebut, bahwa label kemerdekaan bagi Indonesia memang sudah menjelma jadi mitos.
Lalu, apa gunanya kita selama ini memperingati hari kemerdekaan bangsa kita setiap tanggal 17 Agustus? Toh nyatanya kemerdekaan hanya semu belaka. Dan apakah perayaan itu hanya sekadar seremoni semata yang tanpa makna? Tentu saja jawabannya adalah tidak demikian. Biar bagaimanapun menjamurnya masalah di negara kita ini tetap saja kita pantas untuk memperingati hari kemerdekaan bangsa kita dengan semeriah mungkin. Apa yang diungkapkan oleh salah satu bapak bangsa kita itu, Bung Karno, juga sudah benar bahwa kita akan selamanya menjadi negara yang merdeka.
Anggapan bahwa suatu negara baru bisa dikatakan merdeka jika dan hanya jika di dalamnya sudah tidak terdapat suatu problem apapun lagi adalah keliru. Pandangan yang seperti itu justru akan membuat kita jadi menilai bahwa tidak ada satupun negara yang ada di muka bumi ini yang layak untuk disebut merdeka. Karena sejatinya semua negara yang ada, di manapun letak geografisnya dan seperti apapun sistem pemerintahannya, pastinya memiliki PR masing-masing dengan tingkat kerumitan yang berbeda-beda.
Bahkan negara-negara maju sekaliber seperti Amerika Serikat, Denmark, Jepang, Belgia, Perancis, Irlandia dan yang lainnya pastinya juga tidak terlepas dari kungkungan permasalahan. Bahkan sangat mungkin beban yang mereka pikul jauh lebih berat dari segala kekacauan yang sedang terjadi di negara kita ini.
Tentu kita semua sudah sama-sama tahu bagaimana Amerika juga begitu kepayahan dalam menghadapi serbuan Covid-19, bahkan negara yang terkenal dengan kedigdayaannya itu sempat pula merajai daftar negara yang paling tinggi kasus kematiannya akibat pandemi Covid-19. Tapi faktanya, negara-negara tersebut tetap termasuk kok sebagai negara yang maju. Mereka tetap terhitung kok sebagai negara yang merdeka. Amerika dengan kondisinya yang sedemikian memperhatikannya itu tetap disebut kok sebagai negara adidaya.
Maka dari itulah, mulai dari sekarang juga berhentilah untuk selalu menggembar-gemborkan narasi-narasi yang sungguh sangat nirfaedah itu. Tidak ada gunanya sama sekali. Percayalah negara kita ini akan selamanya tetap merdeka, meski ada segunung persoalan yang sedang mengepung kita.Â
Masih banyak kok hal-hal penting lainnya yang lebih layak untuk kita pikirkan dan utamakan demi kemajuan bangsa kita. Apalagi jika kita adalah generasi muda, yang mana di tangan kitalah bagaimana nasib bangsa kita ini kedepannya. Kerja-kerja produktif, kreatif dan inovatif yang seharusnya menjadi prioritas utama kita saat ini, bukan malah membangun opini-opini yang tidak jelas juntrungannya seperti itu. Hadeehh!Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H