Kearifan lokal yang berkembang pada masyarakat dijadikan pedoman dalam melakukan suatu tatanan hidup. Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya masyarakat yang memiliki cirikhas etika dan nilai budaya yang diturunkan dari generasi ke generasi2.
Daerah di Indonesia pastinya memiliki kearifan lokal yang berbeda-beda sesuai dengan tatanan wilayahnya. Mengikuti bagaimana masyarakat bekerja atau berkegiatan sehari-hari dan menjadi sebuah tuntunan hidup. Pemaknaan dari setiap kebudayaan dari segala aspek nilai juga berbeda, namun semua sama-sama mengajarkan atau mengarah kepada suatu yang baik.
Kearifan lokal saat ini sering kali dianggap ketinggalan jaman atau bahkan diberikan label "kuno". Generasi muda saat ini jarang mengerti dan jarang ingin belajar tentang kebudayaan yang dahulu berkembang didarahnya. Padahal kearifan lokal cukup menarik dan perlu untuk dipelajari. Tidak hanya memiliki nilai religius, namum kearifan lokal memberikan ajaran untuk manusia. Ajaran bagaimana seharusnya manusia memperlakukan alam tempat tinggalnya. Dengan begitu alam akan memberikan feedback yang baik pula bagi manusia.
Kearifan lokal untuk menjaga lingkungan salah satunya yaitu pada bidang pertanian. Dipulau jawa sebagai contoh, masih banyak ditemukan sawah. Sawah membutuhkan air yang cukup banyak untuk menggenagi lahannya. Ketika air tidak tercukupi, maka sawah tidak dapat digunakan untuk menanam padi. Terlebih pada jaman nenek moyang, belum muncul varietas-varietas padi yang dapat tumbuh pada lahan kering.
Kearifan lokal yang berkembang jaman dahulu dalam rangka menjaga ketersediaan air adalah dengan melakukan tradisi susuk wangan. Tradisi susuk wangan berkembang didaerah Jawa khususnya Jawa Tengah. Meskipun melakukan tradisi yang sama, pasti setiap daerah memiliki caranya tersendiri dalam melakukan ritual tradisi tersebut.Â
Mengenal lebih jauh tradisi susuk wanganÂ
Tradisi Susuk Wangan terdiri dari kata susuk dan wangan, susuk yang artinya membersihkan dan wangan artinya aliran air, sehingga susukan wangan merupakan kegiatan dimana para warga sekitar terutama pemilik lahan sawah maupun lahan lainnya membersihkan saluran air atau irigasi. Tradisi Susuk Wangan dilakukan saat awal musim hujan, dimana hal tersebut merupakan saat-saat dimana sawah membutuhkan air untuk tandhur (menanam padi) oleh para petani. pembersihan tersebut dimaksudkan untuk melancarkan aliran air atau irigasi yang menuju ke sawah. Pembersihan yang dilakukan adalah membersihkan daun dan sampah-sampah yang terbawa oleh aliran sungai atau yang berada di bendungan.
Dari beberapa sumber mengatakan pembersihan dilakukan minimal 1 tahun sekali. Namun untuk tanggal pasti pelaksanaan mengikuti kepercayaan atau tanggal baik menurut daerah masing-masing. Ada yang melaksanakan hari jumat, sabtu kliwon, kamis pahing, dan pada hari-hari lainnya.
Tradisi Susuk Wangan dilakukan didaerah sumber mata air dekat sawah. Ada yang dilakukan di bendungan seperti di daerah watu agung, Kecamatan Tuntang. Ada pula yang didaerah sungai seperti yang berada di daerah Jambu, dan di daerah Umbul seperti didaerah Setren, Wonogiri. Warga melaksanakan kerja bakti dalam melaksanakan tradisi susuk wangan untuk merawat sumber mata air yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat setempat.
Nilai spiritual Tradisi Susuk wangan
Budaya lokal tidak lepas dengan spiritual. Setelah membersihkan saluran air, biasanya masyarakat setempat melakukan slametan. Masyarakat membawa tumpeng, sesajen, ingkung, gunungan, bubur, ayam jantan dan uborampe lainya sesuai adat istiadat daerah masing-masing. Bawaan tersebut memiliki makna dan tujuannya masing-masing.
Misalnya, Sesajen dipakai sebagai simbol yang berbau gaib. Dengan menyajikan beberapa jenis makanan dalam bentuk sesajen, orang-orang Jawa percaya bahwa makhluk supranatural yang mendiami suatu tempat akan merasa tenang dan tidak mengganggu kehidupan manusia serta dapat menjaga keseimbangan alam. Gunungan melambangkan hasil pertanian, tumpeng yang berbentuk kerucut melambangkan segala permohonan ditujukan kepada Tuhan dengan harapan semua permohonan dapat terkabul.
Dan masih banyak lagi tentunya nilai-nilai spiritualitas lainnya yang berkembang didaerah masing-masing. Masyarakat melakukan apa yang dipercayainya untuk menjaga aliran air. Namun, pada akhirnya semua ini memiliki tujuan dan maksud yang sama.
Tradisi susuk wangan ini pada intinya dilakukan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat sekitar kepada Tuhan yang telah memberikan berkat sumber air melimpah bagi kehidupan manusia. Sehingga sebagai pengguna dari berkat Tuhan, sepatutnya menjaga dan melestarikan dengan tidak merusak namun merawat.
Tradisi susuk wangan juga bermanfaat untuk lingkungan sekitar. Pembersihan irigasi pastinya juga dibarengi dengan pembersihan daerah sekitarnya. Dengan bergotong royong masyarakat setempat dapat menjaga lingkungan dan ekosistem yang ada disekitar mata air.
Dampak ekonomi dapat dirasakan secara tidak langsung dengan adanya tradisi ini. Dengan adanya air yang cukup dalam mengairi lahan sawah, cukup membantu petani dalam melaksanakan kegiatan bercocok tanam. Sehingga scara tidak langsung juga dapat memperoleh hasil yang membantu perekonomian.
Sumber :
Fatmawati, Ragil. 2020. Nilai-Nilai Filosofis Tradisi Susruk Wangan Di Desa Watuagung Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Skripsi. Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
Rumini. 2022. Tersisihnya kearifan lokal di Era Digital. Penerbit P4I.
Wiganingrum, Anditya, Leo Agung, Sri Wahyuni. 2017. Nilai Kearifan Upacara Tradisional Susuk Wangan Sebagai Bentuk Solidaritas Sosial Dan Pelestarian Lingkungan Di Desa Setren Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri. Prodi Sejarah Fakultas FKIP UNS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H