Jagung (Zea mays) si emas kuning dari ladang telah lama dikenal sebagai sumber pangan pokok bagi jutaan orang di seluruh dunia. Namun, di balik manisnya biji-bijinya tersimpan potensi besar sebagai sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan. Proses pengolahan jagung menjadi etanol telah membuka babak baru dalam dunia energi.
    Penggunaan etanol dari jagung sebagai bahan bakar alternatif memiliki potensi yang besar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca khususnya karbon dioksida (CO) yang merupakan salah satu penyebab utama perubahan iklim. Etanol yang diproduksi dari jagung dianggap lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan bahan bakar fosil, seperti bensin atau diesel karena ketika etanol dibakar karbon yang dilepaskan ke atmosfer sudah diserap oleh tanaman jagung selama proses fotosintesis. Meskipun etanol mengeluarkan emisi karbon saat digunakan siklus karbonnya lebih seimbang, yang berarti emisinya jauh lebih rendah dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil yang melepaskan karbon yang terperangkap di dalam tanah selama jutaan tahun. Selain mengurangi emisi gas rumah kaca, penggunaan etanol sebagai biofuel juga membantu mengurangi dampak pemanasan global dan perubahan iklim.Â
    Proses produksi etanol tidak hanya mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam terbatas, seperti minyak bumi tetapi juga memberikan solusi untuk mengurangi polusi udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil.
Jagung merupakan salah satu tanaman yang mudah tumbuh di berbagai kondisi iklim dan tanah menjadikannya bahan baku yang sangat ideal untuk produksi etanol. Tanaman ini memiliki tingkat adaptasi yang tinggi memungkinkan produksi jagung untuk berkembang. Dengan demikian pasokan jagung untuk produksi etanol dapat dipertahankan dalam jangka panjang tanpa terlalu bergantung pada kondisi iklim tertentu. Keberagaman dan kelimpahan produksi jagung ini sangat mendukung ketahanan pasokan bahan baku untuk produksi biofuel. Berkat budidaya jagung yang telah sangat meluas di berbagai negara besar penghasil jagung, seperti Amerika Serikat, Brasil dan Indonesia, bahan baku untuk etanol selalu tersedia dalam jumlah yang cukup. Negara-negara dengan kapasitas produksi jagung yang besar memiliki potensi untuk memanfaatkan jagung sebagai sumber energi terbarukan yang dapat mengurangi ketergantungan pada penggunaan minyak bumi. Hal Ini tidak hanya membantu mengurangi impor energi dari luar negeri tetapi juga mendorong kemandirian energi domestik. Selain itu, dengan memproduksi etanol secara lokal negara-negara penghasil jagung besar dapat meningkatkan ketahanan energi negaranya sendiri. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
    Ketahanan energi ini penting untuk mengurangi kerentanannya terhadap fluktuasi harga energi global dan meningkatkan stabilitas ekonomi. Oleh karena itu, negara-negara seperti Amerika Serikat, Brasil, dan Indonesia dapat memanfaatkan potensi produksi etanol dari jagung untuk tidak hanya memperkuat sektor energi negaranya tetapi juga berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca dan pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui penciptaan lapangan kerja di sektor pertanian dan energi terbarukan.
   Proses pengolahan jagung menjadi etanol dimulai dengan ekstraksi pati dari biji jagung yang telah dipanen. Jagung digiling untuk memecah biji jagung menjadi bagian-bagian kecil hal ini bertujuan untuk memudahkan akses ke pati yang ada di dalamnya. Setelah itu, jagung yang telah digiling dicuci untuk menghilangkan kotoran dan debu yang ada. Pati yang terkandung dalam jagung kemudian diubah menjadi gula sederhana, seperti glukosa melalui proses sakarifikasi yang menggunakan enzim amilase. Gula yang terbentuk selanjutnya dicampurkan dengan ragi dalam kondisi terkontrol untuk menjalani proses fermentasi di mana ragi mengubah gula menjadi etanol (alkohol) dan karbon dioksida. Setelah fermentasi selesai, campuran yang dihasilkan berupa larutan etanol dan air yang kemudian dipisahkan melalui prose distilasi dengan cara pemanasan untuk menguapkan etanol, lalu dikondensasi menjadi cairan etanol murni. Etanol murni yang dihasilkan akhirnya disimpan dan dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif baik dalam bentuk campuran dengan bensin, seperti E10 atau E85, maupun sebagai bahan bakar murni untuk kendaraan yang dirancang khusus. Dengan demikian, jagung yang awalnya merupakan bahan pangan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif yang lebih ramah lingkungan dengan emisi gas buang yang lebih rendah dibandingkan dengan bensin fosil.
   Selain biji jagung berbagai bagian lain dari tanaman jagung juga dapat digunakan dalam produksi etanol. Batang jagung mengandung serat selulosa dan hemiselulosa yang dapat diubah menjadi gula melalui proses hidrolisis yang kemudian difermentasi menjadi etanol. Begitu pula dengan daun jagung yang meskipun proses ekstraksi dan konversinya lebih rumit tetapi mengandung serat selulosa yang dapat digunakan dalam produksi etanol. Ampas sisa penggilingan biji jagung juga memiliki potensi untuk menjadi bahan baku etanol karena mengandung pati dan selulosa yang dapat difermentasi. Selain itu sisa tanaman jagung lainnya seperti tongkol jagung juga memiliki kandungan karbohidrat yang dapat diubah menjadi gula untuk difermentasi. Meskipun batang, daun, dan limbah lainnya memerlukan pengolahan tambahan, seperti hidrolisis enzimatik atau fermentasi lebih lanjut semua bagian tanaman jagung ini menawarkan potensi untuk dimanfaatkan dalam produksi bioetanol menjadikannya sebagai bahan baku yang berkelanjutan dan efisien. Hal ini tentunya dapat mengurangi limbah dari produksi jagung yang ada karena pada kenyataanya semua bagian tanaman pada jagung terutama yang memiliki kandungan gula dapat dimanfaatkan dalam produksi etanol.
Oleh sebab itu pemanfaatan jagung sebagai biofuel ramah lingkungan memberikan kontribusi signifikan terhadap pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya pada SDG 7 (energi bersih dan terjangkau) dan SDG 13 (penanganan perubahan iklim). Jagung sebagai sumber biomassa yang melimpah, dapat diolah menjadi bioetanol yang berfungsi sebagai alternatif bahan bakar yang lebih bersih dibandingkan bahan bakar fosil. Penggunaan biofuel berbasis jagung mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca sehingga membantu mitigasi perubahan iklim. Selain itu, produksi biofuel dari jagung dapat mempercepat kemandirian energi suatu negara, mengurangi impor energi, dan menciptakan lapangan pekerjaan baru di sektor pertanian serta industri pengolahannya. Dengan begitu, pemanfaatan jagung sebagai biofuel tidak hanya mendukung transisi menuju energi bersih, tetapi juga berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI