Mohon tunggu...
Santri Kendel
Santri Kendel Mohon Tunggu... Jurnalis - @NgopiYuk

Pegiat dunia literasi sejak 2017, Redaksi Aktif Annajahsidogiri.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi Amal Seorang Hamba

30 Desember 2021   18:28 Diperbarui: 30 Desember 2021   18:31 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam Islam amal berupa mengerjakan perkara yang diperintah dan menjauhi perkara yang dilarang oleh Sebagian kelompok dipahami sebagai komponen pokok keimanan. Ketika amaliah itu ditinggalkan, maka hal tersebut menyebabkan seorang yang meninggalkan secara otomatis diakatakan  keluar dari iman, tapi tidak sampai kafir menurut pandangan kelompok Muktazilah. Sedangkan menurut Khawarij mereka yang meninggalkan amaliah yang berpotensi menjebak dirinya pada dosa besar secara otomatis akan meyebabkan diri mereka kafir.

Di sisi lain ada sebagian kelompok yang memandang abai terhadap keberadaan amaliah. Hal ini terjadi karena kesalahan mereka memahami hakikat ketuhanan. Menurut mereka jika ketentuan masuk surga dan neraka merupakan kehendak Allah, maka untuk apa kita harus beramal?

Dalam hal ini jika kita mengikuti pendapat kelompok yang pertama, maka betapa banyak dari saudara kita sesama muslim yang telah keluar dari Islam. Selain itu betapa banyak dari kita yang membanggakan amal yang telah kita kerjakan, seakan-akan amal itulah yang akan menyebabkan kita masuk surga. Padahal pada kenyatannya Allah lah yang berhak memasukkan setiap hambanya ke dalam surga, sebagaimana hadis: "Tidak ada amalan seorangpun yang bisa memasukkannya ke dalam surga dan menyelamatkan dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah" (HR. Muslim no. 2817).

Sedangkan jika kita mengikuti pendapat kedua, maka akan kita dapati bahwa hal tersebut bertentangan dengan Realita yang ada. karena pada kenyataannya Allah justru memerintahkan kita untuk senantiasa taat dalam mengikuti segala perintahnya.

Lalu bagaimana sebenarnya pemahaman yang benar dalam Islam terkait dengan posisi amal bagi seorang hamba. Berikut adalah uraiannya:

Baca juga: Dalil Nakal Selamat Natal

Pertama: kedudukan amal sebagai penyempurna iman, bukan bagian dari iman

Amal dan iman merupakan entitas berbeda. Jadi bukan merupakan satu bagian utuh. Meskipun berbeda, keduanya saling memiliki keterkaitan. Di sini posisi amal adalah sebagai penyempurna keimanan. Ketika seorang beramalah saleh dan meninggalkan setiap perkara maka seseorang telah mencapai kesempurnaan iman. Karena hal tersebut menjadi bukti kesungguhan iman. 

Sebaliknya bila seseorang meninggalan amal, maka kesempurnaan itu akan sirna. Akan tetapi kesirnaan itu tidak sampai menyebabkan orang tersebut terjerembab pada kekafiran. Alasannya simpel, karena amal bukan bagian dari keimanan yang membuat kita bisa kufur jika meninggalkan-nya  (Tuhfatul-Murid Syarh Jauharatit-Tauhid, hlm. 34-45). Tentang hal ini Allah berfirman:

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal."  Tentang ayat ini Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini menjadi dalil bahwa iman bisa bertambah dan bisa berkurang.

Kedua: Abaikan Amal Potensi Rusaknya Iman

Memang amal bukanlah bagian dari keimanan.  Hanya saja tidak berarti kita boleh mengabaikannya apalagi jika mengabaikannya disertai melegalkan hal tersebut atau mentiadakan perkara yang telah disepakati dalam agama. Hal ini adalah berbahaya sebab hal tersebut dapat menyebabkan pelakunya dapat terjerembab pada jurang kekafiran. (sullam Taufiq).

Ketiga: amal bukan penentu masuk surga

Meyakini bahwa Allah adalah pemilik mutlak yang memiliki hak atas segala sesuatu adalah keyakinan yang perlu dimiliki oleh semua umat islam. Termasuk dalam hal ini adalah hak untuk memasukkan setiap orang ke dalam surga. Hanya demikian ini jangan sampai dipahami bahwa kita boleh seenaknya mengabaikan amal. Sebab pemahaman di atas pada hakikatnya diarahkan pada pemamahaman bahwa bukan amal kita yang menyebabkan seseorang masuk surga, melainkan semua itu murni atas rahmat  Allah.

Lalu bagaimana dengan amal seorang hamba?

Amal yang kita kerjakan pada dasarnya hal tersebut murni karena bentuk ketaatan kita sebagai seorang hamba. Jadi amal bukan merupakan tolok ukur kita bisa masuk surga atau tidak. Karena sekali lagi ditegaskan bahwa yang memiliki hak penuh tentang hal ini hanyalah Allah semata.

Hanya saja sebagai pemilik mutlak Allah telah memberikan kriteria khusus siapa orang yang kelak akan masuk ke dalam surganya sebagaimana firman Allah:  dalam Surat an-Nisa' ayat 122 berikut:

Dan orang yang beriman dan mengerjakan amal kebajikan, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan janji Allah itu benar. Siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah? (QS. An-Nisa' [122]) (Al-Anfal: 24).

 Kesimpulan tentang hal ini adalah amal merupakan hal penting, karena keberadaannya menunjukkan bentuk ketaatan. Sedangkan ketaatan menunjukkan keimananan yang sebenarnya. Keberadaannya bukan sebagai tolok ukur seorang hamba bisa masuk surga, karena sekali lagi bahwa penentu surga dan neraka hanya Allah semata.  Hanya tentang hal ini Allah telah memeberikan jaminan surga pada hambanya yang mau berlaku amal saleh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun