Indonesia, salah satunya kebaya.
Apa yang kalian pikirkan saat mendengar kata fashion? Tentunya sudah bukan lagi menjadi hal yang asing di kalangan masyarakat luas karena penggunaannya yang sudah sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari. Secara luas, fashion diartikan sebagai sesuatu yang digunakan baik untuk menutupi tubuh maupun memperindah penampilan tubuh. Fashion juga dijadikan sebagai sarana untuk mengekspresikan diri melalui pakaian. Pada perkembangan zaman yang semakin pesat ini tentunya berpengaruh terhadap perkembangan fashion di masyarakat. Tak ayal, perkembangan fashion ini juga mempengaruhi pakaian tradisional diKebaya yang merupakan pakaian wanita khas Indonesia ini seiring dengan perkembangan zaman mulai terpengaruh oleh budaya asing. Salah satu fenomena yang sempat viral dan menjadi buah bibir belakangan ini yaitu munculnya kebaya korean style. Kebaya dengan model crop top ini dinilai tidak sesuai dengan pakem kebaya itu sendiri. Keberadaan kebaya sebagai bagian dari budaya yang memiliki nilai luhur tentunya mempunyai syarat-syarat tertentu dalam segi pembuatannya.
Sebenarnya bagaimana asal muasal kebaya di Indonesia?
Menilik dari kacamata masa lalu, keberadaan kebaya di Indonesia sudah ada sekitar abad 15 sampai 16 Masehi. Penggunaan kata "kebaya" berawal dari bahasa Arab yaitu "abaya" yang dimaknai sebagai jubah atau pakaian. Sebelum adanya kebaya, perempuan Indonesia pada masa itu hanya menggunakan kemben untuk menutupi tubuhnya. Seiring dengan datangnya masyarakat Tionghoa ke Indonesia yang memperkenalkan tradisi menjahit, kemudian memunculkan sebuah pakaian atasan wanita yang disebut dengan kebaya. Perempuan Indonesia yang sebelumnya hanya menggunakan kemben, kemudian memadukannya dengan kebaya sebagai atasannya untuk menutupi bagian punggung yang terbuka.
Dahulu, kebaya sudah menjadi pakaian yang dipakai untuk berkegiatan sehari-hari oleh perempuan pribumi maupun perempuan Eropa, tepatnya pada abad ke-19. Bagi perempuan Jawa, kebaya digunakan sebagai penanda status sosial antara bangsawan dengan pribumi yang dilihat dari segi bahan dan kain batik yang dikenakan sebagai bawahannya. Kebaya yang digunakan oleh perempuan bangsawan biasanya menggunakan bahan sutera, bludru, atau brokat. Sedangkan kebaya yang digunakan oleh perempuan pribumi bahannya lebih tipis dari bahan yang digunakan untuk kebaya para bangsawan.
Tak hanya itu, kebaya yang digunakan oleh perempuan pribumi dengan perempuan Eropa pada masa penjajahan Belanda juga memiliki perbedaan tersendiri yang bisa dilihat dari segi modelnya. Kebaya yang digunakan oleh perempuan Eropa umumnya berwarna putih dengan model renda yang dipadukan dengan kain batik bermotif sebagai bawahannya. Sedangkan kebaya yang digunakan oleh perempuan pribumi tidak memiliki model renda dan berwarna selain putih dengan bawahan berupa kain batik tradisional.
Kebaya bagi perempuan Eropa pada abad ke-19 menjadi suatu keperluan yang dibutuhkan ketika akan berkunjung ke Hindia Belanda. Terdapat setidaknya dua jenis kebaya yang dibutuhkan, yaitu kebaya untuk tidur dan kebaya untuk beraktivitas sehari-hari. Lain halnya ketika memasuki awal abad ke-20. Kebaya yang biasa dipakai oleh perempuan Eropa perlahan mulai ditinggalkan dan menghilang. Perempuan Eropa di awal abad ke-20 ini tidak lagi menggunakan kebaya sebagai pakaian sehari-harinya sebagai bentuk penolakan untuk menjadi "seorang pribumi".
Seiring dengan mulai tumbuhnya rasa nasionalisme dalam diri masyarakat Indonesia, kebaya kemudian dijadikan sebagai simbol anti kolonial. Tak hanya itu, kebaya pun dijadikan sebagai media perlawanan terhadap budaya Barat yang dapat melenyapkan budaya asli Indonesia. Kebaya yang memiliki nilai luhur ternyata pernah tercemar di masa Pendudukan Jepang. Hal ini terjadi karena kebaya dijadikan sebagai pakaian yang digunakan oleh para pekerja paksa dari kaum perempuan. Pada masa setelah kemerdekaan, Soekarno menjadikan kebaya sebagai pakaian nasional yang juga menjadi bagian dari identitas bangsa Indonesia yang baru merdeka.
Pemakaian kebaya pada masa kini tentunya berbeda dengan pemakaian kebaya pada masa lalu.
Kebaya sebagai pakaian nasional Indonesia ini memiliki makna kelembutan, kesederhanaan, keteguhan, dan keanggunan yang mencerminkan perempuan Indonesia. Kebaya yang semula digunakan sebagai pakaian sehari-hari, seiring dengan berjalannya waktu mulai mengalami kemunduran dalam pemakaiannya. Perempuan Indonesia di era modern ini cenderung menyukai cara berpakaian yang sederhana dan kekinian sesuai perkembangan zaman. Fatalnya, pemakaian kebaya yang menjadi identitas bangsa Indonesia mulai ditinggalkan dengan alasan sudah ketinggalan zaman. Melihat dari fenomena tersebut, membuat banyak desainer masa kini yang memodifikasi desain kebaya menjadi lebih modern karena mengikuti zaman. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pelestarian kembali minat masyarakat dalam pemakaian kebaya di Indonesia.
Modifikasi yang banyak dilakukan pada desain kebaya di masa kini merupakan inovasi terbaru yang menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang semakin modern. Namun, dalam memodifikasi kebaya menjadi kebaya modern tentunya memiliki batasan tertentu yang disesuaikan dengan pakem atau ketentuan dan juga tidak menghilangkan nilai budaya Indonesia. Pakem kebaya ini sejatinya perlu diikuti karena merupakan ketentuan yang tidak bisa diganggu gugat, terlebih ketika kita menggunakan kebaya dalam acara formal maupun upacara adat.
Dalam memodifikasi desain kebaya menjadi lebih modern, tentunya tidak luput dari pengaruh budaya asing yang sudah menjalar ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kemajuan teknologi yang semakin canggih membuat budaya asing menjadi lebih mudah masuk dan dinikmati tanpa adanya penyaringan budaya. Seperti yang sudah disinggung dalam pembuka di atas bahwa dalam beberapa waktu ke belakang muncul fenomena kebaya korean style yang menjadi isu hangat di masyarakat dan sosial media. Pasalnya, kebaya yang dimodifikasi dengan desain crop top ini dinilai tidak sesuai dengan ketentuan yang ada dan eksistensi nilai budayanya patut dipertanyakan.
Penggunaan kebaya korean style perlahan akan melunturkan rasa bangga terhadap budaya lokal. Perempuan Indonesia cenderung akan lebih memilih budaya asing yang menurutnya lebih kekinian dibandingkan dengan budaya lokal yang dianggap ketinggalan zaman. Hal ini dapat menimbulkan spekulasi bahwa budaya lokal seperti kebaya tidak relevan di era modern sekarang ini dan menjadi tidak menarik di mata masyarakat, dibandingkan dengan budaya asing yang lebih populer. Tidak akan ada pemaknaan nilai budaya dan tradisi dalam pemakaian kebaya, dan semata-mata digunakan hanya untuk mengikuti tren fashion yang sedang ramai di masyarakat.Â
Keberadaan kebaya pada masa kini berbanding terbalik penggunaannya dengan di masa lalu. Kebaya di masa lalu digunakan sebagai media untuk melawan budaya Barat yang dapat melenyapkan budaya asli Indonesia. Sedangkan di masa kini, kebaya justru menjadi media bagi budaya asing untuk dapat mendominasi dan perlahan mengikis kebudayaan asli Indonesia. Penyalahgunaan budaya dalam kebaya ini perlu disadari oleh semua golongan masyarakat, dan tidak hanya oleh kaum perempuan saja. Tak hanya itu, kesadaran akan makna kebaya sebagai identitas bangsa perlu ditingkatkan untuk menjaga keaslian dan nilai budaya yang terkandung di dalam sebuah kebaya.
Kebaya sebagai identitas bangsa Indonesia dapat dimaknai dengan memahami nilai budaya dan tradisi yang melekat di dalamnya. Dengan kata lain, kebaya tidak hanya digunakan sebagai fashion semata untuk tampil penuh gaya, namun juga sebagai identitas yang menggambarkan perempuan Indonesia dengan rasa kepemilikan terhadap budayanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H