Mohon tunggu...
Aria Roby Putra
Aria Roby Putra Mohon Tunggu... Lainnya - ''Tunjukilah kami ke jalan yang lurus''.

''Bersabarlah, karena sesuatu yang indah itu memerlukan waktu''.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sejarah dan Makna Revitalisasi Spiritualitas Ibadah Puasa bagi Kehidupan

16 Desember 2022   18:41 Diperbarui: 16 Desember 2022   18:54 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejarah Singkat Ibadah Puasa

Puasa Ramadhan adalah salah satu rukun Islam yang ketiga yang senantiasa wajib dilaksanakan bagi seluruh umat Islam. Di dalam bahasa Arab, ibadah puasa sering dikenal dengan istilah Shaum atau Shiyam, yang memiliki arti menahan diri. Jika ditinjau secara umum, bahwa ibadah puasa adalah suatu kewajiban untuk senantiasa menahan diri dari makanan, minuman, ataupun semua perilaku yang bersifat negatif, dari waktu terbitnya matahari sampai terbenamnya matahari. Maka dengan demikian selama melaksanakan ibadah puasa, bukan hanya makanan atau minuman yang dapat membatalkan puasa, namun juga segala niat atau perbuatan buruk juga dapat membatalkan puasa.

Jauh sebelum agama Islam datang dan disebarkan oleh Nabi Muhammad SAW, Nabi Daud AS beserta umatnya sudah terlebih dahulu menjalankan ibadah puasa. Ibadah puasa yang dilaksanakan oleh Nabi Daud AS beserta umatnya, yaitu dilaksanakan selama seumur hidupnya dengan cara berselang-seling, yakni sehari bepuasa, besok harinya tidak berpuasa, dan seterusnya. Selain hal tersebut, di dalam tradisi kebiasaan bangsa Yunani juga ada kegiatan berpuasa, yang biasanya kegiatan puasa tersebut dilakukan sebelum terjun ke medan perang. Beda halnya dengan tradisi atau kebiasaan yang dilakukan oleh  bangsa Romawi, mereka melakukan puasa agar supaya senantiasa mendapatkan kekuatan fisik, mengajarkan kesabaran, dan ketabahan. Dan baru jauh setelahnya ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi melaksanakan kegiatan ibadah puasa. Orang Yahudi Madinah tersebut melaksanakan ibadah puasa setiap 10 Muharram. Karena pada tanggal dan bulan tersebut, Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya dari kejaran Fir'aun.

Sebagaimana terdapat dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari sahabat Ibnu Abbas RA, ''Ketika tiba di Madinah, Rasulullah SAW menyaksikan umat Yahudi Madinah berpuasa Asyura. Puasa apa?'',tanya Rasulullah SAW. ''Ini (Asyura) hari baik. Allah menyelamatkan Musa dan Bani Israil dari musuh mereka pada hari ini'', jawab Yahudi Madinah. ''Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian'', kata Rasulullah SAW. Rasulullah SAW kemudian juga ikut berpuasa Asyura dan memerintahkan sahabatnya untuk berpuasa Asyura. Riwayat lain meriwayatkan pertanyaan Rasulullah kepada orang Yahudi Madinah, "Hari apa yang kalian puasakan ini?" Mereka menjawab, "Ini hari agung di mana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fira'un dan pengikutnya. Musa berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur. Kami pun berpuasa pada ini hari''. "Aku lebih berhak dan lebih utama terhadap Musa daripada kalian'', kata Rasulullah SAW. Rasulullah SAW kemudian juga ikut berpuasa Asyura dan memerintahkan sahabatnya untuk berpuasa Asyura.

Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa ibadah puasa Ramadhan diperintahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta umatnya pada bulan Sya'ban tahun kedua Hijriah atau sekitar tahun 624 Masehi. Perintah untuk senantiasa melaksanakan ibadah puasa wajib bagi seluruh umat Islam di bulan Ramadhan sebagaimana terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 183. Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: ''Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa''.

Ketika wahyu tersebut turun, Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya senantiasa mengingatkan bahwa ibadah puasa memiliki nilai yang sangat penting. Dalam artian, ibadah puasa sangat penting dalam membentuk kehidupan umat manusia agar supaya senantiasa dapat menerima serta melaksanakan tugas wajib dan suci tersebut. Dan perlu diketahui, bahwa di bulan Ramadhan tersebut terdapat suatu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah agama Islam, yaitu untuk pertama kalinya turunnya kitab suci Al-Qur'an diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan.

Revitalisasi Spiritualitas Ibadah Puasa

Ibadah puasa Ramadhan dilaksanakan setiap tahun yaitu pada bulan Ramadhan itu sendiri, Namun mungkin karena seringnya berjumpa dengan ibadah puasa pada bulan Ramadhan, sehingga sering pula disikapi sebagai ibadah rutinitas formal yang sunyi dan hampa dari berbagai penghayatan pesan moralnya. Dengan demikian tidak heran  lagi, ketika yang muncul kemudian dalam ibadah puasa Ramadhan adalah hanya bentuk-bentuk formal saja, seperti sahur, berbuka, shalat tarawih, dan tadarusan. Tapi tentu saja bentuk formal tersebut sangat penting, tetapi akan lebih sangat penting lagi jika bentuk formal tersebut diikuti atau disertai dengan penghayatan yang lebih dalam terhadap pesan moralnya.  Bukankah setiap ibadah mengandung bentuk nilai formal dan pesan moral?, sebagai contoh yaitu bentuk nilai formal dari ibadah shalat adalah gerakan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan ucapan salam. Sedangkan pesan moralnya adalah mengingat Allah, menjahui dari perbuatan keji dan munkar, dan lain-lain. Sebagai contoh lagi yaitu bentuk nilai formal dari ibadah zakat adalah memberikan sebagian harta kepada fakir miskin. Sedangkan pesan moralnya adalah mensucikan jiwa, menjahui sifat kikir, pelit, rakus, tamak, kepedulian kepada orang-orang fakir miskin, dan lain-lain.

Makna Ibadah Puasa bagi Kehidupan

Kegiatan ibadah puasa memiliki beberapa makna bagi kehidupan manusia sebagai berikut:

Pertama, ibadah puasa adalah sebagai amanah. Sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT: ''Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa''. (QS. Al-Baqarah ayat 183).

Kedua, ibadah puasa adalah sebagai rahmat. Sebagaimana hal tersebut terdapat dalam sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa bulan Ramadhan permulaannya adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, dan akhirannya adalah pembebasan dari api neraka. Wahbah al-Zuhaili menyatakan, bahwa ibadah puasa adalah merupakan proses pembentukan akhlak mulia. Dalam hubungan tersebut Wahbah al-Zuhaili  dalam bukunya Fiqih Islam wa Adillatuhu Jilid 2 mengatakan, bahwa ibadah puasa merupakan bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Orang mukmin yang mengerjakannya akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda karena langsung dari Allah SWT, mencapai keridhaan-Nya, berhak masuk surga al-Rayyan, dijauhkan dirinya dari siksa Allah SWT yang disebabkan oleh perbuatan dosanya. Puasa merupakan penghapus dosa dari satu tahun ke tahun yang lain, dan dengan ketaatan ini menyebabkan orang mukmin selalu mengikuti perintah yang digariskan Allah SWT dan mendorongnya menjadi orang yang  bertakwa yang senantiasa mengikuti perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.

Ketiga, ibadah puasa adalah sebagai kebutuhan fitrah manusia. Sebagaimana hal tersebut terkait dengan fitrah manusia sebagai makhluk yang cenderung menyukai nilai-nilai yang bersifat baik, seperti ikhlas, jujur, disiplin, tanggung jawab, suka bekerja sama, dan lain-lain. Syaikh Ali Ahmad al-Jurjawi dalam bukunya Hikmatut Tasyri' wa Falsafatuhu Jilid 1 mengatakan, bahwa ibadah puasa menjaga pandangan dari segala yang tidak seharusnya dilihat oleh mata, memilihara lisan dari ucapan yang keji, dusta, tidak mengatakan sesuatu yang buruk kecuali berdzikir, senantiasa membaca Al-Qur'an, menghindari pendengaran dari segala hal yang buruk, menjaga fisik dari segala hal yang diharamkan, serta memelihara perut pada waktu sahur dari segala yang berlebih-lebihan.

Referensi:

Al-Jurjawi, Ali Ahmad. 1994. Hikmatut Tasyri' wa Falsafatuhu Jilid 1. Beirut: Darul Fikr.

Burhanudin, Yusuf. 2006. Misteri Bulan Ramadan. Jakarta: Qultum Media.

Al-Qaththan, Manna'. 2012. Tarikhut Tasyri Al-Islami At-Tasyri wal Fiqh. Riyadh: Maktabah Al-Ma'arif.

Al-Zuhaili, Wahbah. 2010. Fiqih Islam wa Adillatuhu Jilid 2. Jakarta: Gema Insani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun