Magnolia terperangah dengan tanggapan pria itu.
"Kenapa kau bicara seolah aku orang asing?"
Nikho mengernyit, ia berjalan maju hingga Magnolia harus mundur. Nikho melewatinya, menghampiri pagar besi.Â
"Memangnya kau merasa sebagai orang penting bagiku? Magnolia," Nikho membalikan badan, menyenderkannya di pagar besi. "Kurasa kau cukup tahu siapa aku, tak ada yang lebih penting bagiku selain duniaku,"
"Tidak," sahut Magnolia menggeleng pelan. "Lalu, apa semua yang kita lewati itu?" matanya mulai memerah.Â
"Kesenangan,"
"Apa?!"Â
Nikho memasang senyum congkak, "Kau harap apa? Cinta!" Nikho kini memasang wajah tegas. "Cinta tak pernah ada dalam kamusku, dan kau-bagiku sama saja. Hanya penghiburku,"
Ucapan Nikho membuat bulir bening mengalir dari bola mata yang indah itu,Â
"Itu tidak benar, kau mencintaiku. Meskipun kau tak pernah mengatakannya tapi aku tahu,-aku tahu kau mencintaiku," tangisnya.
Nikho mengeluarkan tawa kecil, "Jangan seperti anak kecil yang memimpikan pangeran dari negeri dongeng. Karena itu hanya ada dalam dongeng, dan kita... kita hidup di dunia nyata. Kau pikir aku akan jatuh cinta padamu, pada seorang penyanyi malam sepertimu! Itu terlalu naif Magnolia,"