Gino masih bergeming. Menatap gundukan merah bertabur bunga di hadapannya. Ia tak menyangka, Erlin akan meninggalkannya dengan cara seperti ini.Â
Livia menyentuh bahunya, "Kak, kita pulang ya!"
"Aku masih ingin di sini,"
"Tak usah pura-pura sedih, kau senang kan Erlin meninggal!" sebuah suara membuat keduanya menoleh.Â
Hasbi berdiri tak jauh dari mereka.
"Jaga ucapanmu!" hardik Gino sembari berdiri.Â
Senyum getir tersungging di bibir Hasbi, "Munafik,"
"Apa kau sadar ini semua karena dirimu, kalau kau bisa menerima kenyataan Erlin tak akan mengemudi dalam keadaan seperti itu,"
"Jelas kau yang selalu memaksa Erlin tanpa memedulikan isi hatinya,"Â
"Cukup," potong Livia membuat dua pria itu diam.Â
Kini Hasbi dan Gino hanya berbicara melalui mata, bertatapan sengit. Livia menggerutu menatap mereka, dua pria yang disayanginya yang kini telah menjadi musuh hanya setelah ia mengenalkan sahabat barunya di kelas modeling-Erlin, pada mereka. Pesona Erlin memang mampu menyihir siapa saja, termasuk kakak dan sahabat kakaknya yang ia cintai diam-diam.Â
Dan memang lebih baik, jika Erlin sudah tak ada lagi di dunia ini.Â
Kapten Ilyas menghampiri, membuyarkan ketegangan di sana.
"Maaf, saudara Gino. Saya ingin menyampaikan, dari hasil olah TKP kami menyimpulkan bahwa kematian saudari Erlin bukanlah murni kecelakaan. Seperti ada sabotase di sana,"
Pernyataan Kapten Ilyas membuat Gino dan Hasbi kembali berpandangan sengit.Â
----o0o-----
Y. Airy ||15 April 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H