Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

"Wild Sakura Part 28 - 1", Aku Akan Memperjuangkan Kamu dengan Apa Pun

23 Maret 2018   23:18 Diperbarui: 4 April 2019   10:36 951
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya, Part 27 -1 : Ancaman Sonia

"Mulai sekarang ... jauhi Dimas atau kalian akan tahu apa akibatnya!" seru Remon penuh ancaman.

Keempat anak muda itu melebarkan mata, terutama Dimas. 

"Pa, Papa ini apa-apaan sih?" protes Dimas.

"Ini adalah hal yang seharusnya dari dulu Papa lakukan. Seharusnya Papa tidak membiarkanmu bergaul dengan mereka, karena mereka hanya membawa pengaruh buruk buatmu."

"Mereka," desis Dimas getir, "Pa, satu-satu orang yang membawa pengaruh buruk  buat aku itu Papa."

Remon tak nampak terkejut dengan pernyataan putranya. "Papa tidak punya banyak waktu untuk berdebat denganmu," katanya lalu membalikkan badan dan berjalan ke mobilnya. 

Satrio, pria bertubuh kekar itu menghampiri Dimas.

"Mas Dimas, mari!" ajaknya tegas namun penuh ancaman. 

Sebenarnya Dimas ingin menolak dan melawan tapi ia tahu hal itu hanya akan membuat teman-temannya dalam masalah. Maka untuk kali ini ia terpaksa menurut, lagipula ia ingin tahu apa yang sebenarnya sedang direncanakan papanya.

Ia pun berjalan ke mobil, di jok belakang. Sementara Satrio langsung ke jok di balik kemudi. Dan Remon membawa mobil sendiri karena dirinya langsung akan kembali ke kantor. 

Bayu, Ian dan Gio hanya diam menatap sampai mobil yang membawa Dimas tak terlihat.

"Ini buruk, sepertinya Om Remon kian menjadi," celetuk Ian.

"Kita tahu ini akan terjadi," dengus Bayu. 

"Ya udahlah, kita balik dulu ajah!" sahut Gio.

* * *

Nancy menerobos ruangan Hardi. Untung saat itu Hardi sedang tidak ada tamu, hanya sedang mengecek laporan.

"Nancy,"

Gadis itu langsung duduk di sofa dengan kesal. Hardi pun bangkit dari duduknya dan menghampiri putrinya. Duduk di sisinya.

"Ada apa lagi?" tanyanya lembut.

"Aku benci gadis itu, Pa. Berani sekali dia mengancamku!" adunya.

"Gadis ... itu?" desis Hardi.

"Sonia."

"Sonia!" sahut Hardi dengan nada yang juga jengah.

"Pa, pokoknya gadis itu harus menyingkir jauh. Keluar dari kota ini kalau perlu!"

"Sayang, kamu tidak perlu mengkhawatirkan dia. Papa yang akan mengurusnya,"

Ada kediaman sejenak, karena Nancy terlihat sedang memikirkan sesuatu. "O-ya, Pa. Apa benar gadis itu baru keluar dari penjara?"

Hardi mendengus sejenak. "Ya."

"Kasus pembunuhan?"

"Ya."

"Ya Tuhan, jadi dia memang seorang pembunuh! Pa, bagaimana kalau dia nanti bisa menyakitiku?" cemasnya.

"Tidak, sayang!" seru Hardi merengkuh kedua bahu putrinya. "Kamu jangan khawatir, dia tidak akan bisa menyakitimu. Papa akan pastikan itu,"

"Tapi, Pa. Dia pernah membunuh orang, dan itu adalah ayahnya sendiri," panik Nancy.

"Kamu meragukan, Papa?" tanya Hardi. Nancy diam membalas tatapan papanya lalu menggeleng. 

"Dengar, Papa tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu. Apalagi merebut kebahagiaanmu. Tidak akan!" katanya meyakinkan.

Tentu Nancy mempercayai hal itu, ia pun merebahkan diri ke pelukan papanya. "Tapi dia sudah merebut Rocky dariku, Pa" manjanya. 

"Rocky akan kembali sama kamu, pasti!" janjinya.

Sonia berdiri di tepi jalan di depan restoran. Sedikit celingukan.

Tak berapa lama sebuah motor datang, "Hai, Son," sapa Bayu seraya memberikan sebuah helm padanya.

"Hai, Bay!" balas Sonia menerima helm itu dan langsung memakainya. Ia pun naik ke jok belakang, Bayu segera melaju ke bengkel. 

Begitu sampai di bengkel, Ian dan Gio langsung menghampiri.

"Hai, Son. Gimana kabarnya?" tanya Gio.

"Seperti yang kalian lihat, baik."

"Duduk gi," suruh Gio.

Sonia duduk di bangku usang. "Jadi, apa yang terjadi dengan Dimas?" tanyanya. Tadi saat dirinya menelpon Gio untuk dijemput, Gio menceritakan tentang Dimas.

"Ya gitu deh, kaya'nya kali ini Om Remon serius bakal bikin ruang gerak Dimas terbatas. Kasihan Dimas, sejak kecil ditinggal mamanya. Papanya kurang perhatian, sekarang malah begini," celoteh Ian.

"Apa ada hubungan denganku?" tanya Sonia. Baik Gio, Bayu dan Ian bertatapan lalu sama-sama menatap Sonia.

Sonia mengerti arti tatapan itu.

Kurasa aku harus bicara dengan Om Remon.

"Lalu, gimana kerjaan baru kamu?" tanya Gio membuyarkan lamunan Sonia.

"A, kerjaan baru. Baik, dan menyenangkan."

"Terdengar bagus," puji Gio. 

Sonia tersenyum. 

* * * 

Malam itu saat Sonia sampai di kost, Rocky sedang berbicara dengan Erik di teras. Kedua pemuda itu langsung berdiri menatapnya.

Sonia menghentikan langkah di dekat mereka, matanya tertuju kepada Rocky. Eric mengerti sesuatu, jadi dia pamit masuk dulu.

"Sori, aku masuk dulu. Udah ngantuk!" katanya lalu memasuki kamarnya.

Sementara Sonia dan Rocky masih diam bertatapan. Kilatan yang terpancar di  mata Sonia saat ini membuat Rocky kian merasa bersalah. Tapi ia tak mungkin menyingkirkan perasaan yang telah tumbuh di dalam hatinya. Dan Sonia, dia adalah gadis yang selama ini ditunggunya. Yang membuatnya merasa bebas dan menjadi diri sendiri.

"Aku senang, kamu sudah dapat pekerjaan baru. Apa di sana menyenangkan?" tanyanya mencoba mencairkan suasana.

Sonia menghela nafas panjang yang melegakan. "Ya, setidaknya mereka baik."

"Sonia, aku tahu semua ini memang salahku. Tapi sejak awal, aku nggak berniat untuk mempermainkan kamu atau pun Nancy. Hubunganku dengan Nancy ... dulu aku nggak bisa menghindarinya, meski aku sudah berusaha. Dan saat Tuhan mempertemukan kita, aku merasa bahwa aku memiliki sebuah harapan. Harapan untuk menjadi diriku sendiri," Rocky menghela nafas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya. "Bisakah kamu memberiku kesempatan, kita bisa menghadapi mereka bersama. Aku akan melindungi kamu,"

Sonia tak langsung menjawab, ia memutar matanya untuk bisa memberi jawaban yang tepat. Tapi ia juga tak mampu menyangkal perasaan yang ada di hatinya.

"Rocky, antara kamu dan aku ... ada jurang yang begitu dalam. Jurang yang celahnya nggak mungkin bisa disatukan,"

"Kita bisa mencobanya," potong Rocky, "nggak ada yang nggak mungkin jika kita berusaha."

"Tapi ini nggak semudah itu, Rocky!"

"Aku tahu," Rocky melangkah mendekat, menangkup wajah Sonia dengan dua telapak tangannya. "Tapi aku cinta sama kamu, aku ... cinta-sama-kamu. Dan aku akan memperjuangan kamu dengan apa pun, bahkan nyawaku sekali pun."

Kata-kata Rocky begitu meyakinkan, begitu indah di telinga Sonia. Tapi rasa takut tetap menciptakan teror yang membuatnya tak bisa mengungkapkan perasaannya yang sesungguhnya. Airmata menggelinding melewati pipinya, dan ia tak tahu apa arti lelehan panas itu! Apakah sebuah rasa bahagia, atau justru sebuah ketakutan?

Rocky mengusap bulir bening itu dengan ibu jarinya. "Maafkan aku, aku sudah membuat kamu seperti ini. Tapi aku sungguh nggak mau kehilangan kamu," ungkap Rocky. Dan hal itu justru membuat Sonia menangis hingga tersedu.

Ia ingin membunuh rasa yang ada di dasar hatinya, tapi seluruh hatinya menolak. Ia tidak ingin menginginkan Rocky, tapi kenyataannya ia sangat menginginkan pria itu di sisinya. Dan apa yang harus ia lakukan?

Bersambung ..........

Selanjutnya, Wild Sakura #Part 28-2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun