"Anda cukup mengganggu saya nona," seru Dokter Hardi memasukkan salah satu tangannya ke saku jas dokternya. Kutatap Nando dengan tatapan yang butuh jawaban.
"Kau ingin bertanya ada hubungan apa antara aku dan Dokter Hardi? Ok, Dokter Hardi adalah Ayahku. Kami memang tidak tinggal bersama, tapi aku akan melakukan apapun agar Ayahku mampu mendapatkan kepuasan jiwa!"
Aku menggeleng pelan, mataku memgambang. Aku berharap bisa mendapatkan bantuan dari Nando. Tapi apa?
Kulihat Dokter Hardi mengeluarkan sesuatu dari saku jasnya, sebuah suntikan. Mataku melebar, kucoba untuk meronta.
"Kalian mau apa, tolong...tolong...," teriakku. Tapi aku malah mendengar tawa dari Nando, "tidak akan ada yang mendengarmu, rumahmu cukup memisahkan diri dari tetanggamu, Diana!"
Dokter Hardi mendekat padaku, menyeret kursi dan duduk di depanku, "ini adalah hal yang paling aku sukai," ia mulai membuka penutup jarum suntiknya, aku kian meronta hingga kursi yang menyatu denganku bergoyang dan berisik. Tapi Nando berjalan ke belakangku dan memegangi kursinya. Membuatku tak bisa bergerak.
"Apa itu, itukah yang kau berikan pada Ibuku? Kau membunuhnya?"
"Ini morfin, bukan racun. Tapi jika diberikan kepada seseorang secara berlebihan, juga bisa berakibat fatal!"
"Tidak. Jangan, aku mohon..., Nando...tolong aku!" aku masih mencoba meronta. Apalagi ketika Dokter Hardi mulai mendekatkan suntikan itu ke tubuhku, saat aku hendak berteriak lagi, kurasakan tangan kekar menutup mulutku dengan kuat. Membuatku hanya bisa berguman.
Dokter Hardi mendekatkan benda di tangannya pada dadaku, "karena kau membuatku kesal, kau pantas untuk dihukum," ucapnya lalu membuka dua kancing teratas kemejaku, aku tetap mencoba meronta meski sia-sia. Kurasakan ujung jarum itu menempel pada kulitku. Sebagai dokter aku yakin Dokter Hardi tahu dimana letak jantungku.
"Cairan ini akan langsung masuk ke dalam jantungmu, lalu menghentikan kerja jantungmu perlahan," katanya seraya menekannya menembus tubuhku. Seperti suntikan pada biasanya, hanya seperti gigitan semut. Selesai prosesi penyuntikan, Dokter Hardi menyandarkan tubuhnya di kursi yang didudukinya. Sementara Nando melepaskan tangannya dariku dan menjauh, kutoleh, kulihat dia berdiri di jendela. Menatap Ayahnya.